JAKARTA, KOMPAS- Pemenuhan hak korban pelanggaran hak asasi manusia berat tidak dapat diabaikan. Kewajiban ini tidak dapat hanya dibebankan kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga dituntut untuk berperan aktif.
”Sejak 2012 hingga 2018 ada 3.553 korban yang telah mendapatkan haknya dalam bentuk bantuan medis, psikologis, dan rehabilitasi psikososial. Mereka adalah korban dari tujuh kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Perlindungan dan Saksi Korban Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Dalam seminar publik bertemakan ”Mendorong Kebijakan Afirmatif dalam Rangka Pemulihan Korban Diskriminasi Sistemik di Indonesia”, ia mengungkapkan bahwa pemberian bantuan itu sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Menurut Semendawai, untuk mendukung pemenuhan hak atas korban, perlu kontribusi dari beberapa kementerian. Namun, belum semua kementerian bersepakat.
”Kementerian yang sudah bersepakat adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Sosial. Salah satu yang belum bersepakat adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Padahal, apabila ikut berkontribusi, pemenuhan hak untuk memperbaiki rumah korban dapat dilaksanakan,” katanya.
Upaya ini juga perlu didukung oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memberikan surat keterangan korban. Surat keterangan itu menjadi salah satu syarat memperoleh pemenuhan hak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
”Sejauh ini ada 850 berkas permohonan dari para korban untuk meminta surat keterangan tersebut. Untuk mempercepat penerbitan surat keterangan, Komnas HAM sedang menyederhanakan mekanisme penerbitannya. Verifikasi korban akan mulai dilakukan minggu depan,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.
Namun, pemenuhan hak dalam bentuk kompensasi dan restitusi belum dapat dilakukan sebab diperlukan putusan pengadilan. Beka mengingatkan, pemenuhan hak korban tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat, tetapi juga pemda. ”Layanan seperti apa yang bisa diberikan pemerintah daerah terkait dengan kewenangan otonomi daerah. Inilah yang sedang kami rumuskan agar tidak menabrak peraturan perundangan yang lain,” ujar Beka. (Sharon Patricia)