Persoalan tarif dan kesejahteraan kembali diangkat para pengemudi ojek daring dalam demonstrasi di dua tempat berbeda di Jakarta, Rabu (19/9/2018).
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Tarif ojek daring yang berlaku saat ini dinilai belum mempertimbangkan sejumlah aspek seperti biaya operasional dan biaya perawatan kendaraan. Di sisi lain, persaingan antarpengemudi kian ketat.
Masyarakat Ojek Online Seluruh Indonesia (MOSI), dalam aksi damai di kawasan Monas, meminta perusahaan aplikator menetapkan tarif dasar dengan perhitungan biaya operasional kendaraan.
"Selama ini tarif per kilometer hanya Rp.1.300. Tarif itu masih dipotong 20 persen oleh aplikator. Bagi kami, itu tidak manusiawi," kata Penanggung Jawab MOSI Danny Stephanus.
MOSI juga mendesak Ditjen Pajak mengaudit perusahaan aplikator. "Kami setiap bulan diminta membayar pajak penghasilan, tapi kami tidak tahu apakah perusahaan tersebut membayar pajak," jelas Danny.
Tuntutan lain supaya pengemudi ojek daring diberi payung hukum sementara yang bisa melindungi dan mengayomi para pengemudi ojek daring.
Di kantor pusat Grab di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda) juga menuntut kenaikan tarif per kilometer. Ketua Garda Igun Wicaksono mengatakan, tarif Gribbike kini antara Rp 1.200-Rp 1.500 per kilometer. Garda mendesak tarif naik menjadi Rp. 3000 per km.
Saat dihubungi, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, tuntutan mereka selalu sama, yaitu soal potongan komisi dan kenaikan tarif. Grab tidak menaikkan tarif karena akan berpengaruh pada jumlah pelanggan. Apabila tarif naik, pelanggan akan menggunakan layanan transportasi lain. Akibatnya, pemasukan mitra Grab berkurang.
Hentikan proses rekrutmen
Garda juga meminta penyedia aplikasi Grab Indonesia untuk berhenti merekrut pengemudi baru. Kehadiran pengemudi baru mempersulit pengemudi lama untuk mendapatkan pelanggan.
Igun Wicaksono mengklaim, terdapat sekitar 400.000 pengendara Grabbike di Jabodetabek. Jumlah itu diperkirakan bertambah karena proses rekruitmen terus dilakukan. “Jumlah pengemudi sudah berlebih. Kami meminta Grab untuk berhenti melakukan perekrutan,” katanya.
Ragil (25), pengemudi Grab asal Tangerang, mengatakan, pengemudi baru lebih sering mendapat order ketimbang pengemudi lama. Dia menduga, hal ini disebabkan pengemudi baru harus mencicil biaya jaket dan helm Rp 500.000 kepada pihak Grab.
Dalam sehari, Ragil mendapat penghasilan kotor Rp 180.000. “Pendapatan Rp 180.000 itu saya kurangi bensin Rp 50.000. Belum lagi biaya nongkrong saat menunggu penumpang (makan, minum, dan rokok),” kata dia.
Ketika pertama masuk Grab tahun 2017, dia mengaku bisa mendapat penghasilan kotor Rp 250.000.
Manajer Humas Grab Indonesia Andre Sebastian menyebut, proses rekrutmen dilakukan sesuai pertumbuhan penumpang untuk menjaga kualitas layanan. “Apabila permintaan tumbuh, tetapi perekrutan dihentikan, maka tingkat pelayanan,” kata Andre melalui pesan singkatnya.
Namun, Andre tidak menyebutkan jumlah pengemudi Grabbike Indonesia. “Tidak ada,” katanya. (Insan Alfajri/Kristi Dwi Utami)