Meretas Bisnis Nyaris Mustahil
Sekitar 19 tahun lalu, produk susu kambing belum begitu populer. Meski demikian, Poniman (41) justru serius terjun menggeluti usaha itu. Berbagai penolakan dan keraguan membayangi usahanya. Lewat usaha susu kambing, Poniman membuktikan pasar bisa diciptakan sekalipun dari produk yang tidak populer.
Dari sebuah pabrik mungil, Poniman memulai usaha pengolahan susu kambing Ettawa Agro Prima. Pabrik Poniman berada di Dusun Kemirikebo, Girikerto Turi, Sleman, Yogyakarta.
Pabrik itu lebih menyerupai rumah, di dalamnya berjejer 20 kompor gas yang mengitari seisi ruangan pabrik. Dengan kompor itu, ibu-ibu karyawan Poniman mengolah susu kambing menjadi susu bubuk.
Ibu-ibu tersebut mengaduk susu kambing tanpa henti. Susu harus terus diaduk di atas wajan hingga menggumpal. Susu kambing itu akan diolah menjadi susu bubuk.
Ide untuk menekuni usaha pengolahan susu kambing dilatarbelakangi banyaknya peternak kambing di Dusun Kemirikebo. Peternak kambing itu beternak secara konvensional. Dalam artian, mereka hanya memperjualbelikan ternak dan daging kambing. Peternak hanya mengetahui, kambing cuma bisa diambil dagingnya.
”Tidak ada upaya pengembangan produk ternak kambing saat itu,” kata Poniman, pertengahan Agustus lalu.
Dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta, Poniman mendapatkan pengetahuan tentang teknologi pengolahan pangan. Dari sana ia menjadi tahu cara memanfaatkan dan mengembangkan produk pangan. Karena di desanya banyak peternak kambing, terpikir olehnya untuk mengolah susu kambing. Ia pun mengajak peternak di desanya mencoba memproduksi susu kambing.
Niat Poniman mendiversifikasi hasil ternak kambing itu awalnya diragukan peternak. Para peternak belum familiar dengan produk susu kambing. Bagi Poniman, masa-masa itu menjadi fase terberat dalam upaya memulai usaha susu kambing. Keraguan datang bukan hanya dari konsumen, tetapi melainkan juga dari peternak yang akan menjadi mitranya.
”Dulu peternak tidak percaya kambing bisa diperah susunya,” ujarnya.
Poniman kemudian berusaha keras meyakinkan peternak agar mau menyuplai susu kambing untuk diolah di pabrik. Upaya Poniman kemudian membuahkan hasil. Satu per satu, peternak bersedia bekerja sama dengan Poniman.
Saat awal merintis usaha pada 1999, hanya ada 7 karyawan yang membantu Poniman mengolah susu kambing. Mereka bertugas mengolah dan mengemas produk susu kambing. Setiap pagi satu peternak menyerahkan 1 hingga 1,5 liter susu untuk diolah menjadi susu bubuk.
”Awal-awal merintis bisnis ini pahit. Saya belum bisa menggaji karyawan. Tapi, saya yakinkan produk ini pada saatnya akan laku dijual,” ucap Poniman.
Regenerasi peternak di Desa Kemirikebo, menurut Poniman, membuat lebih banyak peternak susu kambing yang bergabung. Kini, ada 150 peternak kambing yang terdaftar menjadi mitra Poniman. Ia mengatakan, peternak kambing di desanya kini sudah lebih muda dan berpikiran terbuka. Untuk itu, lebih mudah bagi dia mengajak peternak bermitra menghasilkan produk olahan susu kambing.
Pameran
Upaya memperkenalkan produk susu kambing bubuk ditempuh Poniman dengan cara mengikuti pameran produk pertanian dan peternakan. Dalam setahun, ia bisa mengikuti dua hingga tiga pameran. Menurut Poniman, memperkenalkan produk dengan mengikuti pameran lebih efektif daripada memasarkannya secara dalam jaringan atau daring.
Susu kambing olahan Poniman tak begitu saja diterima pengunjung pameran. Dia menceritakan, pada awal-awal perkenalan produknya, banyak pengunjung tidak percaya dan terkesan ragu akan rasa susu kambing. Hal itu juga karena orang-orang mempersepsikan kambing sebagai hewan yang berbau tidak sedap sehingga memengaruhi anggapan mereka terhadap susunya.
”Awalnya pangsa pasar kami susah. Banyak orang yang belum tahu susu kambing aman diminum,” katanya.
Pada ajang pameran, ia bisa bertatap muka langsung. Kesempatan tatap muka itu tak disia-siakannya untuk menjelaskan keunggulan produk susu kambing kepada pengunjung. Selain itu, pengunjung pameran juga bisa mencicipi langsung produk susu kambing buatannya. Melalui pameran, Poniman berupaya membuka pasar baru untuk produknya.
Menurut Poniman, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui khasiat susu kambing. Susu kambing, katanya, baik untuk penderita asma dan penyakit paru-paru. Keunggulan tersebut dimanfaatkan Poniman untuk membuat pengunjung tertarik mencoba produknya.
Dari pameran ke pameran, lalu ditambah promosi melalui agen dan kawan-kawan baiknya, produk susu kambing olahan Poniman mulai dikenal di Yogyakarta. Seperti yang ia yakini, produknya mendapat respons positif dari pasar. Lambat laun permintaan terhadap produknya kian bertambah.
Mulai dari sana, pabrik usaha pengolahan susu kambing bermunculan. Poniman kini dihadapkan pada tantangan untuk bersaing dengan pengusaha lain. Jika dulu tantangannya adalah meyakinkan konsumen, sekarang Poniman dihadapkan untuk terus menjaga kualitas produk agar tak kalah dengan pesaingnya. Strategi pemasaran pun diubah perlahan. Dari yang hanya mengandalkan pameran, Poniman mulai tertarik memasarkan produknya secara dalam jaringan (daring).
”Untuk ekspor kami belum. Hanya memenuhi permintaan di Yogyakarta, Pulau Jawa, Sumatera, dan beberapa kali sempat ke (kirim) Kalimantan,” ujarnya.
Selain itu, agar bisa bersaing, Poniman juga mendiversifikasi hasil olahan susu kambing. Sebelumnya, susu kambing cair hanya diolah menjadi susu bubuk. Kini, susu kambing cair dia olah menjadi permen karamel dan kerupuk susu kambing. Varian berbagai rasa, seperti stroberi dan karamel, juga disematkan pada susu bubuk agar konsumen mempunyai lebih banyak pilihan.
Milik provinsi
Secara terpisah, Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah milik pemerintah provinsi. Maka, tugas pemerintah provinsi adalah memastikan UMKM bisa naik kelas dan terus membesar. Apalagi, kata Sultan, 95 persen perekonomian Yogyakarta digerakkan oleh UMKM.
Adapun menurut Sekretaris Daerah Provinsi DIY Sugeng Purwanto, UMKM di Yogyakarta masih banyak yang belum memahami teknologi informasi. Hal itu menyebabkan banyak UMKM di Yogyakarta yang terkendala pemasaran.
”(Pemasaran) masih terbatas. Hanya di sekitar lokal Yogyakarta. Untuk itu kami terus berupaya memberikan pembinaan dengan berkolaborasi bersama pihak swasta,” kata Sugeng.