Sejumlah Waduk Mengering
SOREANG, KOMPAS Krisis air di sejumlah daerah di Indonesia terus meluas. Bahkan, tidak sedikit waduk dan saluran irigasi yang airnya menyusut dan akhirnya mengering. Kondisi ini diprediksi terjadi hingga beberapa waktu ke depan. Tak pelak, krisis pangan mengancam kehidupan masyarakat.
Di Jawa Barat, misalnya, sembilan kecamatan di Kabupaten Bandung kekurangan air bersih dalam sebulan terakhir.
”Total 176.000 hektar kawasan yang terdampak kekeringan itu dan berdampak pada 115.443 warganya,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Sudrajat, Kamis (13/9/2018).
Sudrajat mengatakan, untuk sementara, ditempatkan ratusan penampungan air berkapasitas 5.000 liter di 60 desa. Hal itu dilakukan hingga 31 Oktober 2018 atau akhir dari siaga darurat kekeringan tahap pertama sejak 23 Agustus. ”Penampungan air itu setiap hari diisi secara bergiliran agar warga bisa memanfaatkannya,” ujarnya.
Asep (42), warga RW 006 Desa Tarajusari, Kecamatan Banjaran, mengatakan, kekeringan kali ini membuat sumur bor milik warga mengering. Sejak awal ia yakin pasokan air berkurang karena warga harus berebut air dengan banyak pabrik di Tarajusari. Ironisnya, saat musim hujan, Tarajusari kerap menjadi daerah langganan banjir. Dipadati permukiman dan pabrik, kawasan ini minim daerah resapan air.
Situasi serupa terjadi di Serang, Banten. Pembantu Koordinasi Operasi Pusat Pengendalian Operasi BPBD Kabupaten Serang Joni Efendi mengatakan, bantuan air bersih disalurkan hingga lima kali per hari dari sebelumnya 1-3 kali per hari. Pada Kamis, misalnya, petugas BPBD Serang menyalurkan bantuan itu dua kali ke Desa Lempuyang di Kecamatan Tanara, satu kali ke Desa Blokang di Kecamatan Bandung, satu kali ke Desa Julang di Kecamatan Cikande, dan satu kali ke Desa Sanding di Kecamatan Petir. ”Jumlah warga penerima air bersih di desa-desa itu 545 keluarga,” kata Joni.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Agung Djuhartono menyampaikan, pengaturan air dari bendungan untuk lahan pertanian didasarkan pada rencana alokasi air tahunan. Rencana itu sesuai kebutuhan pengguna, yakni untuk irigasi pertanian dan air baku.
Agung memastikan informasi ketersediaan air ke pengguna, termasuk lahan pertanian yang airnya disuplai waduk, selalu tersosialisasi. Di setiap kawasan pertanian selalu dibuat rencana tata tanam yang disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Ia mengatakan, jika ada laporan kekeringan di lahan pertanian, kemungkinan bisa disebabkan kesalahan prediksi musim sehingga pola tanam tidak sesuai dengan kondisi cuaca. Namun, bisa juga ada petani yang membuat pola tanam yang berbeda dari rencana awal. Akibatnya, penanaman tidak sesuai dengan kondisi pasokan air.
Di sisi lain, saat musim kemarau, air tampungan bendungan susut. Saat ini ada delapan bendungan mengering, antara lain Waduk Jatigede di Jawa Barat. Tak heran, bekas-bekas bangunan pun kelihatan.
Aliran udara kering
Kekeringan ini, menurut Kepala Subbidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra, dipicu menguatnya kembali aliran udara kering dari Australia dan munculnya siklon tropis mangkhut di Pasifik. Itu sebabnya, kondisi cuaca di Indonesia makin kering dan panas. Kondisi ini akan memperparah kekeringan, terutama di Pulau Jawa.
Penguatan kembali aliran udara kering dari Australia terjadi sejak tiga hari lalu. Kondisi inilah yang memicu tingginya suhu udara di sejumlah wilayah Tanah Air. ”Seminggu lalu monsun Australia melemah sehingga sempat ada hujan di Indonesia, sekarang kembali menguat sampai akhir September. Situasi ini diperparah dengan munculnya siklon tropis mangkhut yang menarik massa udara basah ke arah utara,” katanya.
Menurut Agie, ekor siklon ini memang berpeluang menimbulkan hujan ringan di sejumlah daerah, seperti di Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara. Namun, secara umum, wilayah Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara makin kering. ”Peluang hujan ringan bisa muncul setelah siklon mangkhut ini meluruh sekitar 16 September,” ujarnya.
Suhu maksimum pada siang hari di sejumlah daerah di Indonesia tergolong cukup tinggi. Untuk kota-kota di Jawa, rata-rata 35-36 derajat celsius. Sementara suhu pada malam hari bisa turun hingga 20-21 derajat celsius.
”Jadi, rentangnya antara siang dan malam cukup tinggi. Kondisinya panas, tetapi kering sehingga memang sangat rentan kebakaran lahan,” katanya.
Dari pantauan BMKG, kekeringan terparah kini melanda Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT karena mayoritas wilayahnya
telah mengalami hari tanpa hujan dalam kategori ekstrem atau lebih dari 60 hari berturut-turut.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menambahkan, di Jawa, hari tanpa hujan terpanjang paling banyak terjadi di Jateng dan Jatim.
Daerah terkering di Jateng salah satunya di Wonogiri, yang beberapa kawasannya tidak turun hujan dalam 100 hari lebih, di antaranya Giritontro tanpa hujan 130 hari, Baturetno 134 hari, dan Wuryantoro 102 hari, sesuai laporan pos hujan masing-masing. Daerah terkering di Jatim adalah Gondang di Nganjuk yang tidak hujan selama 133 hari.(RTG/BAY/AIK/JUD/NAD)