JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 80 persen peti kemas yang digunakan untuk mengangkut barang melalui pelayaran dinilai tidak layak pakai. Kondisi dinilai tidak sejalan dengan keinginan meningkatkan perdagangan ekspor.
Penilaian kondisi itu diperoleh berdasarkan survei yang digelar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan pada tahun 2014-2015. Survei itu menemukan hanya 20 persen kontainer di Indonesia yang laik pakai. Sisanya dinilai tidak layak pakai karena rusak atau tak standar.
Kondisi itu dinilai mengkhawatirkan karena peti kemas dipakai untuk pengapalan ekspor impor serta perdagangan antarpulau atau domestik.
”Sudah waktunya penindakan terhadap pelayaran yang mengoperasikan peti kemas tidak laik,” kata Sekretaris Jenderal Indonesia Maritime Logistic and Transportation Watch Achmad Ridwan Tento di Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Menurut Ridwan, penindakan atas peti kemas yang tak layak pakai itu sesuai amanat Undang-Undang No 17/2008 tentang Pelayaran. Adapun teknis kelaikannya tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 53/2018 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dwi Budi Sutrisno mengatakan, kelaikan peti kemas menjadi salah satu komponen penting dalam meningkatkan daya saing ekspor barang. Oleh karena itu, pengaturan kelaikan peti kemas sebagai bagian dari alat angkut di kapal wajib memenuhi syarat kelaikan dan berat kotor peti kemas.
Ketua Bidang Kontainer Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Shipowners\' Association (INSA) Teddy Arief Setiawan berpendapat, perlu dipikirkan bagaimana pengimplementasian di lapangan mengingat peti kemas bergerak terus dalam pemakaiannya. ”Kami berharap penerapannya juga tidak mengganggu operasional karena akan berdampak terhadap arus logistik nasional,” ujarnya.
Dia mempertanyakan kriteria peti kemas layak pakai. Teddy berharap regulasi yang dikeluarkan pemerintah jangan sampai menghambat kegiatan bisnis angkutan laut dan logistik karena akan memengaruhi perekonomian nasional.