Kemampuan membaca siswa yang baik menjadi modal penting untuk mencapai pembelajaran berkualitas. Namun, siswa di kawasan Indonesia Timur, tertinggal dalam kemampuan membaca. Dukungan bagi sekolah dibutuhkan untuk meningkatkan prestasi.
JAKARTA, KOMPAS - Akses pada buku bacaan yang terbatas membuat kemampuan membaca siswa, secara khusus di kawasan Indonesia Timur tertinggal. Padahal, kemampuan membaca yang baik dibutuhkan untuk mendorong prestasi belajar siswa di sekolah.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di jenjang SD di lima provinsi di Indonesia Timur yakni Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat terdata 11.746 SD. Namun, sekolah yang punya perpustakaan sebanyak 6.410 SD atau berkisar 54 persen. Terendah keberadaan perpustakaan sekolah di SD ada di Papua (29,9 persen) dan Papua Barat (39,4 persen).
Ketertinggalan siswa di Indonesia Timur dalam mengakses buku bacaan yang mempengaruhi kemampuan membaca terungkap dalam konferensi pers Perjalanan 100 Perpustakaan Taman Bacaan (TB) Pelangi di Jakarta, Rabu (19/9/2018). Hadir di acara ini Pendiri TB Pelangi Nila Tanzil dan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan Daerah James Modouw.
Nila mengatakan kemampuan membaca merupakan modal dasar anak dalam mewujudkan potensi diri. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, anak perlu memiliki akses ke buku berkualitas.
Menurut Nila, dirinya mendirikan TB Pelangi sejak 2009 untuk fokus meningkatkan minat baca anak-anak di kawasan Indonesia Timur. Dia merasa terpanggil untuk membantu menyediakan buku-buku bacaan menarik bagi siswa agar dapat meningkatkan kemampuan membaca.
Nila mengutip perbandingan hasil asesmen membaca siswa kelas awal (EGRA) siswa SD di Indonesia. Para siswa di Jawa/Bali mampu mencapai 59 kata/menit, sedangkan di Indonesia Timur hanya 29 kata/menit. Padahal siswa dikatakan lancar membaca jika mencapai 50 kata/menit. Selain itu, pemahaman siswa terhadap bacaan berkisar 49 persen. Hasil ini terendah dari daerah lain yang mampu mencapai di atas 60 persen.
"Kami fokus mengembangkan perpustakaan sekolah ramah anak. Sebab, dengan perpustakaan yang desainnya menarik dan beragam buku bacaan yang sesuai kemampuan membaca anak, para siswa jadi berminat untuk membaca,"kata Nila.
Menurut Nila, sudah ada 104 perpustakaan sekolah ramah anak TB Pelangi yang tersebar di 17 pulau di kawasan indonesia timur, mayoritas di daerah tertinggal. Penguatan perpustakan sekolah dinilai lebih berkelanjutan karena semua guru dan orang tua diajak terlibat, serta keharusan menambahkan mata pelajaran kunjungan perpustakan selama satu jam pelajaran per minggu.
James mengapresiasi komitmen TB Pelangi yang membantu pemerintah. Adanya semangat kerelawanan masyarakat dapat membantu pemerintah mengatasi kesenjangan pendidikan, utamanya di indonesia timur.
Menurut James, pepustakaan menjadi hal yang terlupakan dalam pembangunan sekolah. Padahal keberadaan perpustakaan strategis.
Upaya untuk meningkatkan minat baca didorong lewat gerakan literasi sekolah. Selain itu, Kemdikbud menyediakan buku bacaan digital yang bisa diunduh dan dicetak di daerah.
Menurut James, akses siswa pada beragam buku bacaan berkualitas dapat menumbuhkan karakter, membangun kecakapan literasi dasar karena membaca bukan hanya membaca lancar, tetapi memahami dan bisa menjelaskan kembali. Selain itu, membaca juga merangsang logika dasar anak.
Di sejumlah sekolah di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur yang mendapatkan program perpustakaan sekolah TB Pelangi berhasil membuat perpustakaan kembali diminati siswa. Guru SD Inpres 14 Ende Siprianus Wendelinus Sesu,mendongeng dari buku bacaan saat jam kunjung perpustakaan.