JAKARTA, KOMPAS — Fenomena tawuran di Jakarta dan sekitarnya yang belum mereda menjadi perhatian kepolisian. Langkah tegas sedang dipertimbangkan untuk mengantisipasi peristiwa ini. Karena itu, petugas di lapangan diminta tidak lengah melakukan langkah antisipasi.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis memerintahkan kepala polres di wilayah hukum Polda Metro Jaya selalu waspada. Selain patroli di wilayah rawan, polisi juga diminta aktif mencermati gejala yang muncul, baik di dunia maya maupun di lingkungan terdekat.
”Saya minta semua kepala polres mengantisipasi tempat, jam, dan waktu-waktu tertentu (rawan tawuran),” kata Idham Azis kepada Kompas, Minggu (16/9/2018) di Jakarta.
Polisi tidak akan memberikan toleransi kepada pelaku tawuran meskipun sebagian berusia kurang dari 17 tahun. Petugas tetap memproses sesuai aturan. Tindakan brutal dengan senjata tajam yang dipakai saat tawuran telah berkali-kali memakan korban jiwa dan luka.
Polda Metro Jaya mempertimbangkan tindakan tegas terukur kepada pelaku tawuran. ”Prinsipnya, petugas melakukan tindakan tegas dan terukur jika membahayakan masyarakat atau membahayakan keselamatan petugas,” ujarnya.
Adu gengsi
Rangkaian peristiwa tawuran di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) terjadi karena beragam motif. Sebagian bentrokan pecah karena adu gengsi antarsekolah dan provokasi alumni menjadi seperti yang terjadi pada dua peristiwa tawuran di Bogor, Jawa Barat.
Tewasnya Y (13), pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI Buaran, Jumat (14/9/2018), akibat tawuran antarkelompok pelajar di Cibinong, Kabupaten Bogor, menambah daftar panjang maraknya aksi tawuran yang menelan korban jiwa.
Sejak akhir Juli hingga pertengahan September, empat pelajar meninggal dalam enam tawuran. Tidak hanya antarsekolah, tawuran juga melibatkan antarkelompok organisasi kemasyarakatan, suporter tim sepak bola, dan antargang.
Peristiwa di Cibinong, misalnya, diduga terjadi karena saling ledek antarpelajar. Aldi (13), pelajar SMP PGRI Buaran, menuturkan, tawuran juga bisa dipicu oleh provokasi alumni yang pernah bersekolah di tempat itu. ”Biasanya ada alumni yang mengajak kumpul. Katanya, kami tidak boleh takut dengan sekolah lain. Tetapi saya tidak mau ikut,” ucapnya.
Ajakan alumni menyerang sekolah tertentu biasanya dilakukan melalui grup layanan pesan. Ajakan ini mendorong siswa berkumpul seusai pulang sekolah. Di tempat yang telah disepakati, mereka biasanya menunggu siswa dari sekolah lain yang menjadi target melintas.
”Kalau sudah ada yang meninggal seperti ini, nanti ada balas dendam. Mau jalan juga takut,” ujar Aldi.
Osman (65), salah satu penjual es doger di Jalan Raya Bogor, Cibinong, mengatakan, tawuran antarpelajar di sekitar Jalan Raya Bogor sudah
sering terjadi. Tawuran itu biasanya antarsiswa SMP atau SMA.
”Hampir tiap Jumat, kalau pulang sekolah, tempat berkumpulnya di sini. Tiba-tiba saja sudah ribut,” ucapnya.
Kurang aktivitas
Tawuran antarpelajar meresahkan warga yang berjualan di sekitar Jalan Raya Bogor, Cibinong. Akibatnya, sebagian warga memilih menutup lapak jualannya lebih awal ketika siswa-siswa tersebut berkumpul.
”Anak-anak itu kalau sudah berkumpul, saya biasanya langsung pulang. Biar ditegur juga tidak mau dengar,” ucap Osman saat ditemui.
Ia berharap, orangtua dari pelajar yang sering terlibat tawuran memperhatikan aktivitas anak-anak mereka. Mengajak anak-anak untuk ikut membantu orangtua di rumah seusai pulang sekolah merupakan solusi mengisi waktu luang yang dimiliki siswa-siswa tersebut.
Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky Pastika Gading mengatakan, kasus tawuran di Bogor masih dalam penyelidikan. Sudah ada beberapa orang, terdiri dari teman korban, saksi mata, dan pihak sekolah, yang diperiksa sebagai saksi. Ia menambahkan petugas di lapangan tidak boleh lengah mengantisipasi kasus ini. (STEFANUS ATO/KRISTI DWI UTAMI)