UE Ingin Lebih Kuat
STRASBOURG, KAMIS Uni Eropa diharapkan bisa lebih kuat dan lebih berperan dalam percaturan global. Agar bisa mencapai hal ini, diperlukan independensi militer dan ekonomi dari sekutu tradisional Amerika Serikat.
Presiden Komisi Eropa Jean- Claude Juncker menjelaskan, UE ingin menjadi super, tetapi bukan kekuatan super (superpower). ”Saya tak suka ungkapan superpower,” katanya menjawab pertanyaan BBC, Kamis (13/9/2018), di Strasbourg, Perancis.
Sebelumnya, dalam pidato di depan parlemen Eropa, Juncker meminta para pemimpin negara UE menyerahkan kekuatannya kepada kelompok. Di dalam situasi perang dagang, terorisme, dan bangkitnya nasionalisme, Eropa harus menjadi pemain global dengan kebijakan luar negerinya yang sesuai dengan kekuatan ekonominya, kata Juncker dalam pidato berjudul ”Saat Kedaulatan Bangsa Eropa”.
Sekutu internasional yang selama ini bersama Eropa bisa saja jatuh sehingga UE memerlukan kemandirian. ”Kami tidak akan membuat militer UE. Yang kami inginkan, menjadikan UE lebih otonom dan menghidupkan tanggung jawab global kita,” ujar Juncker.
Sebagai blok yang terdiri 28 negara, UE sering terkendala karena dalam melakukan suatu kesepakatan harus mendapat persetujuan bersama. Oleh karena itu, Juncker mengemukakan rencana untuk menghapus syarat mufakat bulat dalam sejumlah hal. ”Kita harus menjadi aktor dunia yang lebih besar,” kata Juncker.
Komisi Eropa mengusulkan untuk memperkuat perbatasan dan pengamanan pantai dengan menempatkan 10.000 penjaga perbatasan pada tahun 2020.
Dalam bidang keuangan, Presiden Komisi Eropa menegaskan mata uang euro perlu lebih berperan sebagai alat pembayaran. Selama ini, 80 persen pembayaran energi menggunakan mata uang dollar AS. Hanya 2 persen impor energi dari AS yang memakai mata uang euro.
Namun, Kanselir Jerman Angela Merkel mengingatkan tantangan besar berupa kekompakan antaranggota dalam isu keimigrasian ketimbang mata uang.
Denda kepada Google
Dalam pertemuan di Strasbourg, pemimpin UE mengusulkan denda besar kepada Google, Facebook, Twitter, dan media daring lain jika mereka gagal menghapus konten ekstrem dalam waktu satu jam. ”Satu jam itu merupakan waktu yang menentukan saat kerusakan paling berat terjadi,” kata Juncker.
Dalam proposal yang diajukan kepada negara-negara anggota dan parlemen Eropa juga disebutkan perlu tindakan pro-aktif, misalnya pengembangan perangkat baru untuk menghapus konten pelecehan dan pengawasan manusia. Penyedia layanan harus menyediakan laporan tahunan yang transparan guna menunjukkan upaya mereka menangani pelecehan.
Penyedia layanan yang secara sistematis gagal menghilangkan konten ekstrem akan mendapat denda tinggi sampai 4 persen dari omzet global tahunan. ”Kita perlu perlengkapan yang kuat dan tepat sasaran untuk memenangi pertempuran online,” ujar Komisioner Hukum Vera Jourova.
Di sisi lain, draf menggariskan 28 negara yang tergabung dalam UE harus mempunyai kapasitas mengindentifikasi konten daring ekstrem, sanksinya, dan prosedur banding.
Sementara itu, parlemen Eropa pada Rabu akhirnya menyetujui rancangan undang-undang tentang hak cipta. Dengan persetujuan itu, undang-undang memberi kekuasaan kepada perusahaan penghasil berita dan rekaman terhadap raksasa internet seperti Google dan Facebook.
Pihak pendukung draf itu adalah media tradisional, yang sedang berjuang memperbaiki pendapatan saat pengakses internet menghindari surat kabar dan televisi. Dalam situasi ini, pendapatan iklan media tradisional tersedot oleh perusahaan internet.
Pemungutan suara yang berlangsung dramatis di Strasbourg mengonfirmasi UE sebagai pengkritik paling kuat Silicon Valley. Regulasi tentang hak cipta keluar menyusul keputusan antimonopoli yang merugikan Google dan Apple miliaran dollar AS.
Eropa juga memimpin gerakan politik untuk melindungi data pribadi. Upaya perlindungan ini menghangat tepat sebelum dilakukan pemungutan suara mengenai hak cipta.
Meskipun ada ketidakpastian saat menjelang pemungutan suara, pertemuan parlemen Eropa di Strasbourg akhirnya meloloskan rancangan undang-undang hak cipta dengan 438 suara yang mendukung, 226 menolak, dan 39 abstain.
Sidang parlemen juga menghasilkan keputusan pemberian sanksi kepada Pemerintah Hongaria yang dipimpin Viktor Orban. Hongaria dinilai telah melakukan beberapa pelanggaran atas nilai-nilai UE.
Sejak memimpin Hongaria tahun 2010, Perdana Menteri Orban menekan lembaga peradilan, media, dan kelompok-kelompok nonpemerintah. Selain itu, Hongaria juga menentang keras kehadiran pencari suaka yang masuk ke Eropa.
Kendati UE berulang kali menyampaikan protes, Orban bergeming.
Sebelum voting tersebut, di depan parlemen negaranya, Selasa, PM Hongaria menegaskan tidak akan tunduk terhadap ”ancaman” UE. Orban menyatakan akan tetap mempertahankan kebijakannya. ”Hongaria akan melindungi perbatasan-perbatasannya, menghentikan migrasi ilegal, dan mempertahankan hak-hak kita,” kata Orban.
(AFP/AP/REUTERS/RET)