Pengawasan Orangtua Dibutuhkan untuk Cegah Tawuran Pelajar
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sering kali tawuran pelajar disebabkan masalah sepele. Sekolah dan keluarga berperan dalam proses pencegahan tawuran antarpelajar. Secara khusus, perhatian dan kontrol dari orangtua dibutuhkan anak-anak agar tidak terlibat dalam kelompok yang terlibat tindakan kekerasan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sejak 23 Agustus 2018 hingga 8 September 2018 telah terjadi empat kali tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek, yaitu di Permata Hijau (Jakarta Selatan), kolong Tol JORR W2, Jalan Ciledug Raya wilayah Kreo (Tangerang), dan Jalan Ciledug Raya wilayah Kota Tangerang.
Berdasarkan data di bidang pendidikan, kasus tawuran pelajar yang tercatat di KPAI dari beberapa daerah di Indonesia terus menurun sejak 2014 hingga 2017. Pada 2014, total kasus tawuran di bidang pendidikan mencapai 24 persen, tahun 2015 menurun menjadi 17,9 persen dan turun lagi pada tahun 2016 menjadi 12,9 persen. Pada tahun 2017 juga tercatat 12,9 persen.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, pola tawuran antarpelajar sering dipicu masalah sepele, seperti saling ejek. ”Kasus terakhir, di Jakarta Selatan, dua kelompok dari sekolah berbeda terlibat tawuran karena saling ejek di media sosial,” kata Retno dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Mereka pun sepakat tawuran dengan menentukan waktu dan lokasi. Dalam tawuran tersebut, salah seorang pelajar berinisial AH (16) tewas. Polisi mengungkapkan, adanya peran alumnus salah satu sekolah yang menjadi provokator sehingga terjadi tawuran tersebut.
Retno mengatakan, untuk menghindari polisi, sering kali tawuran dilakukan pada dini hari ketika situasi jalan sepi. Para pelajar tersebut bergabung dalam suatu kelompok yang melibatkan teman satu sekolah dan beda sekolah. Jika beda sekolah, biasanya mereka satu sekolah pada jenjang sekolah sebelumnya.
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra mengatakan, pelajar yang tergabung dalam sebuah kelompok bertujuan mencari identitas atau jati diri. ”Mereka merasa bangga ketika masuk sebuah geng, terutama ketika terlibat adu kekuatan dengan kelompok lain,” kata Jasra.
Menurut Jasra, mereka yang tergabung dalam sebuah geng biasanya merasa kurang diperhatikan di sekolah dan keluarga. Mereka merasa dianggap tidak penting sehingga mencari pengakuan di luar sekolah dan keluarga. Fenomena ini terjadi karena komunikasi antara sekolah dan keluarga pada anak didik kurang terjalin.
Peran orangtua
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati berharap orangtua lebih aktif dalam menjaga anaknya. ”Orangtua sebaiknya mengontrol kegiatan anaknya, termasuk aktivitas di media sosial,” kata Rita.
Orangtua perlu curiga ketika aktivitas anaknya di media sosial mengarah ke tindak kekerasan. Apalagi, anak tersebut memiliki senjata tajam, maka orangtua harus bertindak sehingga anaknya tidak terlibat dalam tawuran.
Orangtua juga perlu berkomunikasi secara aktif dengan pihak sekolah sehingga tahu perkembangan anaknya. Sekolah tidak dapat mengontrol satu per satu anak, apalagi mengawasi kegiatan anak di luar waktu sekolah.
Jasra menyarankan, untuk mencegah anak masuk pada sebuah geng, mereka dapat dibimbing dengan mengikuti kegiatan positif. ”Jangan memberikan stigma negatif kepada mereka, tetapi bangun karakter anak secara positif,” ujarnya.
Secara mental, anak yang ingin mendapat pengakuan sesungguhnya butuh kasih sayang dari orang terdekat, khususnya orangtua. Mereka yang tidak mendapatkan kasih sayang akan menumpahkan emosinya di jalanan lewat tawuran. Mereka akan mendapatkan pengakuan tersebut apabila mampu mengalahkan kelompok lain.
Sekolah dan kepolisian dapat bekerja sama untuk mengidentifikasi aktivitas anak di media sosial yang mengarah pada tindakan kekerasan. Pemetaan tersebut dilakukan agar dapat mencegah terjadinya tawuran.
”Identifikasi tersebut perlu dilakukan karena sebagian besar aktivitas komunikasi untuk perencanaan tawuran dilakukan dengan menggunakan media sosial, termasuk jual-beli senjata tajam dan narkoba,” kata Jasra.