Pemprov Jatim Segera Ubah Formulasi Aturan Taksi Daring
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Mahkamah Agung telah mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Akibatnya, pemerintah daerah harus menyesuaikan dengan aturan itu.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur salah satunya. Pemerintah Jatim sebelumnya telah menerbitkan aturan tentang angkutan daring. Dengan adanya putusan MA, aturan yang telah dibuat akan disesuaikan lagi.
”Jatim sebenarnya telah membuat regulasi, bahkan praktiknya sudah dijalankan. Dengan dicabutnya Permenhub oleh MA, kami harus membuat penyesuaian,” kata Gubernur Jatim Soekarwo, Selasa (18/9/2018) di Surabaya.
Pada tahun lalu, Soekarwo telah menandatangani Pergub Jatim 188/375/KPTS/103/2017 yang mengatur tentang kuota angkutan sewa khusus berbasis aplikasi internet. Jenis angkutan umum dengan mobil itu lebih akrab dengan sebutan taksi daring.
Pergub Jatim menetapkan kuota taksi daring di provinsi ini 4.445 mobil. Kendaraan yang akan jadi taksi daring harus lulus uji KIR dan memenuhi berbagai persyaratan tentang usaha. Mobil yang telah memenuhi syarat kemudian diberi stiker atau identitas untuk membedakan dengan kendaraan pribadi.
Menurut Soekarwo, penerbitan Permenhub dan Pergub Jatim punya semangat yang baik untuk menjamin pelayanan angkutan umum yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan. Misalnya, tujuan penetapan kuota untuk memastikan bahwa penyedia jasa taksi daring yang notabene individu atau kelompok terjamin kelangsungan usahanya. Kuota juga melindungi layanan sejenis yang sudah terlebih dahulu ada, yakni taksi-taksi yang lazim memakai mobil jenis sedan dengan tarif argo.
Meski demikian, regulasi digugat anggota Persatuan Driver Online Indonesia Jawa Timur. Mereka adalah Daniel Lukas Rorong, Herry Wahyu Nugroho, dan Rahmatulah Riyadi dari Humas PDOI Jatim. Gugatan mereka dimenangkan MA yang mencabut kewajiban pemasangan stiker, kepemilikan seorang pengemudi minimal lima kendaraan, dan garasi yang menampung minimal sejumlah tersebut, surat tanda nomor kendaraan yang harus sama dengan di kartu tanda penduduk, kerja sama dengan bengkel, harus berbadan hukum, dan uji KIR.
”Ketika kami mengajukan gugatan itu, alasannya sederhana, Permenhub terlalu berat dan merugikan kami,” kata Rorong dalam kesempatan terpisah. Dengan dicabutnya Permenhub oleh MA, Rorong berharap Kementerian Perhubungan dan Pemprov Jatim membuat aturan baru yang lebih baik dan mengakomodasi kepentingan penyedia jasa taksi daring.
Terkait dengan hal itu, kata Soekarwo, ia akan meminta Menteri Perhubungan segera menyusun aturan baru untuk kemudian bisa disesuaikan oleh provinsi. Satu hal yang diingatkan Soekarwo, penyelenggaraan angkutan umum, termasuk taksi daring, harus diatur karena menyangkut keselamatan publik dan memastikan kelancaran usaha sejenis.
Kepala Dishub Jatim Fattah Jasin mengatakan telah mengundang berbagai kelompok penyedia jasa taksi daring untuk membuat rumusan sekaligus menunggu revisi Permenhub yang sedang disusun Kemhub.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim Wahid Wahyudi mengharapkan revisi regulasi yang disiapkan mengantisipasi munculnya gugatan kembali. ”Formulasinya harus pas. Kalau digugat lagi, direvisi lagi, digugat lagi, kapan penyelenggaraan transportasinya dijalankan,” ujarnya.
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim Said Utomo mengingatkan, aspek keselamatan dan keamanan publik harus diutamakan.