Defisit Sektor Jasa, Momok Lain Transaksi Berjalan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Defisit di sektor jasa turut menjadi momok dari penyumbang defisit transaksi berjalan. Defisit terjadi karena penggunaan impor jasa lebih besar daripada ekspor jasa selama beberapa tahun terakhir.
Bank Indonesia (BI) mencatat, data terakhir defisit jasa ada sejak 2011. Pada tahun 2015-2017, sektor jasa mengalami defisit secara berturut-turut sebesar 8,69 miliar dollar AS, 7,08 miliar dollar AS, dan 7,8 miliar dollar AS. Hingga semester I-2018, defisit sektor jasa telah mencapai 3,34 miliar dollar AS.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio Kacaribu di Jakarta, Kamis (13/9/2018), menyampaikan, defisit terjadi paling banyak terjadi pada jenis jasa transportasi karena aktivitas ekspor dan impor yang cukup tinggi. ”Perdagangan yang terjadi kebanyakan menggunakan transportasi perkapalan,” ucapnya.
Pada semester I-2018, defisit terbesar berada pada transportasi, yakni sebesar 3,63 miliar dollar AS. Jenis jasa lainnya yang defisit adalah telekomunikasi, komputer, dan informasi sebesar 878 juta dollar AS; biaya penggunaan kekayaan intelektual 816 juta dollar AS; keuangan 313 juta dollar AS; serta asuransi dan dana pensiun 324 juta dollar AS.
Pada semester I-2018, defisit terbesar berada pada jenis jasa transportasi, yakni sebesar 3,63 miliar dollar AS.
Menurut Febrio, defisit pada transportasi terjadi karena penyediaan jasa transportasi untuk memfasilitasi ekspor dan impor kebanyakan berasal dari perusahaan luar negeri. Perusahaan Indonesia di bidang tersebut masih belum bisa bersaing secara global.
Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, defisit pada jenis jasa keuangan dan asuransi turut perlu menjadi perhatian. Defisit terjadi karena masih banyak perusahaan asuransi domestik yang belum menawarkan produk yang dibutuhkan oleh pelaku usaha.
”Ada beberapa yang belum memiliki produk asuransi barang ekspor dan impor. Produk dengan nilai besar tersebut masih ditawarkan perusahaan asing,” ujar Yati.
Sementara perusahaan asuransi di Indonesia biasanya lebih fokus menawarkan asuransi kesehatan dan jiwa.
Kendati defisit jasa masih lebih kecil jika dibandingkan dengan defisit pendapatan primer, defisit di sektor tersebut masih berkontribusi besar terhadap transaksi berjalan. Oleh karena itu, perusahaan domestik yang bergerak di sektor jasa perlu meningkatkan diversifikasi produk agar masyarakat dan pebisnis beralih menggunakan jasa lokal.
Perusahaan domestik yang bergerak di sektor jasa perlu meningkatkan diversifikasi produk agar masyarakat dan pebisnis beralih menggunakan jasa lokal.
Yati melanjutkan, dalam beberapa kasus, sekalipun perusahaan telah memiliki produk jasa yang sama dengan asing, konsumen masih enggan menggunakan jasa tersebut. ”Kepercayaan yang belum ada,” katanya.
Secara terpisah Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyampaikan, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) perlu diatasi untuk menjaga pasar tidak terprovokasi.
Pada awal September, rupiah sempat menyentuh kisaran Rp 14.900 per dollar AS, terlemah selama dua dekade terakhir. Pelemahan itu didorong setelah CAD mencapai 3,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau 8 miliar dollar AS pada triwulan II-2018. Sebelumnya, defisit masih 2,21 persen terhadap PDB atau sebesar 5,7 miliar dollar AS pada triwulan I-2018.
Pasar yang terprovokasi akan ikut melemahkan nilai tukar rupiah yang saat ini ikut ditekan gejolak perekonomian global. Misalnya, kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve System yang diproyeksikan terjadi empat kali tahun ini.
”Beberapa strategi yang diterapkan untuk meminimasasi defisit baru memiliki dampak jangka panjang,” kata Enny.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah dapat mengakalinya dengan meningkatkan penerimaan devisa untuk pembiayaan impor dan pembayaran utang dari sektor jasa, khususnya pariwisata.
Selain menyediakan destinasi wisata baru, pemerintah juga perlu serius dalam memikirkan langkah menarik wisatawan mancanegara datang ke Indonesia. Adapun pemerintah menargetkan kedatangan 17 juta wisatawan mancanegara pada 2018.