JAKARTA, KOMPAS - Selain perlu membersihkan data pemilih tetap yang diduga ganda, pemangku kepentingan Pemilu 2019 juga harus melindungi jutaan pemilih potensial yang belum terakomodasi dalam daftar pemilih tetap, antara lain akibat soal administrasi kependudukan. Para pemilih yang belum terakomodasi dalam DPT perlu segera mengurus administrasi kependudukan agar bisa masuk dalam daftar pemilih khusus.
Data Komisi Pemilihan Umum menunjukkan, pada Pemilu 2019, daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) 196,5 juta, sedangkan daftar pemilih tetap (DPT) dalam negeri 185,7 juta jiwa. Ada selisih sekitar 10,8 juta jiwa. Sebagai pembanding, pada Pemilu 2014, DPT dalam negeri 188,2 juta, sedangkan DP4 190,4 juta. Selisihnya ”hanya” 2,2 juta jiwa.
”Potensi pemilih ganda memang ada, tetapi saat bersamaan juga ada pemilih yang terancam hak pilihnya dalam jumlah lebih besar,” kata anggota KPU, Viryan Azis, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Menurut Viryan, data pemilih yang diduga ganda diperkirakan tak lebih dari 2 persen di DPT dalam negeri yang jumlahnya 185,7 juta, sementara pemilih potensial yang belum terakomodasi di DPT hampir 11 juta. Angka perkiraan ini didapat dari jumlah DPT dikurangi DP4 Pemilu 2019. Berbeda dengan Pemilu 2014, pada Pemilu 2019, basis pendataan pemilih ialah KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el.
Mengutip data Kementerian Dalam Negeri, Viryan menyebut warga yang merekam KTP-el per awal Agustus 2018 sudah sekitar 183 juta. ”Ada 2 juta pemilih yang menggunakan surat keterangan (untuk masuk DPT). Padahal, yang belum masuk DPT hampir 11 juta. Ini harus jadi perhatian semua,” katanya.
Viryan mengakui, persoalan ini dikemukakan dalam rapat bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri di Semarang, kemarin. Bahkan, Kemendagri menyampaikan komitmen perekaman dan pencetakan KTP-el akan tuntas 100 persen pada Desember 2018. Karena itu, masyarakat bisa aktif merekam data KTP-el agar bisa menggunakan hak pilihnya.
Warga juga bisa memeriksa namanya dalam daftar pemilih di kantor desa dan kelurahan lewat aplikasi KPU RI Pemilu 2019, atau lewat laman daring KPU, https://infopemilu.kpu.go.id/pemilu2019/cari-pemilih. Pemilih yang namanya belum masuk DPT bisa menghubungi petugas KPU. Namun, mereka tetap harus punya KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el agar bisa diakomodasi di daftar pemilih khusus (DPK).
Terkait pemilih ganda, sejauh ini Bawaslu sudah menelusuri DPT 460 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota. Dari total 151,2 juta pemilih yang diperiksa, ada 2.612.814 pemilih yang diduga ganda. Jumlah ini bertambah dari data yang diserahkan Bawaslu ke KPU, yakni sekitar 1 juta pemilih yang diduga ganda dari hasil penelusuran di 285 kabupaten/kota. Data ini akan diperiksa KPU kembali di daerah sehingga pemilih yang diyakini ganda dicoret.
Penyebab ganda
Ketua Bawaslu Abhan menambahkan, ada beberapa kemungkinan terjadinya data pemilih ganda, yakni kesalahan manusia dan data awal, atau ada persoalan dengan Sistem Informasi Data Pemilih KPU. Sejauh ini, Bawaslu belum menemukan indikasi kesengajaan dari munculnya pemilih ganda. ”Data ganda ini perlu dibersihkan karena terkait validitas (jumlah) logistik pemilu untuk menjamin kepastian jumlah pemilih sekaligus agar tak ada potensi manipulasi data pemilih dan perolehan suara,” kata Abhan.
KPU, kata Viryan, akan memeriksa data jumlah pemilih yang diduga ganda. Dari hasil penelusuran data pemilih yang diduga ganda yang diserahkan Bawaslu, tak semua dari data itu benar-benar pemilih ganda. Penelusuran data pemilih ganda ini ditargetkan bisa rampung beberapa hari mendatang sehingga bisa direkapitulasi di tingkat nasional pada 16 September.