JAKARTA, KOMPAS –Persatuan Penulis Indonesia atau Satupena memberikan penghargaan untuk harian Kompas, Minggu (16/9/2018), atas dukungan yang diberikan kepada para penulis Indonesia. Harian Kompas dinilai sebagai media yang paling konsisten dalam memberitakan dan memuat karya-karya penulis, mulai dari puisi, cerita pendek, bahkan memberikan penghargaan Cerpen Terbaik Kompas.
”Kompas juga kerap memuat berita-berita tentang para penulis Indonesia. Selain itu, selalu ada tinjauan buku di Kompas,” kata Ketua Satupena Nasir Tamara di Balai Sidang Jakarta.
Penghargaan tersebut diterima Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo. ”Kehormatan bagi harian Kompas yang terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan dari Satupena. Penghargaan ini menjadi penyemangat bagi kami untuk terus berkarya bagi kemajuan dunia penulisan di Indonesia,” katanya.
Nasir juga mengapresiasi harian Kompas yang berhasil mendekatkan penulis dengan seniman perupa, terutama pelukis, dengan memberikan ilustrasi pada cerpen dan puisi yang dimuat. Menurut dia, pertemuan karya penulis dan perupa berhasil menumbuhkan solidaritas di antara keduanya.
Menurut Nasir, keberadaan rubrik cerpen dan puisi Kompas membantu kehidupan para penulis dan seniman secara ekonomi. “Honor dari Kompas (atas karya yang dimuat) sangat membantu penulis dan penyair kita, yang sebenarnya cukup kesulitan secara ekonomi. Kami sangat menghargai itu,” ujar Nasir yang membaca Kompas sejak 1965.
Keberadaan rubrik cerpen dan puisi Kompas membantu kehidupan para penulis dan seniman secara ekonomi.
Satupena mengumpulkan rubrik buku, puisi, dan cerpen Kompas yang memuat karya-karya penulis, penyair, dan perupa Indonesia untuk dijadikan kliping. Nasir mengatakan, hal itu menjadi cara mempertahankan artefak sebagai bukti konkrit konsistensi Kompas.
Institusi pemerintah dan swasta
Satupena juga memberikan penghargaan kepada tiga institusi pemerintah dan tiga institusi swasta atas dukungan mereka kepada penulis Indonesia. Tiga institusi pemerintah tersebut adalah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Perpustakaan Nasional (Perpusnas), dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Penghargaan terhadap Bekraf diberikan atas peran Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam pembentukan Satupena dengan memfasilitasi Kongres Satupena yang pertama di Solo pada 2017. Nasir juga mengapresiasi keterbukaan Bekraf yang memfasilitasi dialog antara para penulis dengan Kementerian Keuangan, misalnya mengenai besaran pajak penghasilan. “Oleh Pak Triawan, penulis dilihat sebagai mitra,” ujar dia.
Ditjen Kebudayaan Kemdikbud juga berperan dalam memfasilitasi pengadaan sekolah menulis dan penerjemah, serta berbagai diskusi tentang kepenulisan.
Inovasi-inovasi yang dibuat Perpusnas dinilai membantu memperkuat posisi penulis dalam perekonomian. Perpusnas telah meluncurkan aplikasi ponsel pintar, iPusnas, untuk mengakses buku secara digital. Penulis dapat menjual karyanya langsung kepada Perpusnas dalam format digital tanpa melalui penerbit sehingga pemasukan penulis akan bertambah.
Inovasi-inovasi yang dibuat Perpusnas dinilai membantu memperkuat posisi penulis dalam perekonomian.
Adapun tiga institusi swasta yang mendapat penghargaan Satupena adalah Yayasan Lontar, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, dan Ubud Writers and Readers Festival. Karya-karya beberapa penulis besar di Indonesia mulai dari Pramoedya Ananta Toer, Joko Pinurbo, Dewi “Dee” Lestari, hingga Eka Kurniawan telah diterjemahkan oleh Yayasan Lontar ke dalam Bahasa Inggris. Beberapa buku yang diterjemahan juga telah dipamerkan di Festival Buku Frankfurt, Jerman.
Yayasan Obor telah mengenalkan karya-karya fiksi dan non-fiksi asing ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Nasir, organisasi yang pernah dipimpin Mochtar Lubis tersebut melakukannya secara konsisten, bahkan tanpa bantuan pendanaan pihak lain.
Ketua Yayasan Pustaka Obor Indonesia Kartini Nurdin merasa senang atas penghargaan yang dianugerahkan Satupena. “Ini penghargaan yang luar biasa dari para penulis. Artinya, kami sebagai penerbit dihargai,” kata dia. Kartini berharap Satupena dan persatuan penulis lainnya semakin kuat.
Sementara itu, Ubud Writers and Readers Festival telah mengadakan festival bagi penulis dan pembaca selama 15 tahun tanpa henti sejak peristiwa bom Bali kedua. Dari 15 penulis pada 2003, kini pendaftar festival tersebut telah mencapai 900 penulis. Menurut Nasir, festival tersebut telah membesarkan nama beberapa penulis seperti Dewi Lestari dan Eka Kurniawan. “Penghargaan ini diberikan atas jasa mereka kepada penulis yang turut membangun peradaban Indonesia,” kata Nasir.
Penghargaan seumur hidup
Berbeda dengan keenam penerima penghargaan lainnya, penulis Senior Toeti Heraty mendapatkan penghargaan seumur hidup (lifetime achievement) dari Satupena. Sebab, Toeti tidak hanya menulis puisi dan fiksi, tetapi juga menjadi pelopor kesetaraan gender di Indonesia.
“Selain penulis, Ibu Toeti juga adalah seorang profesor filsafat yang memperkenalkan kesetaraan gender dan feminisme di Indonesia.Beliau menjadi living memory dari sejarah Indonesia,” kata Nasir.
Toeti akan berusia 85 tahun November mendatang. Bersamaan dengan itu, ia berencana meluncurkan otobiografinya yang telah selesai ditulisnya Sabtu (15/9/2018). (KRISTIAN OKA PRASETYADI )