JAKARTA, KOMPAS—Perwakilan partai politik menyatakan akan menjaga komitmennya untuk tidak mengirim bakal calon legislatif mantan narapidana korupsi. Terkait dengan itu, parpol mengagendakan legislasi pembatasan hak politik terhadap mantan narapidana tiga jenis kejahatan yang diatur Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 20/2018 menjadi Undang-Undang.
Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 20/2018 yang melarang parpol mengajukan bakal calon legislatif (bacaleg) mantan napi korupsi, kejahatan seksual anak, dan bandar narkoba. Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu mengatakan, Senin (17/9/2018), partainya menghormati putusan MA. Namun, komitmen PDI-P mengirimkan caleg yang bebas masalah hukum tidak berubah.
“Keputusan MA harus kita hormati sebagai keputusan hukum. Namun, adanya putusan tersebut tidak serta-merta membuat kami kembali memasukkan mantan koruptor sebagai caleg,” katanya dalam gelar wicara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV.
Sebelumnya, PDI-P tercatat memiliki satu bacaleg mantan napi korupsi di tingkat provinsi dan tujuh di tingkat kabupaten. Namun, Masinton menyatakan, partainya telah mencoret kedelapan nama tersebut. Ia mengajak masyarakat untuk mencermati daftar calon sementara (DCS) yang akan ditetapkan menjadi daftar calon tetap (DCT) pada 20 September mendatang.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan hal senada. Sebelumnya, partainya tercatat mengirimkan 27 caleg mantan napi korupsi. Namun, sebanyak 26 nama telah dicoret. “Satu lagi, Pak Muhammad Taufik, kami beri kesempatan memperjuangkan nasibnya, karena beliau salah satu yang mengajukan gugatan ke MA dan ternyata dikabulkan,” kata Andre.
Ia menambahkan, partainya akan tunduk kepada hukum yang berlaku. Ke-26 nama yang telah dicoret partainya tidak akan dipertimbangkan lagi untuk dimasukkan kembali menjadi bacaleg.
Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik menyatakan, keinginan publik untuk mendapatkan caleg yang bersih perlu diperhatikan parpol. Ia yakin, keputusan MA tidak serta-merta menghilangkan komitmen parpol untuk mewujudkan keinginan publik tersebut.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Masinton mengatakan, DPR, pemerintah, dan Mahkamah Konstitusi (MK) perlu berkoordinasi untuk membuat UU yang bisa membatasi caleg-caleg mantan tiga jenis kejahatan yang disebutkan dalam PKPU No 20/2018. “PDI-P pasti berkomitmen membuat UU tersebut nantinya. Nah, DPR dan pemerintah sebagai pembuat UU, bersama dengan MK, juga harus bisa berkomitmen untuk membahas UU tersebut,” kata Masinton.
Menurut dia, Pasal 4 Ayat 3 PKPU No 20/2018 menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan Pasal 240 Ayat 1 huruf (g) UU No 7/2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan bacaleg mengumumkan kepada publik jika pernah dihukum penjara minimal lima tahun. Di samping itu, Putusan MK No 4/PUU-VII/2009 menyatakan, pembatasan hak politik bagi mantan terpidana hanya dapat dilakukan melalui putusan pengadilan yang sah.
Partai Gerindra juga akan mendorong terwujudnya UU serupa. “Semangat PKPU No 20/2018 ini bagus. Jadi kami akan dorong agar menjadi UU. Insya Allah, tahun 2024, kita tidak perlu berdebat lagi apakah napi tiga kejahatan itu bisa jadi caleg atau tidak,” kata Andre.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah berharap parpol menjaga komitmennya untuk tidak mengajukan caleg mantan napi korupsi. “KPK sudah menangani 220 anggota DPR dan DPRD yang terlibat kasus tindak pidana korupsi, termasuk DPRD Malang dan Sumatera Utara. Kalau parpol punya komitmen untuk membatasi calon bermasalah, tugas kami akan menjadi lebih ringan di masa depan,” ujar Febri.
KPU belum terima salinan
Hingga Senin malam, KPU belum menerima salinan putusan pembatalan PKPU No 20/2018 dari MA. Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan, KPU telah mengirim surat pada MA untuk meminta salinan tersebut. Sebab, KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan tersebut, misalnya merevisi PKPU, sebelum menerima salinan putusan.
Ke depan, KPU tetap akan berusaha mewujudkan semangat antikorupsi PKPU No 20/2018 dengan cara lain. “Sepertinya sudah tidak mungkin lewat jalur hukum. Jadi kami akan coba umumkan publik melalui DCT, calon mana saja yang mantan napi korupsi. Kami juga berdialog dengan pimpinan-pimpinan parpol. Kalau parpol menarik bacaleg mantan napi korupsi, masalah itu selesai dengan sendirinya,” kata Pramono.
Komisioner Badan Pengawa Pemilu (Bawaslu) Frits Edward Siregar mengapresiasi kesiapan KPU menerima putusan MA. Ia mengatakan, mencegah caleg mantan napi korupsi tidak harus melalui PKPU. Keberadaan mereka dapat diumumkan pada publik melalui DCT hingga surat suara. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)