Indonesia Minta Jaminan
Penculikan warga Indonesia di wilayah perairan antara Filipina dan Malaysia kembali terjadi. Pemerintah Indonesia meminta dua negara tersebut untuk memberikan jaminan keamanan.
JAKARTA, KOMPAS Indonesia meminta Filipina dan Malaysia untuk menjamin keamanan warga negara Indonesia di perbatasan kedua negara. Permintaan ini disampaikan menyusul serangkaian penculikan dan penyanderaan WNI di wilayah perbatasan Malaysia dengan Filipina.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu M Iqbal mengatakan, permintaan sudah disampaikan ke aparat Malaysia pada 12 September 2018. Permintaan dilakukan setelah terjadi penculikan WNI bernama Samsul Saguni dan Usman Yunus. Keduanya diculik saat bekerja di kapal berbendera Malaysia yang sedang mencari ikan di perairan Sabah, Malaysia, Selasa (11/9/2018) dini hari.
”Sebanyak 6.000 WNI menjadi nelayan di Sabah. Ada lagi ribuan peladang di pesisir Sabah dan ribuan guru yang mengajar anak-anak WNI. Kami meminta jaminan keamanan bagi mereka,” ujar Iqbal di sela-sela acara penyerahan 3 WNI korban penyanderaan kelompok bersenjata Filipina, Rabu (19/9), di Jakarta. Tiga korban penyanderaan yang diserahkan kepada keluarga mereka, kemarin, ialah Hamdan bin Saleng, Sudarling bin Samansunga, dan Subandi bin Sattu.
Menurut Iqbal, penculikan Samsul dan Usman terjadi di tengah upaya pembebasan Hamdan, Sudarling, dan Subandi yang yang disandera kelompok bersenjata Filipina sejak Januari 2017. Ia menambahkan, setelah menyelamatkan dan menyerahkan tiga korban penyanderaan ke keluarga mereka, Pemerintah RI akan fokus ke penyelamatan korban baru penculikan.
Jalur logistik penting
Duta Besar RI di Manila Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, Indonesia juga meminta Filipina untuk meningkatkan keamanan wilayah lautnya. Perairan yang kerap menjadi lokasi penculikan adalah jalur logistik penting bagi perekonomian negara itu.
”Kapal pengangkut bahan kebutuhan pokok dan batubara untuk pembangkit listrik melintas di jalur ini. Pasokan aneka kebutuhan tersebut akan terganggu dan Filipina bisa rugi,” kata Sarundajang.
Filipina, menurut dia, menawarkan peningkatan kerja sama untuk pengamanan perairan. Dari patroli bersama yang digelar Indonesia, Malaysia, dan Filipina sejak Juni 2017, Manila menawarkan operasi bersama. ”Hal itu perlu dibahas lebih lanjut, terutama untuk memastikan apakah kita dan Duterte (Presiden Filipina Rodrigo Duterte) memiliki definisi serupa tentang operasi bersama,” ujarnya.
Kerja sama Indonesia, Malaysia, dan Filipina penting untuk keamanan perairan, apalagi WNI kerap menjadi korban penculikan. ”Saya baru lima bulan bertugas sejak pertama sudah mengupayakan pembebasan tiga orang ini. Sekarang tambah dua lagi,” ujar Sarundajang.
Ia mengatakan, Hamdan, Sudarling, dan Subandi diculik di perairan Sabah lalu disandera di Sulu, Filipina. Setelah berbagai upaya, penculik akhirnya membebaskan mereka pada Sabtu (15/9) sore. Sandera diserahkan oleh penculik ke Pemerintah Filipina. ”Mereka kriminal bersenjata yang murni mencari keuntungan,” kata Sarundajang.
Oleh Filipina, mereka dibawa ke Zamboanga dan diperiksa. Pemeriksaan dilakukan atas permintaan Kedutaan Besar RI. ”Mereka sehat, tetapi mengalami trauma dan tertekan secara psikologis. Hal ini wajar karena ditawan 20 bulan dalam kondisi serba tak pasti,” kata Sarundajang.
Bupati Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Basli Ali mengatakan, ia dan para keluarga korban sempat pesimistis atas kemungkinan pembebasan sandera. ”Kami sangat emosional karena nasib saudara kami tidak pasti. Setelah mendengar kabar mereka bebas, kami sangat berterima kasih kepada pemerintah. Kami baru diberi tahu kemarin,” ujarnya.
Iqbal mengatakan, proses pembebasan dilakukan sangat hati-hati. Pemerintah tidak ingin para sandera menjadi korban jika ada kesalahan atau kecerobohan selama proses pembebasan.
Sinyo mengatakan, masih ada berbagai kelompok kriminal bersenjata di perbatasan Malaysia dan Filipina. Mereka terpecah ke berbagai kelompok semenjak sejumlah tokohnya ditangkap Pemerintah Filipina. (RAZ)