JAKARTA, KOMPAS — Warga Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, masih menunggu detail perencanaan pembangunan kampung mereka. Community Action Plan yang dibuat warga bersama pihak konsultan dijadwalkan selesai akhir September 2018.
Community Action Plan (CAP) adalah skema yang memungkinkan pembuat kebijakan (pemerintah) berdialog dengan masyarakat untuk menentukan kebijakan apa yang terbaik bagi masyarakat tersebut.
Koordinator warga Kampung Akuarium Dharma Diani atau Yani, Minggu (16/9/2018), mengatakan, diskusi CAP yang melibatkan warga dengan pihak konsultan dimulai sejak Mei lalu. Lebih kurang sudah lima kali pertemuan yang diadakan dengan pihak konsultan. Menurut dia, masih ada keinginan warga yang belum terpenuhi, tetapi dirinya tidak bersedia merinci.
”Bahasanya gimana, ya. Mungkin karena belum spesifik, jadi ditunggu selesai dulu (CAP), baru kami bisa lihat,” kata Yani.
Pada April 2016, Kampung Akuarium digusur atas keputusan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, terkait revitalisasi kawasan heritage bahari Jakarta. Warga disediakan relokasi di rumah susun sederhana. Sementara dalam pemerintahan Anies Baswedan, warga Kampung Akuarium dikembalikan dengan diberi fasilitas penampungan sementara (shelter). Administrasi kependudukan diproses, yakni kartu tanda penduduk, kartu keluarga, serta pengembalian RT dan RW menjadi RT 012 RW 004 (Kompas, 25 Mei 2018).
Menurut Yani, sebelum penggusuran, terdapat dua RT di Kampung Akuarium, yakni RT 001 dan RT 012. Adapun total keluarga saat itu lebih dari 400 keluarga. Kini, di shelter terdapat 93 keluarga yang menghuni 90 rumah berukuran 3 meter x 6 meter.
”Sisanya ada yang tinggal di rusun, ada yang mengontrak di tempat lain, dan sebagian ada yang kembali ke kampung,” ujar Yani.
Ia menyebutkan, komunikasi dengan warga yang tinggal di luar shelter masih dilakukan, termasuk ketika merumuskan CAP dengan pihak konsultan.
Warga Kampung Akuarium berharap, CAP yang selesai pada akhir September itu bisa mengakomodasi semua penghuni Kampung Akuarium, termasuk penghuni yang tidak tinggal di shelter.
”Saya dengar, konsultan hanya membangun rumah untuk 90 keluarga yang ada di sini saja. Ini kami tidak setuju, pasti bakalan ribut karena mereka itu juga punya hak,” kata Sukarti (43).
Yahya (76) menambahkan, penggusuran pada tahun 2016 membuat banyak warga dirugikan. Oleh sebab itu, mereka yang tidak lagi tinggal di shelter juga berhak masuk CAP. ”Saya ingin semua yang dulu digusur bisa kembali ke sini,” ujarnya.
Kekhawatiran warga ini ditepis oleh Yani. Menurut dia, CAP yang selesai pada akhir September itu dipastikan tidak hanya untuk warga yang bermukim di shelter.
”Secara detail memang belum, tetapi saya pastikan lebih dari 90 keluarga. Ketika CAP-nya selesai, pasti akan diumumkan,” lanjutnya.
Sementara itu, perwakilan pihak konsultan, Alfret, belum bisa dikonfirmasi langsung terkait perkembangan CAP di Kampung Akuarium. ”Bersurat dulu ke Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Utara yang ditembuskan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta. Jika sudah, kami akan membantu sesuai dengan arahan suku dinas nantinya,” tuturnya melalui pesan pendek.
Kampung Akuarium merupakan satu dari 21 kampung yang menerima program penataan kampung dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini didasarkan pada Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat yang diterbitkan Gubernur Anies Baswedan.
Berdasarkan pantauan, kampung ini terletak di belakang Museum Bahari. Sekitar 90 rumah nonpermanen berdiri di atas tanah lapang seluas 1,8 hektar. Rumah-rumah nonpermanen itu terbagi dalam tiga blok: A, B, dan C, mengisi pinggir lapangan dengan membentuk huruf ”U”.
Menjelang pintu masuk, terdapat tiang bendera merah putih. Sekitar 20 meter dari tiang tersebut ke arah kiri, terdapat empat tiang bendera partai berlogo burung garuda yang tertancap pada benda mirip gerobak. (INSAN ALFAJRI)