HANOI, RABU Wakil Perdana Menteri China Hu Chunhua, Rabu (12/9/2018), di Hanoi, Vietnam, menyerukan penolakan terhadap proteksionisme. Menurut dia, kebijakan perdagangan secara sepihak yang diterapkan beberapa negara merupakan ”bahaya sangat serius” bagi ekonomi dunia.
Pendapat itu disampaikannya saat perselisihan perdagangan antara China dan AS memburuk. Washington, di bawah pemerintahan Donald Trump, secara luas dianggap telah menempuh aksi proteksionis lewat kebijakan penerapan tarif impor.
”Tindakan proteksionis dan unilateral beberapa negara secara serius melemahkan rezim perdagangan multilateral berbasis aturan, yang menimbulkan bahaya paling serius bagi ekonomi dunia,” ujar Hu pada acara World Economic Forum on ASEAN.
”Kita harus secara tegas menolak proteksionisme dan unilateralisme, dengan tegas mendukung multilateralisme, serta menjunjung tinggi ekonomi dunia ataupun rezim perdagangan multilateral,” ujar Hu.
Pekan lalu, Trump mengatakan siap untuk memungut tarif tambahan pada hampir semua impor China. Ia mengancam penerapan tarif terhadap 267 miliar dollar AS produk China, lebih besar dari angka 200 miliar dollar AS yang telah direncanakan sebelumnya.
China pada Senin silam mengatakan akan melakukan balasan jika AS mengambil langkah baru dalam konflik dagang kedua negara.
Trump selama ini mengkritik surplus perdagangan China atas AS. Beijng telah didesak untuk segera memangkasnya.
Analis JP Morgan menulis dalam sebuah catatan, jika AS mengenakan tarif tambahan 25 persen pada barang-barang China senilai 200 miliar dollar AS, pengangguran di China dapat meningkat sekitra 3 juta orang, dengan asumsi Beijing tidak melakukan tindakan balasan.
Jika Washington bergerak maju dengan tarif 25 persen pada semua impor China, sekitar 6 juta pekerjaan di China dapat terpengaruh. Menurut JP Morgan, perkiraan ini dibuat dengan asumsi tidak ada langkah balasan oleh China dan tidak ada perubahan nilai yuan.
Dalam acara yang sama di Hanoi, para pemimpin negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) juga menyuarakan dukungan terhadap pakta multilateral.
Meski demikian, PM Singapura Lee Hsien Loong mengaku tak yakin apakah kesepakatan perdagangan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) akan tercapai tahun ini. Kesepakatan ini meliputi 10 negara anggota ASEAN, ditambah China, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
”(Kami) berharap untuk mencapai hasil substansial bagi RCEP pada akhir tahun ini, tetapi hal itu belum bisa dijamin,” ujar Lee di Hanoi.
RCEP yang didukung Beijing mendapat dorongan baru setelah AS menarik diri dari perjanjian perdagangan Kemitraan Trans- Pasifik (TPP) yang tidak menyertakan China.
Memicu ketidakstabilan
Sehari sebelumnya, Presiden China Xi Jinping menyatakan, solusi politik oleh dunia internasional dibutuhkan untuk melawan gejala proteksionisme. Meski tak menyebut Washington secara khusus, ia merujuk tindakan AS sebagai hal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakpastian secara global.
”Dalam situasi internasional yang berubah cepat, dengan meningkatnya ketidakstabilan dan ketidakpastian, kerja sama antara Rusia dan China semakin penting,” kata Xi seusai pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela gelaran Eastern Economic Forum di Vladivostok, Rusia, Selasa (11/9). Pernyataan itu termuat dalam sebuah transkrip yang diunggah di situs Kremlin.
Xi, yang negaranya terkunci dalam konflik perdagangan dengan AS, memang tidak menyebut nama Washington. Namun, komentarnya menegaskan ia merujuk ke AS dan apa yang dianggap Moskwa dan Beijing sebagai unilateralisme merupakan hal yang tak dapat diterima.
”Bersama dengan komunitas internasional, kami akan memajukan solusi politik untuk masalah-masalah saat ini, dengan gigih membela tujuan dan prinsip piagam PBB, bersama-sama menentang unilateralisme serta proteksionisme perdagangan, dan memajukan jenis hubungan internasional baru,” ujar Xi.
Putin mengatakan, Moskwa dan Beijing merencanakan untuk menggunakan mata uang nasional—rubel dan yuan—lebih sering dalam transaksi perdagangan.