BARITO KUALA, KOMPAS — Meskipun kekeringan, penanaman padi di lahan pertanian untuk memperingati Hari Pangan Sedunia Ke-38 di Jejangkit, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, terus dilakukan. Masyarakat dan pemerintah daerah mengoptimalkan pompa air untuk membasahi lahan kering.
Lahan pertanian yang disiapkan untuk Hari Pangan Sedunia Ke-38 di Kalimantan Selatan juga terdampak kekeringan. Itu menyulitkan penanaman padi. ”Masyarakat harus mengoptimalkan penggunaan pompa air supaya bisa terus menanam,” kata Ahmadi, penyuluh pertanian lapangan di sela-sela penanaman padi bersama PT Hasnur Group di Jejangkit, Barito Kuala, Kamis (20/9/2018) sore.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel Syamsir Rahman mengatakan, lahan pertanian yang disiapkan untuk peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) Ke-38 pada 18-21 Oktober seluas 750 hektar. Lahan yang sudah ditanami sekitar 50 persen.
”Penanaman berlanjut terus meski kemarau. Kami memasang pompa air di setiap petak lahan. Dengan pompa, air sungai dialirkan ke lahan,” kata Syamsir.
Tata kelola air di Jejangkit cukup baik. Kanal atau sungai kecil di tengah lahan pertanian tidak kering. Dengan pompa, air dialirkan ke sawah.
Menurut Syamsir, pengaturan tata kelola air kunci sukses pertanian. Dengan tata kelola air yang baik, lahan pertanian bisa digarap saat kemarau ataupun musim hujan. ”Di sini ada sungai dan sedang dibuatkan juga pintu-pintu air,” ujarnya.
Pemprov juga meminta semua pihak terlibat menanam padi di Jejangkit guna menyukseskan peringatan HPS Ke-38. ”Tidak hanya PT Hasnur Group yang terlibat, tetapi perusahaan-perusahaan lain juga terlibat. Bahkan, dari sekolah, perguruan tinggi, dan perbankan juga terlibat menanam,” katanya.
Wakil Presiden Direktur PT Hasnur Group Suroyo Gino mengatakan, pihaknya sangat mendukung program pemerintah mewujudkan ketahanan pangan. Menurut dia, Kalsel berpotensi menjadi salah satu lumbung pangan terbesar di dunia.
”Untuk itu, kami mendukung dan berpartisipasi dalam menanam padi di sini. Kami akan menanam seluas 10 hektar. Selain mengerahkan karyawan, kami juga mengerahkan tenaga ahli dan masyarakat,” katanya.
Kondisi Jatiluhur
Di Purwakarta, Jawa Barat, penyusutan tinggi muka air di musim kemarau belum mengancam fungsi utama Waduk Jatiluhur. Cadangan air 324,79 juta meter kubik cukup untuk irigasi pertanian, listrik, dan air bersih.
Data Perum Jasa Tirta II, pengelola Waduk Jatiluhur, tinggi muka air Waduk Jatiluhur pada Kamis mencapai 92,66 meter di atas permukaan laut (mdpl). Itu menyusut dibandingkan awal September 2018 setinggi 94,75 mdpl. Adapun elevasi ideal Waduk Jatiluhur 107 mdpl dan elevasi terendahnya 87,5 mdpl.
”Meski ada penyusutan, cadangan air masih mencukupi hingga akhir tahun. Sebanyak 198.000 hektar sawah di Karawang, Subang, hingga Indramayu masih terairi, baik yang sedang proses tanam maupun panen,” kata Direktur Operasi dan Pengembangan di Perum Jasa Tirta II Antonius Aris Sudjatmiko.
Dengan kondisi cadangan air yang masih mencukupi, Aris mengatakan, hujan buatan untuk saat ini belum perlu dilakukan. Apalagi saat ini hujan juga sudah mulai turun sehingga pasokan air diperkirakan tidak akan kekurangan lagi.
Kinerja pembangkit listrik tenaga air juga tidak terganggu. Kepala Divisi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Listrik PJT II Budy Gunady mengatakan, pihaknya masih bisa mengoperasikan empat dari enam turbin. Empat turbin ini generator menghasilkan 92 megawatt sehingga tidak mengganggu pasokan listrik.
Sementara itu, Engkan (42), petani keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur, mengungkapkan, dalam kondisi kemarau ini berpengaruh pada penurunan produksi ikan.
”Air menjadi keruh dan ini membuat ikan ada yang mati. Produksi ada penurunan sekitar 10 persen. Kalau cuaca bagus, dengan pakan ikan 4 ton bisa menghasilkan 2,8 ton ikan. Namun, baru-baru ini saya panen di bawah itu,” kata Engkan.