Pemanjat Papan Reklame Sudah 12 Kali Melapor ke Komnas HAM
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanjat papan reklame di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Agustinus Worowull, sudah 12 kali melapor ke Komisi Hak Asasi Manusia dengan kasus berbeda-beda. Kematian keponakannya pada 2016 menjadi alasan utama ia memanjat papan reklame, Rabu (12/9/2018) pagi hingga Kamis (13/9) sore.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, Agustinus telah 12 kali membuat laporan pengaduan dengan kasus berbeda, di antaranya permohonan tindak lanjut penanganan kerusakan lingkungan di Surabaya, jaminan keamanan, penanganan kasus secara profesional dan akuntabel, serta permohonan untuk segera membayarkan hak pensiunnya yang telah dihentikan sejak 1984.
Kasus kematian keponakan Agustinus merupakan alasan utama dia memanjat papan reklame di Pasar Rebo tersebut. Tindakan Agustinus tersebut membuat kawasan Pasar Rebo ramai dan ia mendapat perhatian publik.
Beberapa kali Agustinus diminta pihak kepolisian untuk turun dari papan reklame, tetapi ia menolaknya. Ia mau turun setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie datang menemuinya.
”Tindakan Agustinus ini meresahkan banyak orang, jangan ditiru,” kata Jimly saat ditemui di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Meskipun demikian, Jimly tetap akan membantu Agustinus menyelesaikan masalahnya. Dalam kunjungannya, Jimly diterima oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Mencari keadilan
Adapun Agustinus melakukan tindakan nekatnya tersebut lantaran ingin mencari keadilan atas kematian keponakannya yang terjadi pada 2016. Ia menceritakan kepada Jimly, keponakannya merupakan seorang yatim piatu sehingga diasuh oleh Agustinus.
Seminggu sebelum meninggal, keponakan Agustinus menginap di rumah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah keponakannya meninggal, Agustinus meminta pertanggungjawaban anggota TNI tersebut. Namun, ia dimintai ganti rugi oleh anggota TNI itu atas kerusakan sepeda motornya.
Menurut pengakuan anggota TNI tersebut, keponakan Agustinus meninggal karena kecelakaan tunggal. Padahal, keponakan Agustinus masih di bawah umur dan tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM).
Atas perlakuan anggota TNI tersebut, Agustinus mencari keadilan dengan melaporkan kasusnya ke Komnas HAM, Lembaga Bantuan Hukum, pihak kepolisian, dan markas TNI. Namun, Agustinus merasa tidak mendapatkan hasil.
Keluarkan banyak uang
Bahkan, Agustinus merasa harus mengeluarkan uang banyak agar kasusnya ditangani. Merasa kasusnya diabaikan, Agustinus nekat melakukan beberapa aksi panjat papan reklame untuk menyampaikan kekesalannya kepada aparat.
Ahmad menjelaskan, kasus ini telah ditutup pada 2016 karena kepolisian tidak menemukan bukti adanya pembunuhan. ”Keponakan Agustinus meninggal karena kecelakaan tunggal seperti pengakuan anggota TNI tersebut,” ujarnya.
Diproses kembali
Jimly meminta Komnas HAM dan kepolisian memproses kembali kasus yang dialami Agustinus dan mengusutnya sampai tuntas. Ahmad telah menyampaikan kasus yang dialami Agustinus ke Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan meminta kepolisian mengusut kasus tersebut secara manusiawi.
”Kapolri telah meminta anak buahnya untuk mengusut sampai tuntas kasus tersebut,” kata Ahmad. Ia menambahkan, pihak Komnas HAM masih menunggu laporan perkembangan terakhir dari Agustinus.
Menurut Jimly, kasus yang dialami Agustinus mudah diselesaikan asalkan lembaga dan pejabat negara tidak mengabaikan tanggung jawabnya untuk membantu para pencari keadilan.
”Komnas HAM dan kepolisian adalah tempat paling tepat untuk mencari keadilan tersebut,” kata Jimly.
Jimly menambahkan, dia telah datang ke kepolisian dan menyampaikan kasus yang menimpa keponakan Agustinus. Kepolisian akan mengusut kasus kematian keponakan Agustinus sesuai dengan prosedur.
Jimly berharap, Agustinus mau menerima segala hasilnya dengan lapang dada karena telah diproses sesuai dengan aturan.
Jimly menuturkan, tindakan Agustinus tidak dapat dicontoh karena meresahkan banyak orang. Selain itu, aparat perlu profesional menangani segala kasus yang dilaporkan oleh para pencari keadilan.
”Saya berharap para pejabat mau turun melayani rakyat,” ujar Jimly.