Pengemudi taksi daring berharap ada aturan yang komprehensif agar memberikan kepastian usaha kepada mereka. Saat ini, sebagian aturan taksi daring dibatalkan Mahkamah Agung.
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tim tujuh yang beranggotakan tujuh perwakilan komunitas pelaku usaha atau mitra aplikasi layanan jasa transportasi taksi daring, terbentuk. Mereka mengingingkan adanya peraturan yang komprehensif terkait transportasi daring.
Salah seorang anggota Tim Tujuh, Fahmi Maharaja, Rabu (19/9/2018), mengatakan, selain Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Kementerian Ketenagakerjaan juga diharapkan bisa terlibat dalam penyusunan regulasi ini.
Adapun Tim Tujuh terbentuk sehari sebelumnya usai pertemuan antara pemerintah dengan perwakilan sejumlah komunitas pelaku usaha taksi daring pada hari Senin (17/9/2018) hingga Selasa (18/9/2018).
Selanjutnya, Tim Tujuh yang mewakili perwakilan pengemudi daring di Indonesia akan bernegosiasi dengan sejumlah pihak. Di antaranya dengan pemerintah dan juga perusahaan aplikasi penyedia jasa transportasi.
Fahmi menyebutkan, keterlibatan sejumlah kementerian diperlukan untuk menghindari munculnya lagi peraturan terkait layanan jasa transportasi daring yang dinilai tidak mengakomodasi seluruh kepepentingan.
Hal itu menyusul keputusan Mahkamah Agung untuk mencabut sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Putusan pembatalan sebagian pasal-pasal dalam PM Nomor 108/2017 itu menyusul anggapan MA ihwal ketidaksesuaiannya aturan itu dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Putusan tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI (MA) Nomor 15 P/HUM/2018.
Sebelumnya, sejumlah aturan terkait juga diterbitkan, akan tetapi terus diganti-ganti. Masing-masing adalah PM Nomor 32/2016 yang kemudian diubah menjadi PM Nomor 26/2017, kemudian berubah lagi menjadi PM 108/2017.
“Kami memandang bahwa ini (peraturan) tidak bisa kalau hanya (diterbitkan oleh) Kemenhub,” ujar Fahmi.
Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, pada hari yang sama, mengatakan, sejumlah hal terkait mesti dijawab setelah terbentuknya Tim Tujuh. Salah satu di antaranya terkait dengan sejauh apa peraturan yang ada bisa diterima.
Menurut Deddy, sepanjang regulasinya realistis dan tidak memberatkan pengemudi ataupun mitra perusahaan aplikasi, maka hal tersebut seharusnya bisa diterima.
Selain itu, kepentingan pengguna jasa transportasi daring terkait keamanan, kenyamanan, kebersihan, kepastian harga yang terjangkau, dan responsif atas pengaduan pengguna mesti bisa diakomodasi.
Direktur Angkutan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani, saat dihubungi pada Selasa petang, mengatakan, kesepakatan antar pemangku kebijakan ini diharapkan bisa memberikan jaminan terkait pendapatan bagi mitra perusahaan aplikasi jasa transportasi untuk menafkahi keluarga dan membayar cicilan kredit mobil. Selain itu, hal kedua yang hendak disepakati adalah terjaminnya aspek keamanan penumpang.
Sementara terkait kuota jumlah mitra yang bisa bergabung, Ahmad mengatakan hal itu akan dibicarakan lagi dengan perwakilan perusahaan aplikasi jasa transportasi dan para mitranya.
“Kami akan simulasikan perhitungannya,” sebut Ahmad.
Putusan MA pada tingkat proses peninjauan kembali atas hal uji materiil tersebut membatalkan sejumlah aturan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017.
Berdasarkan catatan Kompas, pasal-pasal yang dibatalkan itu di antaranya tentang argometer, stiker, dokumen perjalanan yang sah, persyaratan teknis perizinan, STNK atas nama badan hukum, badan hukum koperasi, tempat menyimpan kendaraan, sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), dan buku uji kendaraan, larangan perusahaan aplikasi, juga sanksi tanda khusus.
Persaingan ketat
Deddy juga menyebutkan, terdapat lebih dari 175.000 mitra terdaftar. Sementara kuota yang ada hanya 36.510 kendaraan. Jumlah itupun, menurut Deddy, baru dihitung dari mitra yang terdapat di Jabodetabek.
Tanpa regulasi yang kuat, persaingan antarpengemudi taksi daring juga bakal semakin ketat. Selain itu, kondisi ini cenderung memunculkan persoalan lain berupa kredit macet pembayaran angsuran mobil lantaran pemasukan yang turun.
Salah seorang pengemudi taksi daring, Stefan, membenarkan hal tersebut. Menurut Stefan, sejumlah rekannya pernah mengalami kesulitan membayar angsuran kredit mobil menyusul pendapatan yang relatif kecil. Akhirnya, mobil-mobil kredit tersebut ditarik oleh lembaga keuangan pemberi kredit.
Ia menambahkan, selain penumpang menyusut lantaran banyaknya pengemudi daring, pemberlakuan aturan ganjil genap bagi mobil juga turut memengaruhi pendapatan. Pada hari kalender genap, wilayah operasinya cenderung terbatas menyusul nomor pelat kendaraan yang berangka ganjil.
Pengaturan taksi daring ini diharapkan bisa menyesuaikan kuota pengemudi dengan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, pengemudi taksi daring bisa mendapatkan pendapatan yang sepadan.