Proyek Pembangunan Infrastruktur Harus Tetap Dilanjutkan
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penundaan sejumlah proyek pembangunan di Indonesia dipandang tidak tepat karena kondisi perekonomian Indonesia masih terkendali. Pemerintah diharapkan dapat mengurangi impor bahan baku untuk pembangunan infrastruktur.
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan, Manlian Ronald A Simanjuntak mengatakan, menguatnya nilai dolar AS tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga dialami oleh beberapa negara lain. “Secara makro internasional, belum ada kondisi krisis ekonomi global,” kata Manlian dalam pesan tertulis di Jakarta, Selasa (11/9/2018).
Secara mikro, pemerintah belum memberikan pernyataaan terbuka tentang krisis ekonomi di tengah nilai 1 dolar AS yang menembus angka Rp 14.877. Selain itu, kondisi ekonomi di seluruh wilayah Indonesia masih terkendali.
Menurut Manlian, proyek infrastruktur adalah komitmen negara Indonesia dan bukan hanya dari pemerintah. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa Indonesia harus berkomitmen mendukung program pembangunan.
Ia meyakini, proyek infrastruktur berbasis perencanaan di Indonesia sudah dikaji sejak awal. Pemerintah sudah lebih dulu mengidentifikasi berbagai potensi risiko yang mungkin terjadi, termasuk melemahnya nilai rupiah. “Perintah telah lebih dulu menganalisis dan mampu mengambil tindakan korektif terhadap melemahnya nilai rupiah,” kata Manlian.
“Dalam prinsip kontrak konstruksi sebagai proses pengalihan risiko, melemahnya nilai rupiah sudah diprediksi sejak awal proyek,” tutur Manlian. Ia menambahkan, proyek konstruksi menjadi investasi sehingga tidak akan dibiarkan berhenti.
Ia menjelaskan, meskipun bentuk kontrak pembangunan Indonesia masih mengacu pada FIDIC (Federasi Konsultan Insinyur Internasional), tetapi pemerintah pasti sudah mempersiapkan segala riskonya. Meskipun demikian, Manlian berharap agar Indonesia memiliki standar kontrak yang jelas dalam bentuk peraturan pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Peraturan tersebut dapat membantu pemerintah dalam mengatasi segala situasi sehingga tidak terjadi kebingungan seperti saat ini. Manlian berharap, pemerintah tetap perlu melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Kurangi impor
Agar tepat sasaran, pemerintah perlu membuat prioritas pembangunan sehingga dapat menghemat biaya dan lebih terencana. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pemerintah harus tetap melanjutkan pembangunan yang sudah berjalan, sedangkan pembangungan yang masih dalam tahap perencanaan dapat ditunda.
Agar dapat menghemat biaya, pemerintah dapat menggunakan bahan baku dari dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor. Proyek pembangunan di DKI Jakarta yang sudah berjalan juga harus dilanjutkan.
Menurut Bhima, penurunan kapasitas pembangunan pembangkit listrik dari 35.000 megawatt menjadi 15.000 megawatt merupakan langkah yang tepat karena sesuai dengan jumlah pertumbuhan perekonomian Indonesia yang hanya mencapai 5,06 persen.
Dengan penurunan kapasitas pembangkit listrik tersebut, maka pemerintah dapat mengurangi impor turbin yang menguras devisa. Biaya tersebut dapat dialihkan ke infrastruktur lain yang dipandang lebih penting.
Pembangunan pelabuhan sebaiknya tetap dilanjutkan karena berpengaruh pada peningkatan logistik. Selain itu, pembangunan jalan tetap perlu dilanjutkan, khususnya di kawasan industri.
Manlian juga berharap agar pemerintah mengurangi impor bahan baku dari luar negeri. “Kualitas bahan baku dari Indonesia seperti besi baja dan timah sangat bagus,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah daerah juga terlibat membantu pemerintah pusat sehingga penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tepat sasaran. Selain itu, penggunaan sumber daya manusia lokal dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan pada pihak asing.