Korea Selatan dan Korea Utara akan kembali bertemu membahas kelanjutan komitmen untuk melucuti nuklir di Semenanjung Korea.
seoul, seninPerlucutan nuklir akan kembali menjadi topik utama dalam pertemuan ketiga antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Pertemuan dilakukan di Pyongyang, ibu kota Korea Utara, Selasa (18/9/2018). Selain perlucutan nuklir, para pemimpin juga akan membahas strategi perbaikan hubungan kedua negara dan mengurangi ketegangan militer.
Tiga isu itu diharapkan menjadi awal untuk memulai proses penyelesaian Perang Korea dengan kesepakatan damai. Moon yakin proses ini dapat membuka kembali perundingan perlucutan nuklir antara Korut dan Amerika Serikat yang kini mandek. ”Saya memastikan Pemimpin Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump bersungguh-sungguh menyelesaikan isu ini,” kata Moon dalam sidang kabinet.
Ia mengatakan akan berbicara terus terang kepada Kim agar segera ada titik temu atau kompromi antara tuntutan AS dan Korut. Washington menghendaki Korut untuk melucuti semua nuklir dan rudalnya, sedangkan Pyongyang mendesak Gedung Putih menghentikan sikap permusuhan yang mengancam.
Pertemuan pada Selasa ini menjadi pertemuan ketiga antara Moon dan Kim. Sebelumnya, keduanya bertemu pada April dan Mei 2018. Setelah dua pertemuan bilateral pertama Korsel-Korut, terwujud pertemuan bersejarah antara Trump dan Kim di Singapura, Juni lalu. Saat itu, Kim berkomitmen untuk melucuti nuklir di Semenanjung Korea.
Namun, belum ada tindak lanjut konkret dari hasil pertemuan tingkat tinggi di Singapura. Kedua negara sama-sama menuntut agar keinginan mereka didahulukan. Di satu sisi, AS menginginkan Korut segera melenyapkan semua nuklir dan rudal serta harus dilakukan verifikasi oleh pihak luar. Di sisi lain, Korut menuntut ada pernyataan formal Perang Korea (1950-1953) berakhir.
”Presiden Moon sering bertemu dan berbicara melalui telepon dengan AS sehingga lebih paham pemikiran AS ketimbang Kim,” kata Kepala Staf Kepresidenan Korsel Im Jong-seok.
Namun, menurut Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, pembahasan perlucutan nuklir AS dengan Korut masih berjalan.
Selama berada di Pyongyang, Moon juga diagendakan menghadiri konser dan berkunjung ke sejumlah lokasi penting, terutama bisnis.
Selama ini, Moon gencar mendorong kerja sama ekonomi kedua Korea. Namun, editorial di harian Korea Herald mengatakan, sebaiknya proyek ekonomi yang melibatkan Korut ditunda sampai Pyongyang terbukti menunjukkan kemajuan dalam menghapus program nuklirnya. ”Investasi di Korut penuh risiko karena kondisi serba tidak jelas,” ungkap harian itu.
Pengamat dari Institut Asan untuk Studi Kebijakan, Go Myong-hyun, menyatakan, Korut dan AS akan sama-sama memanfaatkan kesempatan. Pada sisi Korut, mereka hendak memanfaatkan keinginan Trump mengklaim ada kemajuan dalam perlucutan nuklir dengan tujuan memenangi pemilihan tengah periode AS, November 2018. ”Setiap pertemuan akan dilihat sebagai kesempatan politik untuk mendapat konsesi,” kata Go.
Meminta daftar
Pengamat lain dari Institut Asan, Shin Beom-cheol, menduga Moon mencoba meyakinkan Kim untuk memberi daftar program nuklir di Korut. ”Memang bukan Korsel yang akan memeriksa atau memverifikasi. Namun, kalau Korsel bisa mendapat daftar itu, meski hanya secara lisan, sudah lumayan,” ujarnya.
Chung-in, penasihat khusus Moon, menyatakan, Moon mungkin akan membujuk Kim melakukan tindakan yang radikal atau berani, seperti melucuti beberapa bom nuklir.
Korut saat ini dalam kondisi tertekan oleh beragam sanksi gara-gara program nuklir dan rudal. Hal ini menyulitkan upaya Moon untuk memperkuat kerja sama ekonomi Korut-Korsel.
Pengamat Korea di AS, Victor Cha, menilai, Trump seharusnya memisahkan pembahasan perdamaian di Semenanjung Korea dengan perlucutan nuklir Korut. Seharusnya Trump mengakhiri Perang Korea dengan perdamaian karena China pasti akan mendukung upaya itu.
”Saat ini, Trump berada di posisi yang canggung karena ada tiga pihak yang menginginkan perdamaian. Sementara Trump menjadi satu-satunya pihak yang ingin diakui berjasa,” ujar Cha yang pada tahun lalu disiapkan menjadi duta besar di Seoul, tetapi Gedung Putih akhirnya berubah pikiran.