Opini WTP Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan tahunan jangan membuat pemda terlena. Para pejabat pembina kepegawaian harus tetap menjaga integritas, profesionalitas, dan independensi untuk mencegah korupsi sejak perencanaan anggaran.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah daerah jangan berpuas diri meski laporan keuangannya mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan. Opini tertinggi dalam audit laporan keuangan BPK itu tidak menjamin pemda bebas praktik korupsi sehingga para pejabat pembina kepegawaian harus tetap memerhatikan area rawan korupsi sejak perencanaan anggaran.
Berdasarkan data BPK, 298 pemerintah kabupaten mendapat opini WTP tahun 2017, naik dari 222 daerah tahun 2015. Demikian pula pemerintah kota, ada 80 daerah meraih WTP tahun 2017, naik dari 56 kota tahun 2015. Sebanyak 33 provinsi meraih opini WTP tahun 2017, naik dari 29 provinsi tahun 2015.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, opini WTP sejumlah pemerintah daerah belum menjamin daerah bebas korupsi. Menkeu menyebutkan, ada 19 kepala daerah yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Januari-Juli 2018.
"Jadi banyak yang mendapatkan predikat WTP, tetapi korupsi tetap jalan juga. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diperbaiki. Semoga tidak bertambah (kepala daerah jadi tersangka) sampai Desember," ujar Sri Mulyani di depan ratusan kepala daerah dalam Rapat Kerja Nasional bertema "Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2018" di Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Kemenkeu juga memberikan penghargaan kepada delapan pemprov yang mendapat opini WTP berturut-turut sejak 2013 hingga 2017. Kedelapan provinsi itu adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Barat.
Sri Mulyani meminta seluruh pemerintah daerah menghindari temuan BPK yang terus terulang. Misalnya, pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan piutang yang tidak sesuai ketentuan.
"Jadi dari sisi belanja tak sesuai dengan ketentuan dan tak memadai. Banyak sekali belanja pemerintah pusat yang dilakukan di daerah kemudian pencatatan asetnya tidak tertib. Ini adalah sesuatu yang menyalahi tata kelola keuangan yang baik," tutur Menkeu.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pentingnya pemda dan pemerintah pusat bersinergi dalam tata kelola keuangan dan pemerintahan. Tujuannya agar program strategis nasional dapat berjalan dengan baik hingga tingkat daerah.
"Penganggarannya harus jelas terukur, serta memastikan program tepat waktu dikerjakan seiring dengan program strategis nasional di daerah dan aspek penyerapan anggaran harus terus meningkat," tutur Tjahjo.
Integritas
Tjahjo juga menegaskan, pejabat pembina kepegawaian (PPK) harus mampu menjaga komitmen dan integritas untuk menghindari area rawan korupsi, khususnya dari perencanaan anggaran, mekanisme pembelian barang belanja dan jasa, perizinan, serta pemberian layanan kepada masyarakat.
"Jangan sudah mendapat opini WTP lima tahun dan prestasi lain, tetapi terkena operasi tangkap tangan KPK," ujarnya.
Dalam upaya pencegahan korupsi di pemda, Kemendagri juga tengah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah untuk memperkuat peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) agar pelaksanaan belanja anggaran berjalan sesuai dengan perencanaan.
Asisten Deputi Pengelolaan Pengaduan Aparatur dan Masyarakat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Agus Uji Hantara menjelaskan, penguatan APIP tidak hanya sebatas penyetaraan eselon. Bagi dia, penguatan APIP juga harus memperhatikan nilai profesionalitas, independensi, dan integritas.
"Kami setuju penguatan APIP. Tetapi, syarat tiga nilai itu harus dipenuhi dan diatur di revisi PP nanti," ujar Agus.