Menjajal Bening Air Terjun Batu Dinding
Pagi itu langit begitu cerah. Suhu udara di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar, Riau, cukup sejuk dibandingkan dengan Kota Pekanbaru yang hanya berjarak 110 kilometer. Pada malam hari, suhu dapat mencapai 22 derajat Celcius. Cukup dingin meski tanpa alat pendingin ruangan.
Sesuai rencana, pagi itu niatan untuk menjajal pemandangan air terjun Batu Dinding sudah bulat. Yuliardi (55), pemilik homestay Asmalaila, tempat kami menginap mengatakan, ada dua jalur untuk menuju lokasi air terjun.
Opsi pertama adalah melalui jalan desa dengan sepeda motor menyusuri kaki bukit yang mendaki dan menurun sampai ke tepi sungai hutan desa sejauh 3 kilometer. Kendaraan roda empat juga bisa, namun harus memiliki sistem penggerak empat roda. Selain itu, mobil harus diparkir sekitar 300 meter sebelum lokasi terakhir yang dapat dijangkau sepeda motor.
Jalur kedua melewati Sungai Subayang, menggunakan piyau (perahu kayu tradisional bermesin tempel) yang biasa disebut warga robin atau johnson. Robin dan johnson adalah merek mesin perahu warga di sepanjang Sungai Subayang yang kemudian dijadikan nama kendaraan air itu.
Lewat sungai, piyau akan mengantarkan wisatawan sampai ke kaki hutan desa. Dari sungai terdapat tangga batu cor setinggi 30 meter ke atas.
Setelah berdiskusi bersama Oki, teman wartawan televisi nasional, pilihan jatuh dengan menggunakan sepeda motor bebek pinjaman dari Yuliardi. Oki sebagai pengendara dan saya duduk manis di boncengan.
Walau jaraknya tidak jauh, berkendara dengan sepeda motor tidak mudah. Pendakian dan penurunan menuju lokasi tidak terlalu ekstrem, cuma jalannya sangat licin. Apabila tidak berhati-hati, kendaraan dapat terperosok ke jurang di sebelah kanan jalan. Jalur darat menuju lokasi air terjun Batu Dindang memang menyusuri dinding bukit. Di bagian bawah bukit terdapat pemandangan Sungai Subayang.
Tatkala bertemu jalan mendaki dan menurun yang dirasakan cukup berbahaya, penumpang di boncengan harus turun. Acapkali motor tidak kuat menanjak karena terjal dan licin sehingga harus didorong. Alhasil, perjalanan menempuh jarak 3 kilometer dari desa, memakan waktu setengah jam. Ketika sampai di pinggir hutan desa, keringat sudah bercucuran.
Setelah menyeberangi sungai kecil berbatu, perjalanan menuju lokasi air terjun mulai menapak ke atas bukit. Untungnya sudah ada jalan setapak menggunakan batu cor sehingga jalur mendaki tidak licin. Meski demikian, mendaki ditengah-tengah pepohonan di sekeliling bukit juga tidak mudah.
Beberapa kali jalan terputus dan harus menyeberangi sungai berbatu yang cukup licin. Oki yang berusia muda, terasa enteng berjalan mendaki dan menurun walau ia membawa peralatan kamera yang cukup berat di tas ranselnya. Dia hanya tertawa melihat seniornya berjalan pelan tertatih dan banyak berhenti.
Setelah 300 meter mendaki, terlihat pemandangan air terjun kecil di sebuah cekungan sungai berbatu padas. Batu itu persis seperti dinding. Itulah sebabnya namanya disebut air terjun Batu Dinding.
Air terjun itu dikelilingi pepohonan rindang, sehingga suasana di sekelilingnya agak gelap, bahkan cenderung terkesan mistis. Meski demikian, sinar matahari masih dapat menerobos celah-celah pepohonan.
“Ini masih air terjun pertama. Masih ada satu lagi di atas,” kata Oki yang sudah pernah pergi ke lokasi itu sebelumnya.
Setelah mengambil foto dokumentasi, perjalanan dilanjutkan dengan mendaki ke atas. Rasa haus sudah mendera, namun tidak ada air minum. Akan tetapi niatan melihat air terjun kedua tetap bulat.
Perjalanan menuju lokasi kedua ini ternyata lebih sulit daripada sebelumnya. Pendakian dan penurunan lebih tajam. Jalan setapaknya cukup licin, karena sinar matahari belum menembus hutan yang tajuknya menyatu di atas.
Setelah 20 menit mendaki, deru air sudah terdengar cukup keras. Air terjun kedua itu sudah terlihat di bawah. Untuk menuruninya terdapat jalan melingkar yang sangat curam. Untungnya sudah disediakan pegangan dari kayu di sepanjang jalan setapak yang berfungsi sebagai tangga turun.
Air terjun kedua ini lebih besar dibandingkan dengan yang pertama. Lokasinya juga lebih terbuka. Cekungan kolam di bawah air terjun lebih luas. Airnya sangat bening. Konfigurasi alam dengan perpaduan air terjun dengan batu—batu besar sungai, membuat pemandangan semakin indah.
Kolam di bawah air terjun sering dipakai untuk mandi oleh wisatawan. Namun pagi itu belum ada seorangpun wisawatan yang datang ke lokasi itu.
Sayangnya, ada yang merusak pemandangan. Disisi kiri air terjun terdapat bangunan warung sederhana beratap seng, tempat penduduk desa berjualan pada musim liburan. Tidak jauh dari warung terdapat banyak sampah bekas makanan yang ditinggalkan begitu saja di tepi sungai. Meski tidak terlalu banyak, namun sampah terlihat mengotori alam yang indah.
Ketua Forum Masyarakat Sungai Subayang Bio, Datuk Alamrai mengatakan, kritik tentang sampah di lokasi air terjun sudah sering disampaikan oleh wisatawan. Pihaknya sudah sering meminta pengelola air terjun membersihkan sampah secara berkala. Namun pekerjaan pembersihan itu tidak gampang.
“Semestinya seluruh wisatawan yang datang ke air terjun harus membawa sampahnya sendiri ketika turun ke desa,” kata Alamrai.
Terlepas dari sampah di air terjun kedua, Oki kembali menantang untuk mendaki lagi. “Masih ada satu lagi air terjun yang lebih besar di atas. Bagaimana ?” katanya.
Namun, untuk mendaki ke lokasi air terjun ketiga ini, sungguh berat. Jalannya lebih terjal. Selain itu tidak ada jalan setapak menggunakan batu cor lagi. Lagipula tenaga sudah semakin menipis dan hanya tersisa untuk perjalanan turun. Misi menuju air terjun ketiga harus disimpan dahulu.
Di perjalanan turun, terasa lebih enteng. Setelah berleha-leha dan meminum air sungai di lokasi air terjun pertama, penat badan seakan pulih kembali.
Sesampainya di desa, air Sungai Subayang terlihat lebih menantang. Air jernih yang mengalir di bebatuan kerikil sungguh tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perjalanan akhir dari air terjun Batu Dinding, ditutup dengan mandi-mandi dan berendam di sungai asri dengan pemandangan bukit-bukit hijau di belakangnya.
Berwisata alam buat orang di Riau, sebenarnya tidak harus pergi ke Bukit Tinggi di Sumatera Barat. Hanya berjalan selama 2,5 jam dari Pekanbaru, pemandangan alam Sungai Subayang yang berada di dalam eksosistem Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling sudah mewakili. Kalau cukup energi, silakan nikmati air terjun Batu Dinding yang memesona.