JAKARTA, KOMPAS -- Penjualan dan produksi obat-obatan daftar G, yaitu obat berbahaya yang harus menggunakan resep dokter atau termasuk psikotropika, masih berlangsung meskipun sudah berkali-kali dilakukan penangkapan oleh polisi. Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menangkap dua tersangka, AB (41) dan AMW (23) karena menjual serta memproduksi obat-obatan daftar G tanpa izin dari Badan POM.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Selasa (19/8/2018) mengungkapkan, polisi menangkap kedua tersangka di toko obat milik mereka. Tersangka AB memiliki toko obat di Tambora, Jakarta Barat. Adapun tersangka AMW memiliki toko obat di Babelan, Bekasi. Polisi menyita barang bukti 15.367 butir obat daftar G dan obat racikan yang diduga palsu dari kedua toko tersebut.
Argo menjelaskan, dari toko obat milik tersangka AB polisi menyita 2.942 butir obat jenis Heximer dan Tramadol tanpa izin edar. Sedangkan dari toko obat milik tersangka AMW polisi menyita 12.425 butir obat Heximer dan Tramadol tanpa izin edar. Kedua tersangka sudah menjual obat-obatan daftar G sejak setahun lalu.
"Tersangka mendapatkan obat daftar G ini dari sales yang tahu-tahu datang menawarkan obat. Kalau harganya cocok silahkan diambil. Sales-nya tidak memiliki identitas jelas. Sekarang belum tertangkap," katanya.
Para tersangka menjual obat-obatan tersebut dengan harga murah berkisar Rp 6.000 sampai Rp 20.000 dengan jumlah 4-10 butir. Omzet penjualan obat per hari mencapai Rp 600.000 hingga Rp 1 juta.
Menurut Argo, para pelaku tawuran diduga mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tersebut supaya berani. Argo mengimbau para orangtua agar mengawasi anak-anaknya jangan sampai menyalahgunakan obat-obatan berbahaya.
Kepala Subdit Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sutarmo mengatakan, obat-obatan tersebut dapat menimbulkan halusinasi, rasa percaya diri, dan keberanian yang berlebih.
"Anak muda yang menyalahgunakan obat ini. Ketika mau ribut dia minum (obat) dulu. Sehingga percaya diri dan tidak takut kepada petugas," ujarnya.
Sutarmo menuturkan, Subdit Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tidak akan berhenti memberantas penjualan dan pembuatan obat-obatan berbahaya yang tidak memiliki izin. Selama setahun terakhir, Subdit Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus kerap menangkap produsen maupun penjual obat-obatan tanpa izin.
Meracik obat
Menurut Sutarmo, sasaran polisi adalah toko obat yang menjual maupun meracik obat-obatan berbahaya. Alasannya karena toko obat bersentuhan langsung dengan masyarakat. Konsumen obat-obatan berbahaya itu bukan orang sakit, tetapi anak-anak muda yang menyalahgunakan obat-obatan tersebut.
"Kami menangkap kedua tersangka saat sedang meracik obat. Mereka meracik dan mengemas obat lalu menjual. Peredaran obat ini sama seperti peredaran narkotik karena dilakukan secara rahasia. Kami masih mencari sumber obat-obatan ini karena sales yang menjual tidak diketahui identitasnya," katanya.
Sutarmo mengatakan, kedua tersangka tidak memiliki keahlian di bidang farmasi. Para tersangka juga mengaku bahwa mereka tidak memiliki keahlian dalam bidang farmasi. Oleh sebab itu para tersangka dikenakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.