Johan, staf Wildlife Conservation Society, masih ingat betul kejadian baku tembak pada 2016. Saat itu, ia mendampingi tim Patroli Smart di Taman Nasional Gunung Leuser. Meski tembak-menembak jarak dekat di malam itu tidak menimbulkan korban jiwa, baik dirinya maupun orang tak dikenal yang menyerang tim Patroli Smart di dalam belantara—kejadian ini menjadi pelajaran akan pentingnya patroli yang efektif dan aman.
Saat itu, Patroli Smart baru setahun diperkenalkan Wildlife Conservation Society (WCS) kepada para ranger (penjaga hutan) di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), khususnya di Langkat, Sumatera Utara. Karena dinilai baik dan bermanfaat, Balai Besar TNGL kini mewajibkan Patroli Smart dipakai oleh mitra nonpemerintah yang bekerja di Leuser, termasuk di Aceh.
Patroli berbasis pendataan detail di titik lokasi geografis ini pun memiliki standar keamanan bagi para ranger. Selain melengkapi para ranger dengan kemampuan membaca alat global positioning system (GPS) dan kompas, para ranger juga dibekali asuransi dan komunikasi via satelit.
Patroli berbasis pendataan detail di titik lokasi geografis ini pun memiliki standar keamanan bagi para ranger.
Komunikasi menjadi sangat penting ketika mereka melaporkan kejadian yang penting, termasuk kejadian tembak-menembak ataupun ketika mereka menangkap basah pemburu flora dan fauna serta perambah hutan di Leuser.
Tim patroli tak mungkin membawa-bawa para tersangka itu untuk ikut melanjutkan patroli. Hal itu akan membebani sekaligus mengurangi perbekalan makanan yang biasanya disiapkan dua hari lebih panjang dari rencana lama patroli.
Pemburu itu harus dibawa ke desa terdekat untuk dijemput oleh petugas polisi hutan dari BB TNGL yang dihubungi sebelumnya via telepon satelit. ”Kami yang di kantor harus siaga 24 jam saat tim berpatroli agar bisa meluncur bila dibutuhkan,” kata Wayan, polisi hutan setempat.
Mengumpulkan bukti
Dengan Patroli Smart ini, tim pun bisa mengumpulkan barang bukti dan keterangan di lapangan, termasuk dokumentasi visual di lapangan. Barang-barang bukti berupa jerat, gergaji mesin, hingga senjata tersangka ini menjadi bukti kuat bagi penyidik yang berada di kota.
”Penyidik bisa langsung menahan tersangka karena ada minimal dua alat bukti. Kerja tim Patroli Smart itu sangat memudahkan penegakan hukum,” kata Adhi Nurul Hadi, Kepala Bidang Teknis Konservasi BB TNGL.
Balai Besar TNGL menunjukkan, sejak digunakan sejumlah tim patroli di TNGL pada 2015, Patroli Smart mampu mendukung penanganan 30 perkara kejahatan di kawasan hutan. Data-data yang mereka kumpulkan juga mampu memetakan daerah-daerah rawan kejahatan tersebut.
Dengan kata lain, pemetaan ini berguna dalam pengelolaan dan perlindungan wilayah taman nasional yang memiliki anggaran, tenaga polhut, dan tim yang minim. Melalui aplikasi ini, patroli dimungkinkan hanya fokus di daerah-daerah rawan.
Patroli Smart ini umumnya dijalankan selama 10-14 hari sesuai kondisi geografis dan tingkat kesulitan akses di lapangan. Jumlah anggota tim awalnya hanya 3-4 orang, tetapi kini disatukan menjadi tujuh orang karena pertimbangan keamanan dan keselamatan petugas.
Patroli Smart ini umumnya dijalankan selama 10-14 hari sesuai kondisi geografis dan tingkat kesulitan akses di lapangan.
Di lapangan, mereka mendata setiap temuan-temuan penting. Misalnya, saat menemukan jejak kaki ataupun kotoran harimau sumatera, badak sumatera, gajah sumatera, sarang orangutan, hingga jerat satwa, pencurian kayu, dan perambahan hutan. Pencatatan juga dilakukan ketika menemukan titik-titik sumber air dan lanskap yang potensial dikembangkan bagi jasa wisata.
Semuanya dicatat secara rinci dalam buku catatan atau logbook, lengkap dengan titik geografisnya. Semisal, apabila mereka menemukan jejak satwa, petugas akan mengukur ukuran jejak dan lama jejak tertinggal. Data ini penting bagi pendataan jalur lalu lintas satwa dan memudahkan dalam penentuan pemasangan kamera tersembunyi (camera trap).
Negara hadir
Manfaat lain, patroli rutin selama berhari-hari hingga menembus belantara ini menjadi penunjuk ”negara” hadir hingga sudut-sudut hutan yang selama ini tampak di peta. Menurut Misno, Ketua Tim Patroli Smart di Seksi V TNGL di Langkat, kehadiran mereka membuat para pemburu dan perambah hutan berpikir ulang.
”Pelaku sering kaget saat bertemu kami. Mereka tak menduga di dalam hutan ini juga dilewati petugas,” katanya.
Menurut pusat perekaman data Patroli Smart di BB TNGL, jumlah Patroli Smart ini terus meningkat sejak 2015. Dari hanya delapan patroli pada 2015 menjadi 23 patroli pada 2017. Pada periode itu mereka telah menempuh jarak 23.398 kilometer atau setara separuh keliling bumi.
Jumlah Patroli Smart ini terus meningkat sejak 2015. Dari hanya delapan patroli pada 2015 menjadi 23 patroli pada 2017.
Selama berkeliling itu, sekitar 2,5 kilometer perjalanan per hari, mereka mencatat setiap kejadian dan temuan ke dalam catatan. Dalam Patroli Smart tersebut, area taman nasional seluas 800.000 hektar dibagi menjadi sekitar 5.500 grid berukuran 2 x 2 kilometer persegi.
Tim patroli selama sebulan sekali melintasi jalur di grid-grid tersebut serta mencatat temuan, membersihkan jerat, serta menangani pelaku yang tertangkap basah menebang pohon atau memburu flora/fauna. Data-data ini kemudian dimasukkan dalam sistem menjadi pelaporan kepada Balai Besar TNGL.
Selain bermanfaat bagi pengelolaan taman nasional, ternyata patroli ini pun sudah dilirik menjadi instrumen dasar pendataan potensi di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Paling tidak sudah tiga KPH di Sumatera Utara dan Aceh yang meminta BB TNGL untuk mengajari metode ini.
Meski metode patroli ini disebut-sebut bisa menjadi dasar bagi pengelolaan resor (resort based management) di taman-taman nasional di Indonesia, hingga kini belum ada regulasi yang menjadi kebijakan. Regulasi dibutuhkan karena berkonsekuensi pada standar pembiayaan di anggaran pemerintah.
Anggaran operasional Patroli Smart di Langkat tersebut selama ini masih ditanggung Proyek Sumatran Tiger melalui WCS. Selain di TNGL, proyek ini juga membiayai kegiatan serupa di TN Kerinci Seblat (bermitra dengan Fauna and Flora International/FFI), TN Bukit Barisan Selatan (WCS), dan TN Berbak Sembilang (Zoological Society of London/ZSL). Proyek ini berlangsung hingga 2020.
Dari sisi anggaran, Patroli Smart memang lebih tinggi karena intensitas waktu patroli selama dua kali sebulan dan masa patroli yang mencapai dua pekan. Namun, konsekuensi anggaran dalam perlindungan sekaligus menjadi data dasar pengelolaan kawasan hutan ini mutlak diperlukan. Ini apabila hutan konservasi yang menjadi benteng terakhir sumber kekayaan alam Indonesia dinilai penting.