JAKARTA, KOMPAS - Pengemudi taksi daring relatif makin tertekan seiring makin banyaknya pengemudi taksi daring di tengah tingkat permintaan layanan jasa yang relatif tidak melonjak. Di sisi lain, pengaturan terkait praktik taksi daring masih menemui hambatan menyusul pencabutan oleh Mahkamah Agung terhadap beberapa pasal dalam PM No 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, Selasa (18/9/2018), mengatakan, saat ini jumlah mitra aplikasi jasa transportasi makin banyak jumlahnya. Sebelumnya ia menyebutkan, terdapat lebih dari 175.000 mitra terdaftar. Sementara kuota yang ada hanya 36.510 kendaraan. Jumlah itupun, menurut Deddy, baru dihitung dari mitra yang terdapat di Jabodetabek.
Hal ini, selain bisa memunculkan persaingan yang relatif ketat di antara para pengemudi, juga cenderung memunculkan persoalan lain berupa kredit macet pembayaran angsuran mobil.
Salah seorang pengemudi taksi daring, Stefan, pada hari yang sama membenarkan hal tersebut.
Menurut Stefan, sejumlah rekannya juga pernah mengalami kesulitan dalam membayar angsuran kredit mobil menyusul pendapatan yang relatif kecil. Sebagian di antarana berujung pada penarikan mobil-mobil kredit tersebut oleh lembaga keuangan pemberi kredit.
Ia menambahkan, selain kecenderungan makin sedikitnya penumpang menyusul jumlah mitra perusahaan aplikasi jasa transportasi, pemberlakuan aturan ganjil genap bagi mobil juga turut memengaruhi pendapatan. Pada hari kalender genap, wilayah operasinya cenderung terbatas menyusul nomor pelat kendaraannya yang berangka ganjil.
Respon Pembahasan
Sementara itu, terkait pengaturan operasi taksi daring, pertemuan antara para pemangku kepentingan, terutama para mitra taksi daring, dilakukan bersama dengan perwakilan pemerintah di Jakarta sejak Senin (17/9/2018) hingga Selasa (18/9/2018).
Direktur Angkutan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani saat dihubungi pada Selasa petang mengatakan, target pertemuan guna menghasilkan kesepakatan bersama menyusul putusan Mahkamah Agung RI (MA) Nomor 15 P/HUM/2018 atas sebagian pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017.
Ahmad mengatakan, kesepakatan diharapkan isa memberikan jaminan terkait pendapatan bagi mitra perusahaan aplikasi jasa transportasi untuk menafkahi keluarga dan membayar cicilan kredit mobil. Selain itu, hal kedua yang hendak disepakati adalah terjaminnya aspek keamanan penumpang.
Sementara terkait kuota jumlah mitra yang bisa bergabung, Ahmad mengatakan hal itu akan dibicarakan lagi dengan perwakilan perusahaan aplikasi jasa transportasi dan para mitranya. “Kita akan simulasikan perhitungannya,” sebut Ahmad.
Putusan MA pada tingkat proses peninjauan kembali atas hal uji materiil tersebut membatalkan sejumlah aturan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017. Berdasarkan catatan Kompas, pasal-pasal yang dibatalkan itu di antaranya tentang argometer, stiker, dokumen perjalanan yang sah, persyaratan teknis perizinan, STNK atas nama badan hukum, badan hukum koperasi, tempat menyimpan kendaraan, sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), dan buku uji kendaraan, larangan perusahaan aplikasi, juga sanksi tanda khusus.