Siswa Dihukum Penjara karena Dituduh Melanggar Aturan
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seorang siswa dari sekolah menengah kejuruan di Batam, Kepulauan Riau, berinisial RS (17) dihukum oleh pihak sekolah dengan dimasukkan ke penjara sekolah karena dituduh melanggar peraturan. Ia juga mendapatkan kekerasan fisik dan dipermalukan di media sosial yang membuatnya trauma.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum, Putu Elvina, menjelaskan, RS dituduh mencuri saat praktik kerja lapangan oleh salah satu temannya.
”RS mengelak tuduhan tersebut dan memilih kabur. Ia berpamitan kepada keluarganya untuk belajar bahasa Inggris di salah satu daerah Pulau Jawa,” kata Putu di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
RS ditangkap oknum polisi berinisial ED selaku pembina dan pemilik modal sekolah di bandara ketika hendak pergi ke Pulau Jawa. Di bandara, ia diborgol, dicekik, dan ditampar oleh ED bersama dengan beberapa siswa yang diberikan hak istimewa oleh sekolah. Selain dituduh mencuri, RS dituduh mengedarkan narkoba.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menjelaskan kronologi kekerasan pada RS. Setelah ditangkap pada 8 September 2018, RS dimasukkan ke penjara sekolah selama dua malam.
RS juga mendapat hukuman fisik. Ia disuruh berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan diborgol dan disaksikan teman-temannya. Akibat kejadian tersebut, kedua telapak kaki RS lecet. Setelah itu, dilakukan upacara pelepasan atribut sekolah di lapangan.
Selain mendapat hukuman fisik, RS juga mengalami kekerasan psikis. Orangtua RS dikirimi foto-foto penangkapan dan sidang disiplin anaknya oleh ED melalui telepon genggam milik RS yang disita pihak sekolah.
ED juga mengirim foto-foto tersebut kepada beberapa orang, seperti keluarga RS di Pekanbaru dan Singapura, serta kepada tetangga dan teman-teman RS. Foto penangkapan tersebut juga dijadikan foto profil aplikasi Whatsapp milik RS.
Foto-foto RS saat dihukum juga diunggah di media sosial Instagram sehingga banyak orang yang tahu. Foto di media sosial tersebut diberikan keterangan bahwa RS telah mencuri, mengedarkan narkoba, dan mencabuli pacarnya.
Akibat tindakan tersebut, keluarga RS malu dan marah. RS pun mengalami trauma berat. Ia membutuhkan rehabilitasi medis dan psikis.
Semimiliter
SMK swasta ini telah beroperasi selama lima tahun. Sekolah ini umumnya dikendalikan oleh ED. Ia selalu membina latihan fisik dan baris-berbaris yang berlebihan hingga menginap di sekolah. Sekolah ini mempunyai asrama untuk beberapa siswa yang dianggap memberatkan orangtua karena biayanya mahal.
Menurut beberapa informasi, proses belajar-mengajar di sekolah ini tidak berjalan normal karena porsi untuk bertatap muka dengan guru kurang. Siswa tidak fokus belajar, tetapi fokus latihan semimiliter.
Siwa diajarkan belajar menembak dengan senapan angin. Di sekolah, beberapa senjata dipajang. Selain itu, siswa diajarkan mengemudikan mobil pengendalian massa (dalmas) milik sekolah.
Ada dugaan, sistem pembinaan diskriminatif dilakukan sekolah dengan mengistimewakan siswa tertentu berdasarkan latar belakang siswa tersebut. Mereka diberi peran untuk mengendalikan dan menghukum siswa lain.
Sebelum kasus yang menimpa RS, terjadi kekerasan serupa pada siswa berinisial F. Ia mendapatkan kekerasan dari beberapa seniornya dan ditahan di penjara sekolah setelah disidang oleh pihak sekolah.
Foto F saat pelepasan atribut sekolah juga dimasukkan di media sosial oleh pihak sekolah sehingga membuat malu F dan keluarganya. Orangtua F memindahkan anaknya ke sekolah lain.
Tindak lanjut
Retno mengatakan, KPAI akan berkoordinasi dengan gubernur dan organisasi perangkat daerah untuk membahas kasus SMK di Batam tersebut. KPAI juga akan mengawasi sekolah itu.
”KPAI mendorong Dinas Pendidikan dan Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau untuk menginvestigasi SMK tersebut,” kata Retno. Hasil investigasi tersebut dapat digunakan pihak terkait untuk mengambil keputusan.
KPAI mendorong Dinas Pendidikan Kepulauan Riau serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengevaluasi proses belajar-mengajar dan pola pendidikan di SMK tersebut.
Sekolah itu juga perlu dikontrol dan didampingi sehingga dapat meninggalkan pola kekerasan. SMK tersebut diharapkan lebih mengutamakan sekolah ramah anak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Retno mengatakan, hukuman terberat terhadap sekolah tersebut adalah dicabut izinnya sehingga tidak dapat menerima siswa lagi. Namun, sekolah tersebut diberikan waktu untuk meluluskan siswa yang masih bersekolah.