KOMPAS - Kepala daerah yang terlibat dan ikut berkampanye dalam pemilihan umum harus mengajukan cuti. Hal ini bertujuan untuk menghindari kepala daerah menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye atau menyalahi tugas sebagai pejabat publik.
Aturan terkait kepala daerah berkampanye untuk mengajukan cuti tertuang dalam Pasal 35, 36, 38 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melalui keterangan tertulisnya, Kamis (13/9/2018), menyampaikan, saat mengajukan cuti untuk berkampanye, kepala daerah juga harus mencantumkan jadwal dan jangka waktu serta lokasi kampanye.
"Cuti dilaksanakan untuk satu hari kerja dalam satu minggu pada masa kampanye. Adapun hari libur adalah hari bebas untuk berkampanye," ujar Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan, pengajuan ijin cuti bagi gubernur/wagub disampaikan ke menteri untuk diproses dan diterbitkan persetujuan. Sementara pengajuan ijin cuti bagi bupati/wabup dan wali kota/wakil wali kota disampaikan ke gubernur.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kepala daerah memang diperbolehkan menjadi anggota tim kampanye pasangan capres-cawapres. Namun, aturan tersebut melarang kepala daerah untuk menjadi ketua tim kampanye.
Saat ini, tercatat sudah ada delapan gubernur yang menyatakan dukungannya terhadap Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Pernyataan tersebut diutarakan saat pelantikan gubernur terpilih di Istana Negara, Rabu, 5 September 2018 lalu.
Kedepalan gubernur tersebut antara lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Gubernur Bali I Wayan Koster, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, dan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Meski demikian, Ombudsman Republik Indonesia meminta penyelenggara negara atau pejabat publik, seperti menteri dan kepala daerah, tidak memberikan dukungan langsung kepada salah satu pasangan calon di Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida, dukungan langsung kepala daerah tersebut berpotensi memunculkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan publik.
Tetap berpedoman
Ketua DPP PAN sekaligus Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Sandiaga, Yandri Susanto, menegaskan akan tetap berpedoman terhadap peraturan yang menyebutkan bahwa kepala daerah wajib mengajukan cuti saat berkampanye.
Yandri menyatakan, hal ini bertujuan untuk menghindari kepala daerah menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye atau menyalahi tugas sebagai pejabat publik.
"Sampai hari ini kami menghindari untuk menempatkan atau melibatkan kepala daerah secara langsung di tim pemenangan. Kami minta mereka konsentrasi untuk mengurus daerahnya masing-masing," ujar Yandri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis
Sementara itu, Ketua TKN Jokowi-Ma\'ruf Erick Thohir, kemarin, menyampaikan, saat ini TKN sedang membentuk Tim Kampanye Daerah (TKD) dan belum ada pembahasan secara khusus mengenai pelibatan kepala daerah dalam struktur tim kampanye. Menurut dia, masih terlalu dini jika para gubernur, bupati, dan wali kota dimasukan dan dilibatkan ke dalam struktur TKD.