BBWSCC Antisipasi Banjir pada Awal Musim Penghujan
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang musim penghujan Oktober-November 2018, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane menyiapkan beberapa strategi antisipasi banjir. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, terdapat 129 titik rawan banjir di DKI Jakarta.
Kepala BBWSCC Bambang Hidayah mengatakan, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), awal musim hujan terjadi pada Oktober dan November. Pada Oktober, curah hujan akan meningkat dari 2,8 persen menjadi 30,6 persen per bulan. Adapun pada November akan melonjak dari 30,6 persen menjadi 50 persen per bulan.
Beberapa lokasi rawan banjir di Jakarta itu di antaranya 6 kelurahan di aliran Kali Angke, 21 kelurahan di aliran Kali Pesanggrahan, 12 kelurahan di Aliran Kali Ciliwung, 10 kelurahan di aliran Banjir Kanal Barat (BKB), 9 kelurahan di Kali Ciliwung Lama, 23 Kelurahan di aliran Kali Sunter, 12 kelurahan di aliran Kali Cipinang, dan 8 kelurahan di aliran Cengkareng Drain.
”Sekarang ini, cuaca memang susah diprediksi karena ada perubahan ekstrem. Namun, kami sudah siapkan kesiagaan terhadap bencana banjir. Mulai dari pembuatan surat keputusan (SK), pembentukan satgas, hingga persiapan peralatan,” ujar Bambang kepada wartawan, Rabu (12/9/2018).
Khusus untuk titik pemantauan tinggi muka air, ada 39 pos yang berada di 16 sungai. Selain itu, juga ada 29 pos pemantauan curah hujan, 10 titik pemantauan dengan kamera CCTV yang tersebar di 1 bendungan, 3 sungai, dan 1 kanal. BBWSCC juga sudah memiliki peralatan penanggulangan banjir, seperti 11 pompa bergerak, 5.500 karung, 638 bronjong, 6 perahu karet, 7 ekskavator, 6 dump truck, dan 1 crane.
Untuk sumber daya manusianya, seluruh pejabat di lingkungan BBWSCC dan pemangku kepentingan lain masuk dalam satgas banjir. Satgas terdiri atas tim monitoring peringatan dini yang memantau curah hujan dan tinggi muka air dengan 30 personel. Ada pula tim peralatan dan bahan banjiran yang bertugas memobilisasi pompa, truk, perahu karet, dan peralatan lain saat bencana banjir. Tim peralatan ini terdiri atas 25 orang. Adapun tim juru sungai ada 38 orang yang tersebar di sungai-sungai yang menjadi kewenangan BBWSCC.
”Titik-titik rawan banjir ini menyebar, tetapi terutama di bantaran sungai yang belum dinormalisasi. Di Jakarta, dari 78 daerah rawan banjir, 23 daerah telah teratasi salah satunya dengan program normalisasi sejak tahun 2015-2017,” kata Bambang.
Terkait dengan kelanjutan program normalisasi sungai di Jakarta, Bambang mengatakan, BBWSCC menunggu proses pembebasan lahan yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Program normalisasi Kali Ciliwung, misalnya, dari target 33 kilometer, baru terealisasi 16 kilometer.
Menurut Bambang, Pemprov DKI masih terus melakukan pembebasan lahan. Namun, perkembangannya belum terlalu signifikan sehingga BBWSCC belum bisa mengeksekusi lahan tersebut. Tahun ini, Pemprov DKI melaporkan lahan yang sudah dibebaskan baru 1,4 kilometer dan tersebar di 13 sungai di DKI.
Di sisi lain, BBWSCC saat ini sedang berfokus melanjutkan program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). JEDI adalah proyek normalisasi seluruh sungai dan waduk di Ibu Kota untuk mengatasi banjir. Proyek tersebut dijalankan dengan dana pinjaman dari Bank Dunia. Selain itu, tahun 2019 BBWSCC juga akan menyelesaikan proyek pembangunan bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bendungan ini juga dibangun untuk menambah daerah resapan air sebagai bagian dari penanggulangan banjir di kawasan hulu.