Butuh Rp 4,9 Triliun Untuk Pulihkan Citarum Dalam Jangka Pendek
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Jawa Barat mengusulkan program Quick Wins atau Target Jangka Pendek senilai Rp 4,9 triliun dalam upaya pemulihan dan penyelamatan Daerah Aliran Sungai Citarum. Langkah ini pun membutuhkan koordinasi dan sinergi kuat antarpemangku kepentingan agar “mimpi” Sungai Citarum kembali Harum dapat tercapai.
Program Quick Wins ini terdiri dari lima subprogram yaitu penanganan lahan kritis (Rp 4,222 triliun), penanganan keramba jaring apung (Rp 0,246 triliun), penanganan limbah domestik (Rp 0,401 triiun), penanganan limbah industri (Rp 0,03 triliun), dan penegakan hukum (Rp 0,025 trilun). Subprogram ini terdiri dari sejumlah rencana aksi di lapangan.
Hal ini disampaikan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtias, Kamis (20/9/2018) di Purwakarta, Jawa Barat di sela-sela Journalist Workshop: Environmental Sustainability in Business Practices yang diselenggarakan PT South Pacific Viscose (Grup Lenzing, Austria).
Prima mengatakan Quick Wins ini diambil dari tujuh rencana kerja penyelamatan dan pemulihan DAS Citarum. Kelima itu dianggap sebagai prioritas untuk bisa dikerjakan pada tahun 2019. Anggaran ini dibagi-bagi dari pusat, provinsi, dan kabupaten. Terkait kontribusi Pemprov Jawa Barat, ia mengatakan pagu anggaran 2018 dalam tahap pembahasan.
Lebih lanjut, ia mengatakan anggaran ini masih sekelumit dari Roadmap 2014 Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum yang diterbitkan Bappenas. Pada roadmap itu kebutuhan dana mencapai Rp 849,272 triliun. Program dan kegiatan yang dilakukan pada Citarum periode 2014-2017 hanya Rp 592,800 miliar.
Prima mengatakan biaya yang sangat mahal ini menunjukkan pertimbangan lingkungan agar jangan lagi disepelekan maupun diabaikan. “Lingkungan kalau sudah rusak seperti ini pasti sangat berat upaya dan dana untuk memulihkannya,” kata dia.
Lebih lanjut, Prima mengatakan kata kunci agar pemulihan dan penyelamatan Citarum berhasil yaitu pada kemauan politik dan penegakan hukum. Kemauan politik kata dia sebenarnya sudah dimulai sejak lama melalui program kali bersih (Prokasih), Citarum Bergetar (2001), Gerakan Citarum Bestari (2015), dan kini Citarum Harum (2018). Citarum Harum ini dilakukan melalui Instruksi Peraturan Presiden No 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum yang menempatkan Gubernur sebagai Komandan Satgas Tim Percepatan.
Di sisi penegakan hukum kata dia, Jawa Barat memiliki keterbatasan jumlah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH). “Kami (Dinas LH Jabar) punya satu PPNS itu pun tahun depan pensiun,” kata dia.
Sedangkan dari sisi pengawas lingkungan hidup, lanjutnya, seluruh Jabar memiliki tujuh personel. Itu terdiri empat PPLH pada Dinas LH Jabar, dua PPLH pada Dinas LH Kota Bandung, dan satu PPLH pada Dinas LH Karawang.
Tahun lalu, kata dia, Gubernur Jabar telah mengirim surat kepada Bupati/Walikota untuk menempatkan formasi PPLH. Namun belum dilaksanakan.
Prima mengingatkan bupati/walikota yang menerbitkan izin tapi tidak mengawasi izin tersebut bisa terjerat hukum. “Tangan pengawasan bupati/walikota itu pada PPLH. Jadi kalau tidak punya PPLH, siapa yang mengawasi izin-izin yang diterbitkan bupati/walikota tersebut?” kata dia.
Di sisi lain, sekitar 2.000 – 6.000 industri di sepanjang Kali Citarum sebagian besar memanfaatkan badan sungai untuk membuang air limbah. Beberapa temuan operasi yang dilakukan komandan-komandan sektor menunjukkan air limbah yang dibuang masih bertemperatur tinggi, berwarna, dan bau. Diduga kuat, air limbah tersebut tak diolah.
Kepala Bidang Pendidikan Kementerian Koordinator Kemaritiman Rofi Alhanif mengatakan pada saluran-saluran tersebut sempat dilakukan pengecoran. Ini membuat perusahaan mau tak mau memperbaiki atau membuat instalasi pengolahan air limbah.
Menurut catatannya, kini sejumlah 37 perusahaan saluran air limbah sudah dibuka kembali dan 12 saluran belum dibuka. “Pengecoran ini menjadi shock therapy agar perusahaan benar-benar memperhatikan air limbahnya,” kata dia.
Presiden Direktur PT South Pacific Viscose (Grup Lenzing, Austria) Christian Oberleitner mengatakan perusahaannya memiliki peta jalan mendapatkan sertifikat Ecolabel Uni Eropa pada 2022. Penghasil serat selulosa berbahan kayu ini pun mengklaim telah memenuhi seluruh regulasi baku mutu emisi air limbah maupun emisi udara.
Perusahaan peraih proper biru itu pun menyediakan anggaran 50 juta dollar AS untuk meningkatkan kemampuan IPAL agar memenuhi standar Uni Eropa. “Kami perusahaan multinasional dari Austria dan perusahaan telah menyiapkan dananya,” kata dia.