Polda Papua Selidiki Penyalahgunaan Anggaran RS Dok II
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua menelusuri dugaan penyalahgunaan anggaran operasional Rumah Sakit Dok II Jayapura tahun 2018. Sebanyak 11 saksi telah diperiksa terkait laporan ini.
Berdasarkan hasil audit internal yang dipimpin Pelaksana Tugas Direktur Rumah Sakit Dok II Jayapura Anggiat Situmorang, ada anggaran yang tak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 4,2 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Komisaris Besar Edi Swasono saat dihubungi dari Jayapura, Senin (17/9/2018), membenarkan adanya laporan terkait penyalahgunaan anggaran operasional RS Dok II Jayapura itu.
”Kami menyelidiki kasus ini berdasarkan laporan dari sejumlah pegawai. Namun, kami belum menentukan jumlah anggaran RS Dok II yang disalahgunakan,” kata Edi.
Edi menuturkan, pemeriksaan 11 orang dari RS Dok II berstatus sebagai saksi. Mereka berperan penting untuk mengungkap kasus penyalahgunaan anggaran di rumah sakit milik pemerintah tersebut.
Selain itu, lanjutnya, aparat kepolisian masih mencari
salah satu tenaga bendahara RS Dok II yang menghilang sebelum kasus ini dilaporkan.
”Kami akan memanggil beberapa pegawai RS Dok II untuk meminta klarifikasi dalam waktu dekat. Kami akan melakukan gelar perkara untuk menemukan status kasus ini sebelum ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua dalam kegiatan monitoring pada 21 Agustus 2018 lalu menemukan adanya indikasi malaadministrasi dalam pengelolaan anggaran untuk pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di Rumah Sakit Dok II Jayapura. Malaadministrasi itu bersumber dari layanan Kartu Papua Sehat dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam rentang waktu 2014 hingga 2016.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Papua
Sabar Olif Iwanggin mengatakan, malaadministrasi di Rumah Sakit Dok II terjadi karena ada penyalahgunaan wewenang. Akibat dari malaadministrasi ini, banyak layanan di rumah sakit yang terganggu, seperti ketersediaan obat dan air bersih.
Ombudsman mendapatkan data adanya utang untuk pembayaran klaim Kartu Papua Sehat (KPS) dan BPJS Kesehatan untuk pengadaan alat kesehatan sekali pakai dan obat-obatan.
Pihak rumah sakit ditengarai menanggung utang sebesar Rp 4,5 miliar pada tahun 2014 dan Rp 3,2 miliar pada 2015 untuk KPS. Sementara pada BPJS, utang mencapai Rp 499 juta pada 2016.
Sabar pun menilai, seharusnya tak boleh ada utang dalam pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan. Sebab, pemerintah secara rutin menyediakan anggaran kedua fasilitas ini setiap tahun.
”Kami meminta klarifikasi dan menyelidiki dokumen KPS dan BPJS Kesehatan dari pihak manajemen RS Dok II di kantor Ombudsman pada Selasa (28/8/2018). Apabila ada unsur pidana korupsi, kami akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum,” kata Sabar.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Thomas Sondegau, berpendapat, Pemerintah Provinsi Papua harus bertindak tegas dengan mencopot oknum manajemen rumah sakit yang menyalahgunakan anggaran pengadaan obat dan alat kesehatan bagi pasien.
”DPR Papua meminta aparat penegak hukum segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan anggaran pengadaan obat dan alat kesehatan di RS Dok II. Apabila belum ada tindakan tegas, masalah ini tak akan terselesaikan. Masyarakat Papua yang akan menjadi korban,” tutur Thomas.