MARTAPURA, KOMPAS Penyusutan air akibat kekeringan kini mulai mengganggu produksi listrik yang bersumber pada tenaga air. Gangguan itu kemungkinan bertambah parah pada beberapa waktu ke depan mengingat kemarau panjang masih berlangsung hingga akhir Oktober 2018.
Berdasarkan pantauan Kompas di Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sabtu (15/9/2018), penyusutan air di waduk itu mengkhawatirkan. Level duga muka air Waduk Riam Kanan berada di ketinggian 55,8 meter atau turun 2,2 meter dari ketinggian normal. Akibatnya, operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ir Pangeran Muhammad Noor di Aranio tak lagi maksimal. Tiga turbin untuk generator berkapasitas masing-masing 10 megawatt terpaksa dioperasikan secara bergiliran.
Supervisor Humas, Kemitraan, dan Bina Lingkungan PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah Bayu Aswenda mengatakan, pihaknya telah mengubah pola pengoperasian turbin PLTA Ir PM Noor dalam sebulan terakhir, menyesuaikan dengan ketinggian level duga muka air Waduk Riam Kanan. Di luar beban puncak, yaitu pukul 21.00-18.00 Wita, hanya satu turbin PLTA yang dioperasikan. Dengan satu turbin, generator menghasilkan daya 10 megawatt. Lalu, saat beban puncak, pukul 18.00-21.00, dua turbin dioperasikan sehingga menghasilkan daya 20 megawatt.
”Tiga turbin tak lagi dioperasikan serentak karena level duga muka air Waduk Riam Kanan sudah di bawah level normal (58 meter). Pola pengoperasian turbin PLTA seperti itu dilakukan selama kemarau,” kata Bayu.
Meskipun ada perubahan pola pengoperasian PLTA Ir PM Noor, Bayu memastikan suplai listrik kepada pelanggan di wilayah Kalsel dan Kalteng tidak terganggu.
”Suplai listrik dari pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga diesel mencukupi,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan di Desa Tiwingan Lama, Kecamatan Aranio, sekitar 60 kilometer dari Banjarmasin, Kalsel, air Waduk Riam Kanan sudah sangat surut. Airnya pun keruh. Bibir waduk yang biasanya terendam air kini kering sehingga bisa menjadi tempat parkir kendaraan. Lebih dari 20 mobil parkir di situ.
Awiyan (60), juru mudi kapal di Waduk Riam Kanan, mengatakan, air masih berpotensi surut jika kemarau masih panjang. Penyusutan air waduk saat ini belum separah kondisi kemarau pada 2015. ”Saat ini lalu lintas kapal di waduk masih lancar, kecuali akses ke dua desa yang mulai sulit karena harus masuk ke sungai kecil lagi. Di sekitar Waduk Riam Kanan ada 12 desa,” katanya.
Budidaya ikan terganggu
Menurut Kepala Desa Tiwingan Lama Arbani, penyusutan air waduk Riam Kanan mengancam budidaya ikan di keramba jaring apung. ”Sebulan terakhir, banyak ikan yang mati. Kami pun merugi,” ungkap Arbani.
Pembudidaya ikan di Waduk Sutami atau Karangkates di Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga terpukul. Mereka yang memanfaatkan jaring sekat sebagai tempat budidaya ikan terpaksa menyetop kegiatan akibat penyusutan air waduk.
Jaring sekat merupakan salah satu metode budidaya ikan di Waduk Karangkates selain jaring keramba dan branjang. Jaring sekat memanfaatkan jaring berukuran besar sebagai pembatas agar ikan tetap terlokalisasi di tempat. Biasanya jaring sekat berada di bibir danau. Saat kemarau tiba, muka air waduk menyusut dan bibir danau kering. Di Waduk Sutami ada 63 jaring sekat, 234 keramba, dan 25 unit branjang.
”Banyak jaring sekat yang kini tak digunakan karena air tidak mencukupi. Di kawasan sini ada empat yang kosong sejak dua-tiga bulan lalu. Di tempat lain ada juga, cukup banyak. Kondisi seperti ini biasa terjadi saat kemarau,” ujar Heru Suprianto (29), pembudidaya ikan di Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung.
Berdasarkan data Perum Jasa Tirta I, elevasi Waduk Sutami, Jumat lalu, masih 264,26 meter di atas permukaan laut (mdpl). Elevasi tertinggi Waduk Sutami adalah 272,04 mdpl dan terendah 259,97 mdpl.
Akibat pasokan yang berkurang, menurut Mislan, warga, harga ikan naik. Jika sebelumnya harga ikan bandeng Rp 17.000 per kg, saat ini jadi Rp 21.000. Begitu pula harga ikan mujair yang sebelumnya Rp 17.000 saat ini Rp 19.000 per kg. ”Untuk memenuhi kebutuhan ikan di pasar, saya biasa mendatangkan dari Sidoarjo untuk bandeng,” ucapnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malang Endang Retnowati mengatakan, pembudidaya ikan bisa menyikapi turunnya elevasi air waduk, salah satunya mengganti ikan dengan bercocok tanam di bibir danau (bekas jaring sekat). Mereka menanam palawija sampai air waduk kembali terisi. ”Setiap tahun elevasi waduk turun. Dan tahun ini sepertinya tidak separah tahun-tahun sebelumnya,” ujar Endang.
Sementara itu, menurut pengatur Waduk Wonorejo, Abdul Basid, ketinggian air saat ini 170,5 meter. Angka itu sedikit berada di atas pola rencana elevasi untuk hari tersebut yang 170,45 meter. Pengaturan air yang dikeluarkan pada Sabtu ialah 4,44 meter kubik per detik. Ini pun di atas pola rencana 4,03 meter kubik per detik. ”Artinya, ketersediaan air di Waduk Wonorejo masih bisa memenuhi kebutuhan untuk irigasi dan pemanfaatan lainnya,” kata Abdul.
Waduk Wonorejo seluas 3,85 kilometer persegi dan terletak di Desa Mulyosari, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung. Waduk menerima dan membendung aliran Sungai Bodeng, Sungai Kaliwangi, dan Sungai Kaliputih. Waduk dalam pengelolaan Perum Jasa Tirta I dan beroperasi sejak 2001.
Waduk Wonorejo merupakan pengendali banjir, penyuplai kebutuhan air baku, irigasi, dan PLTA. Saat musim hujan, struktur ini lebih berperan sebagai pengendali banjir, sedangkan saat musim kemarau untuk irigasi. Waduk mampu menampung 106 juta meter kubik air.
Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur Hadi Sulistyo menjelaskan, saat ini 36.826 hektar sawah kekeringan. Sekitar 9.474 hektar di antaranya terjadi gagal panen dan 5.939 hektar mengalami krisis kekeringan berat.