Tingkat Pengobatan Antiretroviral di Indonesia Rendah
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tingkat pengobatan antiretroviral atau ARV di Indonesia rendah. Kondisi tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan orang dengan HIV/AIDS terkait cara pengobatan. Upaya sosialisasi diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
“Dari 640.000 orang dengan HIV/Aids, hanya 15 persen atau 95.000 orang yang melakukan pengobatan ARV,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Langsung (P2PL) Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu, Kamis (20/9/2018), di Jakarta.
Menurut Wiendra, beberapa orang dengan HIV/AIDS atau ODHA belum memiliki pengetahuan cukup terkait HIV/AIDS maupun pengobatannya.
Wiendra mengatakan, HIV/AIDS bukanlah penyakit mematikan yang tidak ada obatnya. Dengan mengetahui status HIV sejak dini, ODHA dapat mengikuti pengobatan ARV yang diberikan pemerintah secara gratis.
“Pengobatan ARV yang konsisten dapat membuat hidup lebih sehat, bekerja secara produktif, mampu mengenyam hak atas pendidikan, dan beraktivitas,” ujar Wiendra.
ARV merupakan obat yang efektif untuk HIV. Obat ini tidak membunuh virus, tetapi memperlambat pertumbuhannya di dalam darah. ARV harus diminum secara teratur setiap hari untuk mencegah kegagalan pengobatan akibat virus menjadi beradaptasi dan kebal.
Sementara itu, sebanyak 5.124 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia dapat memberikan layanan tes, pengobatan, dan perawatan terkait HIV. Dari total tersebut, sebanyak 641 fasyankes sudah dapat mengenalkan terapi ARV kepada ODHA.
Kampanye
Program Gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HIV/AIDS atau UNAIDS Indonesia bersama Kementerian Kesehatan mengajak empat ODHA untuk terlibat dalam Jakarta Marathon 2018. Hal itu bertujuan untuk mengeliminasi stigma dan diskriminasi di masyarakat.
“Partisipasi pelari dalam Jakarta Marathon pada 28 Oktober 2018 mendatang, diharapkan bisa membuka wawasan masyarakat umum bahwa ODHA yang telah mengikuti pengobatan ARV dapat menjalani hidup sehat,” kata Direktur UNAIDS Indonesia, Krittyawan Boonto.
Kampanye ini, kata Boonto, merupakan langkah mendukung komitmen pemerintah Indonesia untuk mengakhiri epidemik AIDS pada 2030. Pada tahun tersebut, Indonesia menargetkan 90 persen ODHA tahu status HIV miliknya, 90 persen mampu mengakses dan menjalani pengobatan ARV.
“Pengobatan ARV dapat menekan perkembangan virus dalam tubuh ODHA, sehingga mampu mengurangi risiko penularan HIV di masyarakat,” ujar Boonto. (DIONISIO DAMARA)