SLEMAN, KOMPAS — Hoaks mengenai paket misterius yang berisi narkoba di wilayah Yogyakarta membuat warga resah. Namun, setelah ditelusuri aparat kepolisian, paket misterius itu ternyata hanya berisi barang sesuai dengan tulisan yang tertera di paket tersebut. Kini, penyebar hoaks tentang isi paket tersebut akan ditelusuri.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) DIY Ajun Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, paket misterius itu ternyata berisi jam tangan setelah dibuka bersama oleh aparat kepolisian bersama dengan pihak ekspedisi. Isi paket itu bukan narkoba seperti isu yang beredar di masyarakat.
”Isinya sesuai dengan resi, yaitu jam tangan. Kami luruskan bahwa barang yang dikirim bukan barang berbahaya,” kata Yuliyanto, dalam jumpa pers, di Markas Polda DIY, Sleman, Kamis (20/9/2018).
Paket berisi jam tangan itu ditujukan kepada Ulfa Fitria (45), pemilik toko pakaian di Kota Yogyakarta. Namun, ia tak mau menerima paket itu dan diharuskan membayar Rp 180.000 sesuai dengan harga isi paket tersebut karena tidak pernah merasa memesan paket tersebut. Ia pun dimintai difoto KTP-nya oleh kurir sebagai bukti bahwa kurir telah menemuinya. Akhirnya, paket dibawa kembali oleh kurir.
Atas peristiwa itu, masyarakat sempat resah karena marak beredar pesan dan unggahan media sosial yang menyatakan paket misterius itu berisi narkoba.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Hadi Utomo mengatakan, kabar yang beredar itu merupakan hoaks. Langkah yang ditempuh selanjutnya, ia akan berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda DIY untuk menelusuri siapa orang yang pertama kali menyebarkan informasi bahwa paket tersebut berisi narkoba.
”Ada yang memfoto barang ini dengan tema yang berbeda. Lalu, ia menyimpulkan barang itu sebagai narkoba, sedangkan Bu Ulfa tidak menyatakan demikian. Kemudian, kami akan koordinasi dengan Dirkrimsus (Polda DIY) untuk mencari siapa yang menyebarluaskan berita hoaks,” kata Hadi.
Sementara itu, Ulfa menegaskan, dirinya sama sekali tidak pernah membuat unggahan ataupun pesan berantai yang menyebutkan bahwa paket yang diterimanya itu berisi narkoba. Ia hanya menginformasikan, dirinya mendapat kiriman paket misterius yang tak ia ketahui isinya ke beberapa temannya.
Key Account Manager J&T Express Iwan Senjaya mengungkapkan, paket yang diterima Ulfa itu benar menggunakan jasa ekspedisinya. Perusahaan jasa itu menerima barang dari penjual lengkap dengan labelnya dari toko-toko daring yang bekerja sama dengan mereka. Tugas ekspedisi hanya mengirimkan barang-barang itu ke alamat yang dituju.
”Kini, barang (paket berupa jam tangan) ini akan kami kembalikan kepada seller (penjual). Kami sedang berkomunikasi dengan pihak marketplace (operator toko daring) secara lebih lanjut dengan persoalan ini. Kami tentu tidak ingin bekerja sama dengan marketplace yang bermasalah,” kata Iwan.
Ganti standar operasional
Iwan menyatakan, kini, J&T telah mengganti standar operasional untuk pengiriman barang agar tidak lagi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Penerima akan dihubungi terlebih dahulu sebelum barang pesanan dikirim guna membuktikan bahwa barang yang akan dikirim itu memang benar dipesan oleh si penerima.
”Setelah melihat ini menjadi masalah, kami ubah sistemnya. Penerima harus mengonfirmasi barang yang akan dikirim itu benar atau tidak sebagai pesanan mereka. Kalau dalam satu atau dua hari tidak ada konfirmasi, kami akan mengembalikan barang kepada penjual,” kata Iwan.
Terkait pemotretan KTP, Iwan menegaskan, hal tersebut bukan sebuah pemaksaan. Penerima paket yang menolak itu tidak dipaksa untuk menyerahkan KTP-nya agar bisa difoto oleh kurir. Hal itu dibenarkan Ulfa. Ia tidak bersedia difoto KTP-nya, dan paket yang dikirim untuknya itu pun dibawa kembali kurir.
”Sebenarnya, pemotretan KTP ini untuk mencegah adanya kurir-kurir yang nakal. Ada kurir yang menyatakan paket ditolak penerima, sedangkan kurir itu tidak pernah mengirimkan paketnya. Itu menjadi bukti bahwa penerima menolak paket agar nanti dikonfirmasi ulang ke sistem kami,” ujar Iwan.