Puluhan orang berpose dengan latar belakang Gedung Putih yang terpaut sekitar 100 meter dari tempat mereka berdiri. Aparat keamanan dengan senjata lengkap berjaga dari balik pembatas garis polisi untuk mengawasi pengunjung. Di atas bubungan Gedung Putih siaga para penembak jitu yang tentunya tak segan melumpuhkan siapa saja yang dianggap membahayakan kediaman Presiden Amerika Serikat di Washington DC itu.
Di atas bubungan itu pula, tampak bendara nasional AS dikibarkan setengah tiang. AS tengah berkabung atas kematian senator John McCain yang divonis menderita tumor otak. McCain pernah menjadi calon presiden AS dari Partai Republik. Ia bersaing dengan Barack Obama dari Partai Demokrat pada pemilu tahun 2008 tetapi kalah. Oleh publik AS, McCain digambarkan sebagai negarawan sebab ia kerap mendukung kebijakan lawan politik yang dianggap bermanfaat bagi rakyat dan negara. Simbol duka di Gedung Putih mewakili hati rakyat AS.
Kompas bersama empat peserta International Visitors Leadership Program asal Indonesia sengaja datang ke salah satu gedung ikon dunia itu pada Minggu (26/8/2018). Dikatakan ikon dunia, lantaran dari dalam gedung itu kerap keluar kebijakan yang berpengaruh pada dinamika global. Amerika masih menjadi negara paling berpengaruh di dunia. Di dalam gedung itu berdiam tokoh paling berpengaruh di dunia. Seruan damai dan perintah perang kerap dilontarkan dari dalam sana.
Agar lebih memahami cerita tentang gedung dan areal sekitarnya, rombongan ditemani ahli sejarah Washington, Jeanne M Fogie yang akrab disapa Jeanne. Wanita paruh baya itu sempat menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi di Washington sejak 21 tahun. Ia juga telah menerbitkan empat buku tentang Washington. Di samping itu, ia mengelola jasa pemandu wisata khusus di Washington. Kapasitas Jeane tak diragukan lagi.
Menurut Jeanne, Gedung Putih menjelma menjadi lokasi wisata. Meski tak ada pemeriksaan dan tampak santai, pengunjung yang berada di depan Gedung Putih itu dalam pantauan sistem pengamanan yang ketat dan detail. Semua barang bawaan terdeteksi secara otomatis oleh sistem yang dimonitor dari ruang bawah tanah.
Beberapa polisi rahasia berbaur dalam kerumunan pengunjung. Ini disadari, pemimpin AS sangat dekat dengan ancaman. Berdasarkan pengalaman, pernah ada presiden AS yang meninggal terbunuh saat masih bertugas seperti John F Kennedy tahun 1963.
Gedung Putih yang berdiri di atas lahan lebih kurang 7,3 hektar itu memiliki tiga lantai di atas permukaan tanah dan sisanya tiga lantai di bawah tanah. Kendali pengamanan dilakukan dalam ruang bawah tanah. Pengawasan dari udara juga dilakukan. Helikopter beberapa kali terbang rendah di atas. Ada helikopter untuk pengamanan dan juga untuk mengangkut presiden AS. Di belakang Gedung Putih terdapat lokasi pendaratan helikopter presiden.
Kendati demikian, para pengunjung tampak santai. Mereka tak ikut tegang dengan ketatnya pengamanan. ”Tidak masalah. Ini tempat paling berpengaruh di dunia. Orang asing yang datang ke kota ini pasti ingin ke sini,” ujar Michael, warga Jerman seusai berpose di depan Gedung Putih. Ucapan Michael menegaskan anggapan banyak orang bahwa belum serasa ke Washington kalau belum sempat melihat langsung Gedung Putih.
Meski demikian ketatnya pengamanan Gedung Putih, pemerintah masih memberikan ruang bagi mereka yang melakukan aksi protes damai. Di dekat tempat pengunjung biasa berpose itu terdapat sebuah pos kumuh. Di pos yang mulai berdiri sejak 1981 itu terpampang banyak poster berisi protes terhadap kebijakan Pemerintah AS. Menurut Jeanne, pos itu awalnya berdiri sebagai bentuk protes atas penggunaan senjata nuklir yang menghancurkan kemanusiaan. ”Pos ini diizinkan pemerintah, tetapi syaratnya harus ada yang jaga,” katanya.
Menurut Jeanne, Gedung Putih dibangun pada masa pemerintahan Presiden AS pertama, yakni George Washington yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama kota Washington DC, ibu kota AS. Namun Gedung Putih baru mulai digunakan pada masa pemerintahan presiden kedua John Adams.
Gedung itu awalnya diberi nama Istana Eksekutif. Namun, pada tahun 1814, Istana Eksekutif diserang tentara Kerajaan Inggris. Gedung itu kemudian diperbaiki hingga selesai pada tahun 1818. Hal yang mencolok adalah cat dinding berwarna putih di gedung tersebut sehingga masyarakat ramai-ramai menyebutnya Gedung Putih.
Sebutan Gedung Putih awalnya belum formal. Namun, seiring waktu, nama itu terus meluas di kalangan masyarakat AS dan dunia hingga secara resmi diakui pada tahun 1908 oleh Theodore Roosevelt, presiden AS yang berkuasa saat itu. ”Apa salahnya kalau diberi nama Gedung Putih? Semua orang sudah tahu dan merasa itu benar,” ujar Jeanne meniru ucapan Roosevelt. Jeanne lalu mengajak ke beberapa lokasi bersejarah lainnya di Washington.
Tentang imigran
Dari pantauan Kompas, pesan perlawanan terhadap kebijakan pengetatan terhadap imigran terus terjadi di jalanan. Di salah satu sudut jalan dekat Museum Sejarah AS, ada beberapa pria menjajakan kaos bertuliskan ”Immigrants Make America Great”. Ini semacam sindiran bahwa kaum imigran ikut berkontribusi bagi kemajuan AS. Banyak pejalan kaki tampak membeli kaus tersebut. Pergulatan AS tentang imigran dan eksistensi kaum kulit hitam memang bukan kali ini. Itu terlihat dari beberapa tugu peringatan di Washington.
Tugu peringatan Abraham Lincoln, salah satu tempat yang dipadati pengunjung memiliki hubungan tentang itu. Patung presiden AS ke-14 itu dibuat dalam posisi duduk di atas kursi. Saat diamati dari dua sisi, Lincoln menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tangan kirinya mengepal dengan ekor alis condong ke atas. Lincoln dikesankan sedang geram. Sementara telapak tangan kanannya tampak diletakkan di atas sandaran tangan. Sisi kanan wajahnya lebih teduh. Lincoln dicitrakan sebagai pribadi pengayom.
Menurut Jeanne, patung ini menggambarkan pergolakan batin dalam diri Lincoln yang memimpin AS di tengah perang saudara. Ada wilayah yang menghendaki perbudakan, sementara wilayah lain menginginkan kesetaraan. Lincoln termasuk yang berjuang keras menghapus perbudakan itu. Ia memperjuangkan hak politik bagi kaum kulit hitam. Perang saudara pun berakhir pada tahun 1865. Sembilan negara bagian pro perbudakan yang sempat diri keluar dari AS bersatu kembali.
Di depan patung Lincoln itu menjadi tempat bagi Marthin Luther King Jr menyampaikan pidatonya pada tahun 1963. Saat itu terjadi aksi turun ke jalan secara besar-besaran untuk memperjuangkan kesetaraan. Pidato King yang terkenal berjudul ”I Have A Dream” untuk menggugat penguasa lantaran masih berlangsungnya diskriminasi terhadap masyarakat kulit hitam.
Pidato itu disampaikan setelah hampir satu abad Lincoln mengakhiri perang saudara. King pun dikenang lewat patungnya yang dipahat seolah sedang keluar dari gunung batu. Apakah perlakukan terhadap kaum kulit hitam masih berlangsung hingga kini?