JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Kebijakan Publik Majelis Pertimbangan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Achmad Yani mengingatkan Partai Gerindra mengenai kesepakatan untuk memberikan kursi wakil gubernur DKI Jakarta kepada kader partainya. Menurut Yani, PKS sudah mengorbankan banyak jabatan untuk diberikan kepada Partai Gerindra.
Dihubungi setelah berbicara dalam acara Kompas Petang di Kompas TV, Selasa (18/9/2018) sore, Yani mengatakan, telah ada kesepakatan di tingkat pusat antara DPP PKS dan Partai Gerindra untuk memberikan kursi wakil gubernur (wagub) kepada PKS. Jika kesepakatan ini dipenuhi, lanjutnya, koalisi PKS-Partai Gerindra dapat bertahan.
Sudah selayaknya posisi wagub diberikan kepada PKS untuk menjaga kebersamaan keluarga besar PKS dan Gerindra.
”Sudah selayaknya posisi wagub diberikan kepada PKS untuk menjaga kebersamaan keluarga besar PKS dan Gerindra. Dari hasil pembicaraan pada tingkat pusat di antara kedua partai, memang disepakati kesempatan itu akan diberikan kepada PKS,” ujar Yani mengacu pada pernyataan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid.
Yani melanjutkan, Partai Gerindra perlu bersikap ikhlas dan konsisten pada kesepakatan tersebut. Ini sebagai ganti dari pengorbanan besar yang sudah diberikan PKS demi menjaga koalisi dengan Partai Gerindra.
”PKS sudah legowo pasangan capres-cawapres yang maju keduanya dari Gerindra. Saat Pilgub DKI Jakarta 2017, kami mengusung Mardani Ali Sera sebagai wagub, tapi PKS mengalah dan akhirnya kursi itu diberikan kepada Sandi. Kemudian, di Pilgub Jawa Barat 2018, PKS sudah mendukung Deddy Mizwar, tetapi Gerindra ingin memasangkan Sudrajat dengan Ahmad Syaikhu. Akhirnya PKS berkorban lagi untuk sesuatu yang lebih besar,” papar Yani.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Syarif tidak membenarkan ataupun membantah adanya kesepakatan di antara kedua partai di tingkat pusat. Sebaliknya, ia mengimbau PKS untuk tidak terburu-buru meminta posisi wagub DKI Jakarta. Sebab, partainya perlu berkonsultasi dengan kader-kader Partai Gerindra lainnya.
”Bagus kalau memang sudah ada kesepakatan antara Gerindra dan PKS, lebih cepat lebih bagus. Tapi, kan, kami juga harus menjelaskan pemilihan calon nantinya kepada kader-kader kami. Jadi, kami enggak bisa menjawab langsung, jangan terburu-buru,” tutur Syarif.
Berbeda dengan Syarif, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, nama calon wagub akan ditentukan Prabowo Subianto selaku ketua umum partainya. Hingga saat ini, Prabowo belum menunjuk siapa pun untuk maju menggantikan Sandiaga. Namun, satu-satunya nama yang disebut akan menjadi pengganti Sandiaga dari partai Gerindra adalah Wakil DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik.
Andre dan Syarif yakin, posisi wagub DKI Jakarta merupakan milik Partai Gerindra. Meski demikian, tetap diperlukan perundingan dan musyawarah dengan PKS nantinya.
Menurut Pasal 176 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengajukan dua orang cawagub melalui gubernur untuk dipilih oleh DPRD provinsi. Artinya, PKS dan Gerindra dapat mengajukan masing-masing satu cawagub kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dipilih DPRD DKI Jakarta dalam rapat paripurna.
Saat ini, Yani optimistis partainya akan mendapatkan kursi dari wagub DKI Jakarta. Ia tidak ingin berandai-andai mengenai skenario yang akan menyusul jika kursi wagub diambil oleh Partai Gerindra. Di sisi lain, Andre menyatakan tidak takut PKS meninggalkan koalisi dengan Gerindra. ”Pasti keputusan (tentang cawagub) bisa diambil bersama,” kata Andre.
Di lain pihak, Ketua Fraksi Golkar di DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali mengatakan, partainya tidak mempermasalahkan siapa pun calon yang akan diajukan Partai Gerindra ataupun PKS. ”Siapa pun dia, dari Gerindra ataupun PKS, harus punya kemampuan, pengalaman, dan skill komunikasi yang baik. Jangan sampai gubernur dan wakil gubernur nantinya tidak dapat bersepakat,” ujarnya.
Terkait dengan posisi M Taufik sebagai kandidat kuat meskipun pernah dihukum 18 bulan penjara karena korupsi pada 2004, Ashraf mengatakan, anggota DPRD DKI Jakarta akan mempelajari rekam jejak calon yang diajukan dan mengonsultasikannya kepada konstituen. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)