JAKARTA, KOMPAS – Kesejahteraan mitra pengemudi dan pelanggan menjadi prioritas layanan penyedia aplikasi transportasi daring Grab Indonesia. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu adanya program yang dapat meminimalisir adanya kecurangan yang merugikan mitra pengemudi maupun pelanggan.
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata mengatakan pihaknya melakukan berbagai upaya untuk melindungi mitra pengemudi dan pelanggan yang rentan terhadap aksi kecurangan salah satunya dengan kampanye “Grab Lawan Opik”. Kecurangan tersebut berupa “opik” atau order fiktif dan “tuyul” atau GPS (Global Positioning System) palsu yang dapat merugikan pengemudi dan pelanggan.
“Berdasarkan keluhan mitra kami mengembangkan sistem anti opik dan tuyul,” kata Ridzki, dalam konferensi pers di Plaza Maspion, Jakarta Utara, Kamis (13/9/2018).
Order fiktif kerap dilakukan oleh pengemudi untuk meningkatkan poin performa dengan tujuan mendapatkan bonus pendapatan. Modus ini dilakukan dengan cara membuat order palsu ke akun pelaku. Namun, yang kerap terjadi adalah order tersebut masuk ke pengemudi lain dengan ketidakjelasan tujuan dan status pemesanan.
Selain itu, terdapat modus lain, yaitu akun pengemudi palsu. Selanjutnya, ketika pelanggan memesan maka yang terjadi adalah tidak ada kejelasan pengemudi yang menjemput.
“Order palsu membuat mitra maupun pelanggan bingung karena tidak ada kejelasan, tentu merugikan,” ujar Ridzki. Sementara itu, kerugian yang ditimbulkan akibat GPS palsu adalah pelanggan menjadi terlalu lama menunggu pengemudi akibat posisi pengemudi tidak sesuai dengan yang tertampil pada aplikasi.
Menanggapi fenomena tersebut, pihak Grab memperbaharui aplikasi yang menyediakan fitur anti tuyul. Dengan adanya fitur tersebut, para pengemudi hanya dapat menjalankan aplikasi Grab apabila menghapus aplikasi tuyul pada gawainya.
Ridzki mengatakan, pihaknya tidak memberi ruang bagi pengemudi-pengemudi yang melakukan kecurangan. Jika terdapat pengemudi yang curang maka akan diberi peringatan hingga diputus hubungan mitra.
Bukan solusi
Adanya tuntutan kenaikan tarif yang kerap dilayangkan mitra pengemudi, bagi Ridzki bukanlah solusi. Menurutnya, kenaikan tarif justru akan mengurangi pendapatan.
“Mitra pengemudi yang menjalankan pekerjaan dengan baik dan mengikuti program bisa mendapat pendapatan yang sesuai,” ujar Ridzki.
Salah satu pengemudi Grab Car yang hadir dalam konferensi pers, Irfan mengatakan ia dapat memperoleh pendapatan sekitar Rp 4 juta rupiah dalam waktu satu minggu tanpa menggunakan kecurangan. “Kuncinya rajin, tidak perlu curang,” kata Irfan.
Pengemudi Grab Car lain yang hadir dalam acara tersebut, Bob turut mengatakan hal yang sama. Ia dapat memperoleh pendapatan sekitar Rp 4 juta rupiah dengan cara aktif bekerja dan mengikuti program-program yang disediakan pihak aplikasi.
Ditemui secara terpisah, SA (30) pengemudi Grab Bike mengatakan, ia setuju dengan tarif yang ditetapkan perusahaan tetapi menginginkan perbaikan nilai insentif. “Kami ingin dihargai, nilai insentif sedikit masih dipotong 20 persen,” ujarnya.
Ridzki menambahkan pihaknya terbuka dengan keluhan mitra pengemudi terkait segala hal yang terjadi di jalan. Hal itu dilakukan dengan adanya kegiatan kopi darat dengar pendapat bersama komunitas mitra di Jakarta sebanyak 20 kali seminggu dan di luar Jakarta sebanyak sembilan kali per minggu.
Menanggapi aksi massa di kantor Grab pada Senin (10/9/2018), Ridzki mengatakan peserta aksi merupakan sekelompok kecil mitra pengemudi yang tidak mewakili keseluruhan komunitas mitra Grab. Selain itu, terdapat indikasi peserta aksi yang sebelumnya melakukan kecurangan terhadap pengemudi lain maupun pelanggan.
“Tentunya kalau kemenhub (Kementerian Perhubungan) ajak diskusi, kami akan datang,” ujar Ridzki saat ditanya apakah akan membuka ruang diskusi dengan kemenhub, aplikasi pesaing, dan pendemo. Pihaknya pun berharap segala masukan dari mitra disampaikan secara tertulis serta melalui musyawarah mufakat. (Dionisia Gusda Primadita Putri)