Desa Simpan Potensi Besar
YOGYAKARTA, KOMPAS - Puluhan ribu desa, tepatnya 74.957 desa, yang tersebar di Nusantara merupakan kekuatan bangsa. Setiap desa memiliki potensi keunikan, baik itu sumber daya alam, adat istiadat, dan kompetensi masyarakatnya. Potensi ini, apabila dikelola secara tepat akan menjadi daya dorong kemajuan bangsa.
Potensi desa, antara lain, tercermin dari banyaknya tokoh-tokoh panutan inspiratif , local hero, yang tersebar di desa-desa. Kuatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai program pengembangan potensi desa menunjukkan adanya modal besar yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Banyak desa pun menyimpan kekayaan sumber daya alam yang bisa dikembangkan lebih jauh.
Setiap desa memiliki keunikan, termasuk sumber daya, adat istiadat budaya, dan kompetensi
Liputan dan pengamatan lapangan tentang program pembangunan desa pada sedikitnya 100 desa di Nusantara menunjukkan fenomena tersebut. Kegiatan ini merupakan kerjasama Harian Kompas dengan Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (DPkM UGM) melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode Juli-Agustus 2018.
Kerjasama ini mengkombinasikan peliputan jurnalistik yang dilakukan sejumlah reporter dan peneliti Harian Kompas dengan pengamatan 100 responden mahasiswa yang mewakili unit KKN UGM yang tersebar di desa-desa, yaitu 61 responden di wilayah Barat, 27 responden di wilayah Tengah, dan 12 responden di wilayah Timur.
Respon atas kuesioner pertanyaan terbuka yang diberikan responden merupakan refleksi responden selama diterjunkan di lokasi KKN selama tujuh minggu. Pengukuran optimalisasi program dengan menggunakan analisis Quality Score Card Deployment (QSD) (Rika Fatimah, 2014)
Potensi desa
Banyaknya tokoh-tokoh penggerak desa, local hero, tercermin dalam deskripsi kuesioner yang masuk. Sebanyak 93 responden mendeskripsikan adanya local hero di desanya adalah laki-laki; 20 responden menyatakan perempuan dan sebanyak 15 responden menunjukkan pemuda sebagai penggerak utama di desanya; lain-lain adalah responden menyebutkan dua diantaranya atau keseluruhan atau semua masyarakat merupakan local hero di desanya.
Muncul deskripsi, Anang, ketua dan pendiri komunitas Ecovillage, penggerak pembersihan sungai Citarum. Ada juga nama Purwadi, anggota TNI yang siap siaga menjaga sungai Citarum. Bowo (Kepala Dusun) dan Kristanto yang membuat alat pengupas jagung dan gabah, sampai Pak Sakimin yang juru kunci sejarah desa.
Sementara itu, terkait potensi-potensi sumber daya alam desa belum terkelola dengan baik, dideskripsikan antara lain, adanya keindahan alam di pedalaman rawa yang belum terekspos, juga potensi kampung durian dan pariwisata perbatasan.
Staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Rika Fatima PL mengatakan, pemberdayaan potensi desa dapat menjadi solusi terciptanya keunggulan kompetitif, kolaboratif, dan adaptif hingga tercipta keberlanjutan kesejahteraan desa di masa depan.
Pemberdayaan potensi desa dapat menjadi solusi terciptanya keunggulan kompetitif, kolaboratif, dan adaptif.
Karakter desa di Pulau Bali, misalnya, berbeda dengan kekayaan desa di Pulau Jawa atau Papua. Namun, semua bisa dikreasikan dan dimaksimalkan demi memunculkan keunggulan bangsa. “Dukungan negara, lembaga negara, sektor swasta, hingga akademisi, dan masyarakat harus nyata dan dapat ditindaklanjuti,” kata tenaga ahli Global Gotong Royong (G2R) Tetrapreneur DI Yogyakarta itu.
Dari pengamatan 100 desa ini ditemukan, meskipun beberapa kebijakan yang diterapkan di desa saat ini sudah terkait dengan harapan warga desa, tetapi masih banyak pula yang bisa lebih dioptimalkan.
Kebijakan dana desa terkait pembangunan infrastruktur, misalnya, sudah memenuhi harapan yang kuat warga desa. Ini terlihat dari tindakan keterlibatan warga yang besar. Manfaatnya pun dirasakan secara luas. Namun, masih bisa dioptimalkan lebih jauh karena kebijakan tersebut belum memaksimalkan keterlibatan tokoh lokal yang menjadi inspirasi warga.
Temuan KKN-PPkM UGM terkait penggunaan dana desa, warga desa masih menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas kepentingan ketiga bagi desa, yang belum dibarengi pembangunan kapasitas. Infrastruktur yang adalah wahana inovasi dan kreatifitas, justru menjadi keutamaan. Bagi upaya pemberdayaan desa, kreatifitas dan inovasi seharusnya menjadi yang utama untuk memaksimalkan potensi dan keunggulan desa.
Rincian temuan ini dirangkum dalam tabel L-shaped Matrix berikut ini.
Rika mengharapkan, optimalisasi dana desa yang hingga tahun 2018 ini masih berkutat di pembangunan fisik, kedepannya dibarengi juga dengan pembangunan kemanusiaan. "Hakekat pembangunan desa adalah untuk memajukan masyarakat desa berkearifan lokal yang mandiri dan berwibawa yaitu mengenal jati dirinya, namun terbuka kepada masyarakat luas baik lokal, nasional, hingga global," saat membahas hasil temuan.
Kondisi ini pula, menurut Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPkM) UGM Irfan D Prijambada, yang menjadi perhatian Universitas Gadjah Mada, yang sejak awal pendiriannya selalu mengerahkan tenaga mahasiswa sukarelawan ke desa-desa. Sejak 1973, UGM mewajibkan mahasiswa tahun keempat untuk bekerja bersama masyarakat memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat.
“Mahasiswa belajar langsung dari masyarakat. Namun juga membuat kegiatan yang menginspirasi, termasuk yang bernilai ekonomis,” kata Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono. Setidaknya, tahun 2018 ada 8.000 mahasiswa UGM yang mengkuti KKN di 300-an desa di 34 provinsi.Potensi besar.
Perhatian Pemerintah
Hal ini juga yang menjadi perhatian sungguh-sungguh dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi selama beberapa tahun terakhir ini.
“Ini yang hendak kami tuju,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Menurut Eko, pemerintah saat ini sadar betul bahwa desa merupakan ujung tombak pembangunan bangsa. Namun, kesadaran dan intervensi itu muncul berbarengan dengan besarnya masalah yang harus diselesaikan di desa-desa.
Sejak tahun 2015, pemerintah mengucurkan dana desa yang besarannya saat itu Rp 20,7 triliun dan bertambah menjadi Rp 60 triliun tahun 2018. Total, dari dana desa saja, empat tahun terakhir, dikucurkan Rp 185 triliun.
Tidak mudah mengajak desa berubah karena banyaknya masalah yang dihadapi. Dari 74.957 desa penerima dana desa, mayoritas dipimpin kepala desa berpendidikan SMP dan SMA. “Mereka ini berkemauan keras, tapi itu saja tidak cukup,” kata Eko.
Tidak mudah mengajak desa berubah karena banyaknya masalah yang dihadapi
Diketahui, sejumlah intervensi telah dilakukan negara sejak zaman pascakemerdekaan hingga saat ini. Namun, belum seluruh desa berdaya. Penggolongan desa oleh Kementerian Desa tahun 2018 menunjukkan, masih ada 18.332 desa di 122 kabupaten yang berstatus desa tertinggal. Data 2014 menunjukkan, sebanyak 13.453 dalam status desa sangat tertinggal (18,25 persen). Jumlah desa tertinggal 33.592 desa (45,57 persen), jumlah desa berkembang 22.882 (31,04 persen), desa maju 3.608 (4,89 persen), dan desa mandiri ada 174 (0,23 persen).
Status sangat tertinggal menggambarkan ketidakmampuan desa dalam banyak aspek, sekalipun dianugerahi keelokan dan kekayaan sumber daya alam. Kebalikan dari desa sangat tertinggal adalah desa mandiri, yang menggambarkan karakter desa yang mampu menyejahterakan warganya.
Butuh banyak upaya ekstra yang diikuti pendampingan ketat dan berkelanjutan, selain masalah geografis. Setiap desa memiliki karakter masalahnya sendiri. Sadar pada keterbatasan pemerintah, Kementerian Desa juga menggandeng seratus perguruan tinggi untuk mendampingi program, termasuk melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematis. Tahun 2017, 75.000 mahasiswa mengikuti KKN tematis, di antaranya membantu soal administrasi, teknis, dan lainnya.
Eko menambahkan, potensi desa memang besar dan sebagian sudah tergarap dengan pendampingan banyak pihak. Tanpa dampingan, desa tak akan cepat berubah. “Ada banyak desa yang tertinggal secara infrastruktur, pendidikan, akses, dan informasi. Kekurangan mendasar pada sumber daya manusianya,” kata dia.
Untuk itu, dalam sejumlah kasus, Kementerian Desa mendorong secara khusus perusahaan besar untuk terlibat langsung menggerakkan ekonomi desa, seperti di Pandeglang, Jawa Barat, dengan produksi jagung skala besar. Di Sumba Timur, NTT, kementerian menggandeng perusahaan swasta besar membuat embung di tanah desa dengan intervensi treknologi pengairan yang canggih.
Hasilnya, tanah tandus kering dialiri air kontinyu dan bisa ditanami tebu. Relasi pemerintah-swasta-warga mendatangkan pemasukan rutin bagi warga hingga Rp 85 juta per tahun per keluarga. “Sebelumnya itu tak pernah terbayang dari mereka,” kata dia.
(NCA/WER/IKI/DIA/SIG/GSA)