TEMANGGUNG, KOMPAS - Api kebakaran di kawasan hutan lindung Gunung Sindoro dan Sumbing, Jawa Tengah, kian tak terkendali dan terus meluas melintasi wilayah. Satu-satunya solusi yang dianggap paling tepat adalah dengan bom air.
Api mulai muncul dari kawasan puncak Gunung Sindoro di Resor Pemangku Hutan (RPH) Kwadungan Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung, Jumat (7/9/2018) pagi. Sempat padam Jumat petang, api kembali muncul dan merambat di RPH Sigedang, BKPH Wonosobo, Sabtu (8/9/2018). Minggu esoknya, api kembali berkobar di wilayah Kabupaten Temanggung. Api meluas dan hingga Selasa (11/9/2018) petang belum berhasil dipadamkan.
Di tengah kondisi itu, kebakaran terjadi di kawasan hutan di Gunung Sumbing di wilayah Kabupaten Temanggung, Senin (10/9/2018) malam. Selasa pagi, api menjalar hinggal wilayah Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Hingga Selasa malam, api di Gunung Sumbing, baik di Kabupaten Temanggung maupun Magelang belum padam.
Pelaksana tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Temanggung Gito Walngadi mengatakan, bom air (water bombing) perlu dilakukan. “Saat ini harus gerak cepat demi menyelamatkan lingkungan dan meminimalisir dampak kerugian,” ujarnya Selasa (11/9/2018).
Pantauan kami pagi ini (Selasa), antara api dan alat pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Sumbing tinggal berjarak 200 meter.
Pemadaman manual melibatkan ratusan personel seperti saat ini tak efektif. Kondisi medan yang terjal dan tinggi, berada 2.000 meter di atas permukaan laut, lanjut Gito, membuatnya tak bisa mengerahkan atau memakai peralatan pendukung. Kondisi diperparah kencangnya angin yang menyebabkan bunga api terbang, menimbulkan kebakaran di lokasi lain.
Pemadaman lewat udara diusulkan BPBD Kabupaten Temanggung kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Selasa pagi.
Dekati permukiman
Selasa kemarin, api membakar kawasan hutan di Gunung Sindoro dan Sumbing, hingga sekitar empat kilometer dari permukiman warga. Semula, api kebakaran di Gunung Sindoro hanya membakar semak belukar.
Namun, Minggu (9/9/2018), api di Sindoro dan Sumbing sudah membakar ratusan pohon jenis rimba campur, seperti akasia, puspa, dan sowo. Hingga Selasa malam, total luas areal terbakar di kawasan Gunung Sindoro telah lebih dari 290 hektar dan luas areal terbakar di Gunung Sumbing sekitar 150 ha.
Selasa pagi, api di Sumbing telah mendekati lokasi pemasangan alat pemantauan aktivitas vulkanik Sindoro dan Sumbing.
“Pantauan kami pagi ini (Selasa), antara api dan alat pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Sumbing tinggal berjarak 200 meter,” ujar Warseno, petugas pos pemantauan gunung api Sindoro Sumbing di Kecamatan Bansari, Temanggung.
Jika alat itu rusak atau terbakar, pemantauan gunung tak bisa optimal. Sekalipun berstatus normal, Gunung Sindoro pernah mengalami peningkatan status jadi waspada tahun 2011.
Wakil Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara Johni Andarhadi mengatakan, seiring kebakaran, jalur pendakian Gunung Sindoro resmi ditutup Sabtu lalu, sedangkan jalur pendakian Gunung Sumbing dinyatakan ditutup sejak Senin. Penutupan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Alat pemantau aktivitas gunung api Sindoro dan Sumbing, ada dan tersebar di lima lokasi. Api kebakaran di Gunung Sumbing mengancam keberadaan alat yang dipasang di kawasan Mielan, di mana alat tersebut terdiri dari alat pencatat aktivitas kegempaan dan alat pencatat deformasi gunung atau tiltmeter.
Pada saat api berkobar di Gunung Sumbing di wilayah Kabupaten Magelang pada Selasa pagi, sekitar pukul 06.00, 541 pendaki sedang berada di puncak gunung. Menyikapi kondisi tersebut BPBD Kabupaten Magelang bersama relawan, langsung melakukan upaya evakuasi, dan pada Selasa petang, semua pendaki bisa turun dengan selamat.
Kepulan asap dari dua gunung ini, terlihat sejak memasuki wilayah Kabupaten Temanggung, seperti di wilayah Madureso, Kecamatan Temanggung. Di daerah lereng Gunung Sumbing, di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, warga desa pun bisa dengan jelas melihat merahnya nyala api dari gunung saat malam hari.
“Malam kemarin (Senin malam), garis merah api terlihat dari lebih dari satu titik,” ujar Riansyah (42), salah seorang warga. Desa Legoksari berjarak sekitar tujuh kilometer dari puncak Gunung Sumbing.
Penutupan pendakian
Wakil Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara Johni Andarhadi, mengatakan, dengan munculnya kebakaran, jalur pendakian Gunung Sindoro resmi ditutup pada Sabtu (8/9/2018), sedangkan jalur pendakian Gunung Sumbing dinyatakan ditutup sejak Senin (10/9/2018). Penutupan pendakian dilakukan hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Setiap musim kemarau, di kawasan hutan seluas 3.902,3 hektar di kawasan puncak dari enam gunung di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, rawan terjadi kebakaran. Hal ini terjadi karena keseluruhan Kawasan tersebut berupa ruang terbuka tanpa ada pohon tumbuh di atasnya.
Dalam pantauan terakhir, Agustus lalu, lebih dari 60 persen dari vegetasi semak belukar yang ada di kawasan puncak tersebut, sudah dalam kondisi mengering, sehingga semakin mudah terbakar.
Pada kondisi sangat kering, kebakaran semak belukar pun bisa menjalar hingga ke tegakan di bawahnya seperti yang terjadi saat ini. Kendati demikian, menurut Johni, kebakaran biasanya tidak melulu disebabkan oleh faktor cuaca, namun dipisu oleh ulah manusia yang lalai saat menyalakan api.