JAKARTA, KOMPAS - Meski telah dinyatakan terbukti turut menerima aliran dana proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik dan diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS, mantan Ketua DPR Setya Novanto tetap menyatakan tidak ada menerima uang. Keterangan Novanto dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (18/9/2018), ini pun langsung dibantah Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung, yang menjadi terdakwa perkara pengadaan KTP-el.
Selain Setya Novanto, sidang kali ini juga dihadiri politisi Partai Demokrat, Jafar Hafsah; Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo; Isnu Edhi Wibowo dari Perum PNRI; Jimmy Tedjasusila dari konsorsium PNRI; dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Dalam kesaksiannya, Novanto menjelaskan bahwa uang dari Oka sebesar 1,8 juta dollar AS dibagikan kepada anggota DPR di Badan Anggaran DPR dan 2 juta dollar AS untuk investasi. Novanto melanjutkan, ada juga uang 3,5 juta dollar AS dari Irvanto, yang diputar dari perusahaan penukaran valuta asing, atas perintah Andi Agustinus, kemudian diserahkan kepada sebagian anggota DPR, antara lain Chairuman Harahap, Melchias Markus Mekeng, Markus Nari, Jafar Hafsah, Ade Komarudin, dan Agun Gunanjar Sudarsa.
Saat diberi kesempatan merespons keterangan Novanto di dalam sidang, Oka membantah memberikan uang 1,8 juta dollar AS kepada anggota DPR. Irvanto, yang merupakan keponakan Novanto, juga membantah keterangan pamannya.
Irvanto menjelaskan, gagasan menyerahkan uang untuk anggota DPR justru berasal dari Novanto, bukan Andi. Bahkan, Novanto pula yang mengantar Irvanto untuk memberikan uang kepada Jafar Hafsah dan Nurhayati Assegaf. Adapun masing-masing uang yang diserahkan Irvanto sebesar 1 juta dollar Singapura untuk Melchias Markus Mekeng dan Markus Nari di ruangan Novanto. Kemudian, Chairuman Harahap 1,5 juta dollar AS, Ade Komarudin 700.000 dollar AS, Agun Gunanjar 1,5 juta dollar AS, Jafar Hafsah 100.000 dollar AS, dan Nurhayati Asegaf 100.000 dollar AS.
Minta dipertemukan
Ketika jaksa menanyakan alasan anggota DPR tersebut memperoleh aliran dana dari proyek KTP elektronik, Novanto tidak menjawab dengan jelas. Novanto pun meminta dipertemukan dengan Andi Agustinus dan Muhammad Nazaruddin, bekas politisi Partai Demokrat.
”Saat kami panggil Nazar (ke persidangan), Pak Nov tidak pernah ingat. Ini bagaimana?” tanya jaksa KPK, Ariawan Agustiartono. ”Saat di Sukamiskin banyak ngobrol (dengan Nazaruddin). Saya jadi ingat,” kata Novanto.