Zona Kalap Penuhi Kebutuhan Masyarakat akan Buku Murah
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Zona Kalap di Indonesia International Book Fair, Jakarta, yang menawarkan diskon 50-80 persen mulai diserbu pengunjung. Selain potongan harga yang besar, pilihan buku yang beragam menjadi daya tarik pencinta buku untuk memborong banyak buku.
”Saya tidak hitung berapa jumlah buku yang saya beli. Total belanja buku sekitar Rp 2 juta,” kata Devi Raissa (30), pengunjung di Zona Kalap Indonesia International Book Fair (IIBF) di Jakarta Convention Center, Jakarta (14/9/2018).
Saat ditemui, Devi tengah mengemas puluhan buku yang ia beli dengan tas jinjing hitam. Ia membeli beragam buku, antara lain buku anak, buku bisnis, buku impor, dan buku pembelajaran pengasuhan anak.
Pameran buku yang diselenggarakan pada 12-16 September 2018 ini membuat Devi bisa berhemat uang untuk memiliki buku yang ingin ia baca dan koleksi. Sebagai penulis buku anak, Devi merasa perlu membaca banyak referensi untuk bisa menulis buku anak yang lebih baik. Adanya 220 penerbitan di IIBF membuat pengunjung seperti Devi bisa memenuhi kebutuhan bahan bacaannya.
Pengunjung lain, Hari Hartanto (25), membeli empat buku di Zona Kalap IIBF. Ia membeli buku-buku yang sering dilihat di toko buku, tetapi belum bisa ia beli. Karena dijual dengan harga murah di IIBF, ia memutuskan membeli buku-buku itu.
”Rata-rata potongannya di atas 50 persen dari harga di toko buku,” kata Hari yang bekerja sebagai penulis konten daring itu.
Salah satu buku yang ia beli adalah kumpulan cerita pendek penulis dunia yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia menyukai sastra karena membantunya belajar bertutur dalam menulis. Ia kerap menemukan kosakata baru bahasa Indonesia di karya sastra yang ia baca.
Selain itu, Hari bisa mendapat banyak teknik bercerita ketika membaca sastra. Adanya IIBF membantu ia bisa memiliki buku-buku yang sesuai kebutuhannya dengan harga terjangkau.
Setelah membeli buku di Zona Kalap, Hari mengunjungi beberapa stan penerbit di luar zona tersebut. Beberapa penerbit yang bukunya sulit dijumpai di toko buku membuat Hari berkesempatan membeli buku yang jarang ia temui. Salah satu stan yang ia kunjungi adalah Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Buku fiksi terjemahan, seperti karya penulis Mesir Nawal El-Saadawi berjudul Titik Nol, bisa dijumpai di sana dengan potongan harga. Hari berniat membeli beberapa buku di stan itu.
Meningkatkan penjualan
Panitia IIBF menargetkan 120.000 pengunjung hadir dalam pameran buku akbar ini. Target itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 85.000 pengunjung.
Rekapitulasi sementara dari satu pintu masuk sampai Kamis pukul 16.00, sebanyak 9.000 orang mengunjungi IIBF. Angka itu belum termasuk satu pintu masuk lain. Diperkirakan jumlah itu meningkat drastis pada akhir pekan.
Meski belum mencapai puncak jumlah pengunjung, pameran buku semacam ini meningkatkan omzet penjualan penerbit buku. Penerbit Balai Pustaka mencatat penjualan buku dalam sehari setidaknya Rp 4 juta rupiah. Buku-buku sastra Indonesia karya penulis angkatan Balai Pustaka menjadi buku yang banyak dibeli.
Sebut saja novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis yang pertama kali terbit tahun 1928. Novel itu disajikan dengan sampul baru yang menarik untuk dijadikan koleksi. Supriadi dari Bagian Pemasaran Balai Pustaka mengatakan, karya sastra lama yang paling banyak dibeli pengunjung IIBF.
Pembelinya bukan hanya orang tua, melainkan juga anak muda. Menurut dia, buku sastra lama diminati karena saat ini sulit dicari. ”Ketika ada versi koleksi dengan hard cover, anak muda banyak yang beli. Buku lama masih banyak peminatnya,” ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Rosidayati Rozalina mengatakan, IIBF diikuti penerbit dari 17 negara. Bertemunya penerbit dari banyak negara menjadi kesempatan untuk transaksi hak cipta. IIBF 2018 menargetkan ada transaksi hak cipta untuk 45 judul buku.
Ia berharap IIBF bisa menjadi jembatan bagi para penerbit untuk bertemu. Kesempatan itu bisa menjadi peluang yang baik memperkenalkan buku karya penulis Indonesia untuk diterjemahkan ke bahasa asing.
”Kesempatan untuk mempromosikan karya penulis Indonesia ke negara lain terbuka lebar. Transaksi hak cipta tidak hanya selesai ketika pameran buku. Dari pengalaman sebelumnya, ada yang terus menjalin komunikasi setelah pameran berakhir,” kata Rosidayati. (SUCIPTO)