SURABAYA,KOMPAS — Kebakaran kawasan hutan di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Magetan, berhasil dikendalikan. Namun, potensi munculnya kembali kobaran api terus diwaspadai karena cuaca panas dan kering. Patroli kebakaran hutan digalakkan sebagai bagian dari mitigasi bencana.
Kepala Departemen Perlindungan Hutan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur Arif Herlambang mengatakan, potensi terjadinya kebakaran hutan selama musim kemarau ini sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan kemarau tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, saat ini luas kawasan hutan Perhutani yang terbakar di wilayah Jatim telah lebih dari 200 hektar.
”Tahun lalu luas kawasan hutan yang terbakar hanya 50-70 hektar. Sekarang sudah tiga kali lipatnya. Adapun daerah yang rawan terbakar adalah kawasan hutan di lereng gunung yang vegetasinya berupa savana,” ujar Arif.
Api membakar hamparan semak atau savana di lereng Gunung Lawu di wilayah hutan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, sejak akhir Agustus lalu. Selama dua pekan api telah menghanguskan sedikitnya enam petak kawasan hutan, yakni Petak 39, 19, 30, 15, 17, serta Petak 41 dengan luas hamparan lebih dari 70 hektar.
Data Perhutani Jatim, ada sembilan gunung dengan kawasan hutan rawan terbakar karena hampir setiap tahun terjadi kebakaran, yakni Lawu, Kelud, Wilis, Arjuno, Botak, Panderman, Kawi, Raung, dan Ijeng. Pihaknya telah membentuk satuan koordinator pelaksana (satkorlak) bencana kebakaran hutan di setiap kesatuan pemangkuan hutan (KPH).
Satkorlak ini melibatkan polisi hutan, Lembaga Masyarakat Desa Hutan, dibantu aparat kepolisian dan TNI setempat serta BPBD di setiap kabupaten. Selain itu, Perhutani juga menggalakkan kegiatan patroli hutan untuk mendeteksi potensi kebakaran agar bisa ditangani sejak dini.
Arif menambahkan, kebakaran hutan harus ditangani dengan serius agar tidak sampai menyebabkan bencana yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Mitigasi menjadi kunci karena untuk mengatasi kebakaran hutan, masih banyak kendala di lapangan, mulai dari medan terjal yang sulit dijangkau, angin kencang, peralatan yang terbatas, hingga ketiadaan sumber air.
Berdasarkan catatan Perhutani Jatim, kebakaran hutan selama musim kemarau ini telah mengakibatkan dua warga meninggal. Korban bernama Wagimin (76), warga Desa Ngendut, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Dia meninggal akibat luka bakar parah yang diderita. Korban terkepung api saat mencari rumput di kawasan hutan Gunung Pegat yang terbakar pertengahan Agustus lalu.
Selang satu pekan kemudian, Yatinem (52) ditemukan tewas terbakar di kawasan hutan pinus Resor Pemangkuan Hutan Sooko BKPH Wilis Selatan. Warga Desa Ngadirojo, Kecamatan Sooko, Ponorogo, itu membersihkan ladang dan mengumpulkan serasahnya untuk dibakar. Naas, angin bertiup kencang, menyebabkan api merambat ke hutan pinus yang berbatasan dengan ladangnya.
”Korban panik dan berupaya memadamkan kobaran api dengan memukulkan ranting basah. Namun, api yang telah membesar justru membakarnya, hingga meninggal dunia,” ucap Arif.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono mengatakan, potensi kebakaran hutan di wilayahnya tinggi, terutama yang berada di lereng Gunung Wilis. Oleh karena itu, pihaknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mewaspadai kebakaran hutan di sekitar permukiman mereka.
Dia juga mengimbau warga tidak melakukan kegiatan yang menyebabkan kebakaran hutan, seperti membersihkan ladang dengan cara dibakar dan mencari madu hutan dengan cara membuat perapian untuk mengusir lebah.
Masyarakat juga senantiasa diingatkan agar tidak lupa mematikan api unggun serta membuang puntung rokok yang masih menyala di sembarang tempat karena baranya bisa memicu kebakaran.