Rumah Masa Kecil Pramoedya Ananta Toer Jadi Pusat Sastra
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Sebagai tempat kelahiran sastrawan ternama Pramoedya Ananta Toer, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hendak membangun kembali ekosistem kegiatan sastra dan kebudayaan di daerah itu. Rumah masa kecil Pramoedya segera direvitalisasi untuk menjadi pusat kegiatan sastra.
Hal itu dilakukan Kemdikbud melalui platform Indonesiana, dengan pelaksanaan bersama-sama Pemkab Blora. Sebagai bagian dari kegiatan, diselenggarakan festival dengan tema ”Cerita dari Blora” yang digelar di sejumlah tempat di Blora, termasuk rumah masa kecil Pramoedya pada 12-15 September 2018.
Pramoedya (6 Februari 1925-30 April 2006) semasa hidupnya menghasilkan sekitar 50 karya buku. Adapun hingga sekarang, ada alih bahasa karya-karya Pramoedya ke dalam 42 bahasa dunia.
Staf Khusus Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anung Karyadi, di Blora, Kamis (13/9/2018), mengatakan, kegiatan diawali komunikasi antara Wakil Bupati Blora dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud. Sebelum menjadi pusat kegiatan sastra, renovasi perlu dilakukan di rumah itu.
Menurut Anung, rencana awal adalah membangun joglo sederhana. ”Namun, akhirnya sekalian revitalisasi rumah karena hasil survei kami, memang ada bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Rumah tak akan diubah bentuknya atau dihancurkan. Hanya perbaikan, misalnya di bagian-bagian yang miring (rapuh),” ujarnya.
Anung mengatakan, anggaran untuk revitalisasi rumah masa kecil Pramoedya itu, yakni sekitar Rp 500 juta. Setelah melalui tahapan diskusi, survei, dan perencanaan, saat ini dalam proses tender. Pekerjaan fisik diperkirakan mulai Oktober 2018. Pengembangan seperti rencana kegiatan sastra di rumah itu dianggarkan tahun depan.
Adapun kegiatan Indonesiana, menurut Anung, dilakukan minimal dalam tiga tahun, kelanjutan revitalisasi dan penataannya akan panjang. ”Ke depan, kami lakukan penataan, termasuk menggalakkan kembali kegiatan sastra. Juga, menggali potensi-potensi budaya yang ada untuk diikutsertakan,” kata Anung.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Blora Kunto Aji mengatakan, pihaknya siap melengkapi kebutuhan revitalisasi yang diprakarsai Kemdikbud. ”Kami akan terus menggandeng komunitas-komunitas serta pelajar agar rumah ini hidup sebagai pusat kegiatan sastra,” katanya.
Adik Pramoedya, Soesilo Toer, mengatakan, dirinya tidak masalah dengan rencana revitalisasi rumah yang saat ini menjadi tempat tinggalnya. ”Silakan saja mau diapakan asalkan bentuk-bentuk asli yang selama ini menjadi khas tak diubah. Nanti akan dikelola pemerintah. Mungkin, dengan menjadi tujuan wisata, Blora akan diperkenalkan kepada dunia,” ujarnya.
Di rumah masa kecil Pramoedya tersebut, Soesilo Toer dan Koesala Toer, adik-adik Pramoedya, mendirikan perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) pada 2006. Hingga kini, perpustakaan itu masih berdiri.
Kegiatan pengungkit
Adapun festival ”Cerita dari Blora” diharapkan menjadi pengungkit agar ekosistem kegiatan sastra dan kebudayaan di Blora. ”Rumahnya ada, tetapi komunitasnya belum, karena itu, kami coba bangun melalui kegiatan-kegiatan di festival. Kami padukan sendi dan sastra, sekaligus untuk capacity building,” ujar Anung.
Sejumlah kegiatan pada festival tersebut antara lain Diklat Penulisan Prosa, Musikalisasi Puisi, Lokakarya Tayub dan Wayang Krucil, Pergelaran Singiran, serta diskusi. Di rumah masa kecil Pramoedya, di Jalan Sumbawa Nomor 40, Jetis, Blora, juga dipamerkan sejumlah karya lukis wajah Pramoedya sejumlah seniman. Dipamerkan juga barang-barang peninggalannya.
Anung menambahkan, tak dimungkiri, sebagaian orang masih melihat Pramoedya kental dengan ideologi kiri, di mana karya-karyanya sempat dilarang beredar. ”Ini tugas kita untuk menyosialisasikan agar jangan melihat politiknya, tetapi sastranya. Itu edukasi yang berat, tetapi harus dilakukan sejak sekarang,” kata Anung.