Terpilihnya Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sebagai Ketua Partai Demokrat Liberal akan membuka peluang Abe untuk merombak konstitusi pasifis Jepang.
TOKYO, KAMISPerdana Menteri Shinzo Abe (63) kembali terpilih sebagai Ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang. Hal ini membuka peluang besar bagi Abe untuk menjadi perdana menteri terlama dalam sejarah Jepang. Kemenangan Abe juga akan semakin menguatkan niatnya untuk melakukan reformasi konstitusi, yaitu menghapus UU Pasifis Jepang.
Abe mengalahkan rivalnya, mantan Menteri Pertahanan Shigeru Ishiba, dengan angka telak, yaitu 553 suara berbanding 254 suara. Abe dipastikan akan menjadi perdana menteri hingga tiga tahun ke depan atau Agustus 2021 karena LDP memiliki kursi mayoritas di parlemen. Ia juga akan menjadi perdana menteri terlama dengan melampaui rekor Taro Katsura—yang berkuasa di era Meiji selama 2.886 hari—pada November 2019.
Abe menghadapi sejumlah tantangan berat di dalam negeri, antara lain semakin tingginya utang negara, perubahan iklim yang membuat Jepang rentan bencana, dan semakin menuanya populasi Jepang. Semua itu berdampak pada pelemahan ekonomi Jepang.
”Saya akan bekerja sama dengan Anda semua. Saya akan bekerja sebaiknya untuk membangun Jepang yang dipenuhi harapan dan kebanggaan bagi generasi selanjutnya,” kata Abe.
Menurut harian The New York Times (20/9/2018), keberhasilan Abe adalah menjaga stabilitas politik. Meski demikian, pemerintahan Abe yang diterpa banyak skandal dinilai gagal mendorong pertumbuhan ekonomi serta gagal mengedepankan kesetaraan jender dan mewujudkan langkah-langkah pemberdayaan perempuan. Menurut indeks kesetaraan jender dari Forum Ekonomi Dunia, Jepang menempati peringkat ke-114 dari 144 negara.
Hanya saja, Abe tidak memiliki lawan politik yang tangguh di partainya. Shigeru Ishiba tidak mampu meyakinkan partainya untuk membuat perubahan. ”Bisa jadi mereka tak terlalu antusias dengan Abe, tetapi juga tak memiliki calon yang lebih baik, khususnya ketika situasi kawasan dan global sedang labil,” kata Sheila A Smith, ahli masalah Jepang di Council on Foreign Relations kepada The New York Times.
Perubahan konstitusi
Salah satu ambisi Abe yang belum terwujud adalah mengubah konstitusi Jepang yang pasifis yang dibuat oleh Pemerintah AS pada 1947 pasca-kekalahan Jepang di Perang Dunia II. Dengan alasan ancaman di kawasan, Abe berpendapat, sudah saatnya Jepang memiliki tentara yang siap berperang.
Permasalahannya, setiap perubahan krusial dalam konstitusi bukan saja harus disetujui oleh parlemen, melainkan juga oleh rakyat Jepang melalui referendum nasional. Dalam jajak pendapat yang dilakukan NHK, hanya 18 persen suara yang menyatakan setuju perubahan konstitusi. Sebanyak 30 persen menolak dan sekitar 40 persen tidak bersikap.
”Saya akan bekerja sama dengan Anda semua untuk melakukan reformasi konstitusi,” kata Abe dalam pidatonya.
Jepang-AS
Tantangan paling dekat yang dihadapi Abe adalah memperjelas hubungannya dengan AS. Pekan depan, Abe berencana bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di sela-sela Sidang Umum PBB di New York. Trump sudah mempermasalahkan ketidakseimbangan perdagangan Jepang-AS sekitar 69 miliar dollar AS dan berencana akan menaikkan pajak terhadap produk otomobil dari Jepang. Jika niat Trump dilaksanakan, ekonomi Jepang akan terdampak serius.
Dengan fenomena populasi Jepang yang semakin menua dan utang negara dua kali lipat ekonomi nasional, Abe sulit melakukan manuver, khususnya ketika terjadi perang dagang. Ia berjanji melakukan reformasi sosial, antara lain menaikkan usia pensiun di atas 65 tahun dan menunda pembayaran pensiun sampai di atas 70 tahun. (AFP/REUTERS/MYR)