Yokohama, Kamis-- Petenis putri Jepang, Naomi Osaka, akhirnya angkat bicara tentang final Grand Slam Amerika Serikat Terbuka yang dijuarainya. Dia menyatakan tak sedih meski kemenangannya terganggu pertengkaran lawannya, Serena Williams, dan wasit Carlos Ramos.
Osaka meraih gelar juara grand slam pertamanya pada AS Terbuka setelah di final, 8 September, mengalahkan Serena Williams, 6-2, 6-4. Alih-alih menjadi momen ceria bagi Osaka, di akhir final itu petenis berusia 20 tahun tersebut menangis.
Momen paling mengharukan terjadi ketika Osaka menangis, sambil menutupi wajah dengan topinya, saat terdengar cemoohan penonton dalam acara penyerahaan hadiah. Sorakan penonton itu ditujukan pada wasit yang beberapa kali diprotes Serena hingga membuatnya mendapat penalti poin dan gim. Serena pun didenda 17.000 dollar AS karena kata-kata kasarnya pada wasit.
Sambil terisak, dalam sambutan yang diberikan petenis, Osaka bahkan meminta maaf karena telah mengalahkan Serena yang didukung sebagian besar penonton. Namun, Osaka menyatakan tak bersedih atas insiden tersebut.
”Saya tidak bersedih karena saya tidak tahu akan memiliki perasaan seperti apa. Itu adalah final grand slam pertama saya dan saya memenanginya. Tentu saja saya senang dengan pencapaian itu,” kata Osaka pada wartawan di Yokohama, Jepang, Kamis (13/9/2018).
Osaka berada di kota tersebut untuk menandatangani kontrak dengan Nissan, yang menjadikannya sebagai duta perusahaan otomotif tersebut. Osaka juga berada di Jepang untuk mengikuti turnamen WTA Premier Tokyo, 17-23 September.
Kepolosan Osaka saat meminta maaf karena telah mengalahkan Serena juga terlihat ketika diundang menjadi tamu dalam acara talkshow Ellen Degeneres. Saat ditanya hadiah uang 3,8 juta dollar AS akan digunakan untuk apa, Osaka mengatakan akan membeli TV besar untuk orang tuanya.
Oleh karena malu, dia juga menutup wajahnya ketika Ellen akan memotretnya. Foto yang akhirnya didapat dengan swafoto bersama Ellen itu dikirimkan pada aktor favorit Osaka, Michael B Jordan. ”Saya terlalu muda untuk menanggung beban malu seperti ini,” katanya.
Pelatihnya, Sascha Bajin, dalam akun Twitter-nya mengomentari sikap Osaka dalam acara itu. ”Naomi tetaplah Naomi,” katanya.
Panutan anak-anak
Dibalik sikapnya yang pemalu, Osaka bertekad ingin menjadi panutan anak-anak di Jepang. ”Saya ingin anak-anak yang melihat saya punya keinginan bermain tenis. Saya ingin menjadi contoh petenis putri seperti Kei (Nishikori) yang telah menjadi teladan petenis putra,” tutur Osaka yang saat ini menempati peringkat ketujuh dunia.
Sebagai petenis Jepang pertama yang menjuarai grand slam nomor tunggal, Osaka juga telah menjadi salah satu contoh sosok keturunan dua budaya yang sukses. Osaka, yang memiliki ibu orang Jepang dan ayah dari Haiti, telah menunjukkan Jepang sebagai negara yang makin terbuka akan percampuran budaya.
Osaka sama seperti Asuka Antonio Cambridge, pelari cepat Jepang berdarah Jamaika. Cambridge mengantarkan Jepang meraih medali perak lari estafet 4x100 meter Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan emas Asian Games 2018.
Namun, Osaka tak terlalu memikirkan statusnya. ”Bagi saya, itu bukanlah hal yang harus dipikirkan. Saya adalah saya,” katanya.