JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Bali pada Oktober 2018 akan dioptimalkan untuk menarik kembali investasi asing di tengah ketidakpastian global. Sebanyak 79 proyek investasi senilai 86,1 miliar dollar AS akan ditawarkan pemerintah kepada investor yang hadir dalam acara tersebut.
Secara keseluruhan, 79 proyek investasi itu digarap 22 perusahaan BUMN.
Dari total investasi 86,1 miliar dollar AS, sekitar 42 miliar dollar AS akan ditawarkan kepada investor asing. Proyek tersebut berupa pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, bandar udara, dan pengembangan kawasan pariwisata.
”Investor bisa memilih sesuai kebutuhan. Ada investasi pembangunan dari awal atau greenfield investment atau pembangunan yang sudah berlanjut berupa brownfield investment,” kata Staf Khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara Sahala Lumban Gaol dalam konferensi pers bertema ”Menakar Manfaat Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018”, Senin (17/9/2018), di Jakarta.
Pertemuan tersebut akan dioptimalkan untuk menjaring pembiayaan infrastruktur. Pemerintah akan menggelar seminar khusus bertema paradigma baru dalam pembiayaan infrastruktur untuk meningkatkan investasi asing langsung yang sedang merosot.
Mengutip data Bank Indonesia, surplus penanaman modal asing terus menurun, dari 2,9 miliar dollar AS pada triwulan I-2018 menjadi 2,5 miliar dollar AS pada triwulan II-2018. Pada 2017, surplus penanaman modal asing mencapai 19,4 miliar dollar AS, sedangkan pada 2016 senilai 16,1 miliar dollar AS.
Upaya menarik penanaman modal asing juga melalui pertemuan antarbadan usaha.
Sahala mengatakan, sejauh ini ada empat BUMN yang akan menggelar pertemuan langsung bersama calon investor. Pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali juga akan ditandatangani kesepakatan investasi dari enam BUMN, antara lain untuk pembangunan jalan tol dan bandar udara.
Isu utama
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menambahkan, isu utama yang dibahas dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia terkait pasar keuangan dan pertumbuhan pembangunan dunia. Pokok pembahasannya menjurus pada dampak kebijakan negara-negara maju terhadap perekonomian negara berkembang. Kerja sama antarnegara maju dan negara-negara dalam kawasan regional dinilai penting untuk mengantisipasi ketidakpastian global.
Pertemuan tahunan ini digelar ketika tekanan terhadap pasar keuangan sedang tinggi dan bertepatan dengan 20 tahun negara-negara Asia berhasil terlepas dari krisis 1998.
”Ada pesan yang ingin disampaikan, negara yang berhasil bangkit dari krisis kini telah menjadi negara yang kuat, berevolusi, dan berketahanan,” ujar Dody.
Dampak ekonomi
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 akan berdampak langsung terhadap perekonomian di Bali senilai Rp 5,9 triliun. Dampak itu antara lain dari biaya pembangunan infrastruktur 2017-2018 senilai Rp 3 triliun dan pengeluaran pengunjung mancanegara dan domestik Rp 1,1 triliun.
Kepala Bappenas/PPN Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, perkiraan dampak ekonomi langsung itu merupakan hasil studi awal. Dampak bisa lebih besar jika pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan mampu mengapitalisasi potensi yang ada. Dampak tidak langsung berupa penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan masyarakat.
Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia diperkirakan mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi Bali di atas 6,5 persen. Setiap satu wisatawan mancanegara yang datang diperkirakan mengeluarkan 150 dollar AS di luar akomodasi dan transportasi. (KRN)