Mitigasi Sentimen Negatif Menjadi Krusial Bagi Rupiah
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Ibarat sedang lari marathon, Indonesia sedang berlomba dengan negara “emerging countries” lainnya untuk menyelamatkan perekonomiannya. Keloyoan stamina, terlihat dari pelemahan rupiah, adalah hal yang niscaya. Yang terpenting adalah bagaimana bisa bertahan sampai garis finis ketika gejolak perekonomian global berakhir.
JAKARTA, KOMPAS - Pukulan terhadap perekonomian Indonesia diperparah dengan adanya sentimen negatif dari pelaku pasar keuangan. Mitigasi sentimen negatif pun menjadi sebuah kebutuhan krusial guna menstabilkan pelemahan nilai tukar rupiah.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, pemerintah meyakini sentimen negatif tidak akan terlalu kuat pada semester II/2018. Kendati pada masa itu bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve System, diproyeksikan akan menaikkan suku bunga dua kali.
“Mayoritas investasi portofolio pada triwulan I dan II tahun 2018 telah keluar. Yang tersisa adalah investor yang memiliki tenor jangka waktu lebih panjang,” tuturnya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/9/2018).
Dengan demikian, jumlah keluarnya investasi portofolio asing yang turut melemahkan rupiah pada semester II/2018 diperkirakan tidak akan sebesar semester I/2018.
Jumlah keluarnya investasi portofolio asing yang turut melemahkan rupiah pada semester II/2018 diperkirakan tidak akan sebesar semester I/2018
Dalam data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terjadi capital outflow di pasar modal sebesar Rp 52,8 triliun hingga Semester I/2018. Jumlah itu terdiri dari Rp 46,8 triliun di pasar saham dan Rp 6 triliun di pasar surat utang negara (SUN).
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah akhirnya kembali menguat menjadi Rp 14.884 per dollar AS (7/9/2018). Hingga 31 Agustus 2018, rupiah telah terdepresiasi 7,89 persen.
Iskandar melanjutkan, Bank Indonesia (BI) pun telah mengantisipasi kebijakan yang akan dilontarkan oleh The Fed. BI telah menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7RR) sebesar 125 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen sepanjang 2018.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyampaikan, mitigasi dampak negatif penguatan dollar AS perlu terus dilakukan, setidaknya hingga tahun 2019. Salah satunya dengan terus menambah pasokan dollar AS. Itu dibutuhkan agar gejolak pelemahan nilai tukar rupiah bisa diredam.
Mitigasi dampak negatif penguatan dollar AS perlu terus dilakukan, setidaknya hingga tahun 2019
Jumlah cadangan devisa masih menjadi momok bagi ketahanan perekonomian Indonesia. BI menyebutkan, cadangan devisa sebesar 117,9 miliar dollar AS per Agustus 2018. Jumlah itu turun dibandingkan Januari 2018 yang mencapai 131,9 miliar dollar AS.
Kebutuhan dollar AS akan terus bertambah hingga akhir tahun, mengingat masa tersebut adalah periode pembagian dividen perusahaan dan juga pembayaran cicilan utang negara.
“Pemerintah telah menelurkan berbagai strategi untuk berburu dollar AS. Namun, itu strategi jangka panjang,” kata Enny.
Adapun pemerintah menerapkan beberapa kebijakan baru pada awal September 2018. Misalnya, menerapkan aturan B20 atau bahan bakar mesin diesel dengan 20 persen biodiesel untuk mengurangi impor minyak, menaikkan tarif pajak impor terhadap 1.147 komoditas, dan menunda pembangunan sejumlah proyek infrastruktur.
Enny menyebutkan, meningkatkan pemasukan devisa dari pariwisata adalah strategi jangka pendek yang dapat dilakukan. Sisi pariwisata yang masih belum serius digarap pemerintah adalah wisata kapal pesiar mewah.
Jumlah wisatawan asing yang mengikuti wisata tersebut relatif kecil, sekitar 2.000-4.000 orang. Namun, mereka adalah kalangan jetset yang akan memberi kontribusi besar pada perekonomian karena memiliki daya beli tinggi.
Saat ini, kapal pesiar dari luar negeri hanya sekadar melewati perairan Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi dengan pemerintah agar kapal tersebut tertarik mampir dan berlabuh di Indonesia.
Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri menyampaikan, pemerintah juga dapat menambah pasokan devisa melalui melonggarkan ekspor komoditas mineral yang masih dilarang.
“Ekspor mineral seperti nikel dan bauksit masih dibatasi serta memiliki prosedur yang rumit,” ucap Yose. Kemudahan ekspor bahan mineral diyakini dapat menekan defisit neraca perdagangan yang mencapai 3,09 miliar dollar AS selama Januari-Juli 2018.
Kemudahan ekspor bahan mineral diyakini dapat menekan defisit neraca perdagangan
Ganti fokus
Yose melanjutkan, sudah saatnya masyarakat mengganti fokus diskusi dari pelemahan rupiah menjadi bagaimana dampaknya kepada perekonomian bangsa. Tidak hanya Indonesia yang mengalami fenomena tersebut karena India, Turki, Afrika Selatan, dan Argentina mengalami hal yang sama.
“Yang penting adalah meminimalisir dampak negatif penguatan dollar AS,” kata Yose. Masalah yang perlu terus disorot adalah defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
Enny menambahkan, hal yang terpenting saat ini adalah bagaimana Indonesia bisa bertahan melewati gejolak perekonomian global. Perang dagang AS-China membuat kewaspadaan ekstra diperlukan. Kendati demikian, selama pertumbuhan ekonomi bisa lebih dari 5,2 persen, kepercayaan para investor akan dapat dijaga.