JAKARTA, KOMPAS - Guna memperbaiki daftar pemilih tetap hasil perbaikan atau DPTHP tahap pertama, Komisi Pemilihan Umum meminta Kementerian Dalam Negeri memberikan data kependudukan hasil konsolidasi semester pertama tahun 2018. Pemutakhiran kembali data pemilih merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak warga yang belum terakomodasi dalam daftar pemilih.
Seperti disepakati dalam rapat pleno terbuka penetapan DPTHP tahap I, akhir pekan lalu, KPU memiliki waktu dua bulan untuk meneliti kembali data pemilih. Selain untuk mencoret data pemilih ganda, KPU juga akan mengakomodasi pemilih yang belum masuk DPTHP karena salah satunya persoalan administrasi kependudukan. DPTHP tahap I ditetapkan ada 185.084.629 pemilih di dalam negeri dan 2.025.344 pemilih di luar negeri. Angka ini masih jauh di bawah daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) untuk Pemilu 2019 sebesar 196,5 juta.
”Hari ini (Rabu) kami sampaikan surat ke Menteri Dalam Negeri, mohon untuk diberikan data kependudukan hasil konsolidasi enam bulan terakhir. Di UU Pemilu, pemerintah disebutkan memberikan data kependudukan yang dikonsolidasi setiap enam bulan sekali (ke KPU),” kata komisioner KPU, Viryan Azis, di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (19/9/2018).
Menurut Viryan, DP4 untuk Pemilu 2019 yang diserahkan Kemendagri ke KPU pada Desember 2017 bersumber dari data kependudukan semester pertama tahun 2017 yang ditambahkan data terakhir. Saat ini, Kemendagri sudah punya data yang lebih baru, yakni semester I-2018.
Data ini diperlukan KPU sebagai bahan tambahan dalam memutakhirkan DPTHP. Data itu diharapkan mencakup jumlah dan nama-nama penduduk yang sudah punya KTP elektronik, penduduk yang belum punya KTP-el tapi sudah perekaman data, serta warga yang belum melakukan perekaman data. Pada Pemilu 2019, pendataan pemilih berbasis pada KTP-el.
Viryan juga menyampaikan, KPU mempertimbangkan opsi penggunaan kartu pemilih sebagai jalan terakhir mengakomodasi warga jika dinas kependudukan dan pencatatan sipil tak bisa memberikan dokumen kependudukan. Namun, hal itu perlu payung hukum setingkat undang-undang.
Posko pengaduan
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Afifuddin, menyampaikan, Bawaslu akan memerintahkan pengawas di daerah membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang berhak memilih tetapi belum masuk dalam
DPTHP tahap I. Dia juga mendorong agar pemerintah daerah bekerja keras merekam dan mencetak KTP-el sebelum tenggat akhir Desember 2018.
Terkait opsi kartu pemilih guna mengakomodasi pemilih tanpa KTP-el, Afif meminta KPU mengkaji rencana itu secara hati-hati. ”Kami setuju bahwa harus ada usaha ekstra menjamin hak pilih, tetapi dengan kartu pemilih apakah itu paling tepat karena sekarang logikanya semakin memosisikan pada identitas tunggal,” kata Afifuddin.