JAKARTA, KOMPAS – Peneliti yang tergabung di Konsorsium Hepatitis B berhasil merancang prototipe alat pendeteksi jumlah virus Hepatitis B dalam tubuh seseorang. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengurangi angka prevalensi hepatitis di Indonesia.
Konsorsium Hepatitis B terdiri dari peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Institut Pertanian Bogor, dan Bio Farma. Mereka melakukan riset sejak tahun 2017. Rancangan alat hasil riset para peneliti itu mampu melihat keberadaan virus berdasarkan antigen virusnya. Hasil deteksi tersebut bisa dijadikan pertimbangan untuk penanganan medis bagi penderita hepatitis B.
Peneliti Bio Farma, Neni Nurainy, mengatakan, alat ini bekerja dengan cara mendeteksi sampel darah manusia. Sampel darah diletakkan ke dalam alat ini untuk dilihat reaksi kimianya. Alat itu akan menghitung jumlah virus hepatitis B dari reaksi kimia yang terjadi.
“Hasil deteksi reaksi kimia nanti dihitung untuk dinyatakan orang itu positif atau negatif mengidap hepatitis B,” kata Neni, seusai kegiatan Forum Riset Life Science Nasional di Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Sensitifitas lebih tinggi
Alat yang sebelumnya ada untuk mendeteksi hepatitis B di Indonesia diimpor dari luar negeri. Neni mengatakan, alat itu bisa cepat mendeteksi virus hepatitis B. Namun, prototipe alat yang dirancang oleh Konsorsium Hepatitis B memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibanding alat yang sebelumnya ada. Jadi, penegakan diagnosis seseorang dengan virus hepatitis B bisa dilakukan lebih akurat dengan alat yang baru dikembangkan itu.
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan angka prevalensi penderita hepatitis B adalah 7,2 persen. Diperkirakan sekitar 18 juta orang memiliki hepatitis B. Sekitar 50 persen dari orang-orang itu memiliki penyakit hati yang berpotensi kronis.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Subandi, berharap hasil riset ini mampu mewujudkan visi Indonesia 2045, yakni untuk mencapai pertumbuhan penduduk yang seimbang. Pertumbuhan penduduk perlu dijaga agar tidak mencapai negatif dalam jangka panjang.
“Ini merupakan bentuk sinergi yang baik dalam menjawab tantangan Indonesia ke depan, yakni terjadinya kolaborasi antara akademisi, institusi bisnis, dan pemerintah,” kata Subandi.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek, mengatakan, penularan penyakit saat ini menjadi tantangan bagi Indonesia. Mobilisasi penduduk Indonesia ke negara lain sangat tinggi, begitu juga turis asing yang masuk ke Indonesia. Menurutnya, riset semacam ini perlu dikembangkan terus menerus agar penularan penyakit baru tidak meluas.
Prototipe alat pendeteksi virus hepatitis B ini akan diregistrasikan pihak Bio Farma selaku industri yang bergerak di bidang kesehatan. Sebelum diregistrasi, akan dilakukan peningkatan produk dan menyiapkan fasilitas pendukung. Alat ini ditargetkan sudah teregistrasi pada tahun 2019. (SUCIPTO)